Thursday, December 25, 2008

Monday, November 3, 2008

Telaah Terhadap Akar Krisis Keuangan Global : Momentum Ekonomi Syariah Sebagai Solusi (Bagian 1)



By admin • October 23, 2008 

Oleh: Agustianto


Krisis keuangan hebat sedang terjadi di Amerika Serikat, sebuah bencana besar di sektor ekonomi keuangan. Bangkrutnya Lehman Brothers, perusahaan sekuritas berusia 158 tahun milik Yahudi ini menjadi pukulan berat bagi perekonomian AS yang sejak beberapa tahun terakhir mulai goyah. Para analis menilai, bencana pasar keuangan akibat rontoknya perusahaan keuangan dan bank-bank besar di Negeri Paman Sam satu per satu, tinggal menunggu waktu saja. Inikah tanda-tanda kehancuran sebuah imperium, negara adi daya bernama Amerika Serikat?.

Bangkrutnya Lehman Brothers langsung mengguncang bursa saham di seluruh dunia. Bursa saham di kawasan Asia seperti di Jepang, Hongkong, China, Asutralia, Singapura, India, Taiwan dan Korea Selatan, mengalami penurunan drastis 7 sd 10 persen. Termasuk bursa saham di kawasan Timur Tengah, Rusia, Eropa, Amerika Selatan dan Amerika Utara. Tak terkecuali di AS sendiri, Para investor di Bursa Wall Street mengalami kerugian besar, bahkan surat kabar New York Times menyebutnya sebagai kerugian paling buruk sejak peristiwa serangan 11 September 2001.

Indonesia juga terkena dampaknya. Pada tanggal 8 Oktober 2008, kemaren, IHSG tertekan tajam turun 10,38 %, yang membuat pemerintah panik dan terpaksa menghentikan (suspen) kegiatan pasar modal beberapa hari. Demikian pula Nikken di Jepang jatuh lebih dari 9 %. Pokoknya, hampir semua pasar keuangan dunia terimbas krisis financial US tersebut. Karena itu para pengamat menyebut krisis ini sebagai krisis finansial global. Krisis keuangan global yang terjadi belakangan ini, merupakan fenomena yang mengejutkan dunia, tidak saja bagi pemikir ekonomi mikro dan makro, tetapi juga bagi para elite politik dan para pengusaha.

Dalam sejarah ekonomi, ternyata krisis sering terjadi di mana-mana melanda hampir semua negara yang menerapkan sistem kapitalisme. Krisis demi krisis ekonomi terus berulang tiada henti, sejak tahun 1923, 1930, 1940, 1970, 1980, 1990, dan 1998 – 2001 bahkan sampai saat ini krisis semakin mengkhawatirkan dengan munculnya krisis finansial di Amerika Serikat . Krisis itu terjadi tidak saja di Amerika latin, Asia, Eropa, tetapi juga melanda Amerika Serikat.

Roy Davies dan Glyn Davies, 1996 dalam buku The History of Money From Ancient time oi Present Day, mengurakan sejarah kronologi secara komprehensif. Menurut mereka, sepanjang abad 20 telah terjadi lebih 20 kali kriss besar yang melanda banyak negara. Fakta ini menunjukkan bahwa secara rata-rata, setiap 5 tahun terjadi krisis keuangan hebat yang mengakibatkan penderitaan bagi ratusan juta umat manusia. 

Pada tahun 1907 krisis perbankan Internasional dimulai di New York, setelah beberapa decade sebelumnya yakni mulai tahun 1860-1921 terjadi peningkatan hebat jumlah bank di Amerika s/d 19 kali lipat. Selanjutnya, tahun 1920 terjadi depresi ekonomi di Jepang. Kemudian pada tahun 1922 – 1923 German mengalami krisis dengan hyper inflasi yang tinggi. Karena takut mata uang menurun nilainya, gaji dibayar sampai dua kali dalam sehari. Selanjutnya, pada tahun 1927 krisis keuangan melanda Jepang (37 Bank tutup); akibat krisis yang terjadi pada bank-bank Taiwan

Pada tahun 1929 – 30 The Great Crash (di pasar modal NY) & Great Depression (Kegagalan Perbankan); di US, hingga net national product-nya terbangkas lebih dari setengahnya. Selanjutnya, pada tahun 1931 Austria mengalami krisis perbankan, akibatnya kejatuhan perbankan di German, yang kemudian mengakibatkan berfluktuasinya mata uang internasional. Hal ini membuat UK meninggalkan standard emas. Kemudian1944 – 66 Prancis mengalami hyper inflasi akibat dari kebijakan yang mulai meliberalkan perekonomiannya. Berikutnya, pada tahun 1944 – 46 Hungaria mengalami hyper inflasi dan krisis moneter. Ini merupakan krisis terburuk eropa. Note issues Hungaria meningkat dari 12000 million (11 digits) hingga 27 digits.

Pada tahun 1945 – 48 Jerman mengalami hyper inflasi akibat perang dunia kedua.. Selanjutnya tahun 1945 – 55 Krisis Perbankan di Nigeria Akibat pertumbuhan bank yang tidak teregulasi dengan baik pada tahun 1945. Pada saat yang sama, Perancis mengalami hyperinflasi sejak tahun 1944 sampai 1966. Pada tahun (1950-1972) ekonomi dunia terasa lebih stabil sementara, karena pada periode ini tidak terjadi krisis untuk masa tertentu. Hal ini disebabkan karena Bretton Woods Agreements, yang mengeluarkan regulasi di sektor moneter relatif lebih ketat (Fixed Exchange Rate Regime). Disamping itu IMF memainkan perannya dalam mengatasi anomali-anomali keuangan di dunia. Jadi regulasi khususnya di perbankan dan umumnya di sektor keuangan, serta penerapan rezim nilai tukar yang stabil membuat sektor keuangan dunia (untuk sementara) “tenang”.

Namun ketika tahun 1971 Kesepakatan Breton Woods runtuh (collapsed). Pada hakikatnya perjanjian ini runtuh akibat sistem dengan mekanisme bunganya tak dapat dibendung untuk tetap mempertahankan rezim nilai tukar yang fixed exchange rate. Selanjutnya pada tahun 1971-73 terjadi kesepakatan Smithsonian (di mana saat itu nilai 1 Ons emas = 38 USD). Pada fase ini dicoba untuk menenangkan kembali sektor keuangan dengan perjanjian baru. Namun hanya bertahan 2-3 tahun saja.

Pada tahun 1973 Amerika meninggalkan standar emas. Akibat hukum “uang buruk (foreign exchange) menggantikan uang bagus (dollar yang di-back-up dengan emas)-(Gresham Law)”. Pada tahun 1973 dan sesudahnya mengglobalnya aktifitas spekulasi sebagai dinamika baru di pasar moneter konvensional akibat penerapan floating exchange rate sistem. Periode Spekulasi; di pasar modal, uang, obligasi dan derivative. Maka tak aneh jika pada tahun 1973 – 1874 krisis perbankan kedua di Inggris; akibat Bank of England meningkatkan kompetisi pada supply of credit.

Pada tahun 1974 Krisis pada Eurodollar Market; akibat west German Bankhaus ID Herstatt gagal mengantisipasi international crisis. Selanjutnya tahun 1978-80 Deep recession di negara-negara industri akibat boikot minyak oleh OPEC, yang kemudian membuat melambung tingginya interest rate negara-negara industri.

Selanjutnya sejarah mencatat bahwa pada tahun 1980 krisis dunia ketiga; banyaknya hutang dari negara dunia ketiga disebabkan oleh oil booming pada th 1974, tapi ketika negara maju meningkatkan interest rate untuk menekan inflasi, hutang negara ketiga meningkat melebihi kemampuan bayarnya. Pada tahun 1980 itulah terjadi krisis hutang di Polandia; akibat terpengaruh dampak negatif dari krisis hutang dunia ketiga. Banyak bank di eropa barat yang menarik dananya dari bank di eropa timur.

Pada saat yang hampir bersamaan yakni di tahun 1982 terjadi krisis hutang di Mexico; disebabkan outflow kapital yang massive ke US, kemudian di-treatments dengan hutang dari US, IMF, BIS. Krisis ini juga menarik Argentina, Brazil dan Venezuela untuk masuk dalam lingkaran krisis.

Perkembangan berikutnya, pada tahun 1987 The Great Crash (Stock Exchange), 16 Oct 1987 di pasar modal US & UK. Mengakibatkan otoritas moneter dunia meningkatkan money supply. Selanjutnya pada tahun 1994 terjadi krisis keuangan di Mexico; kembali akibat kebijakan finansial yang tidak tepat.

Pada tahun 1997-2002 krisis keuangan melanda Asia Tenggara; krisis yang dimulai di Thailand, Malaysia kemudian Indonesia, akibat kebijakan hutang yang tidak transparan. Krisis Keuangan di Korea; memiliki sebab yang sama dengan Asteng.

Kemudian, pada tahun 1998 terjadi krisis keuangan di Rusia; dengan jatuhnya nilai Rubel Rusia (akibat spekulasi) Selanjutnya krisis keuangan melanda Brazil di tahun 1998. pad saat yang hamper bersamaan krisis keuangan melanda Argentina di tahun 1999. Terakhir, pada tahun 2007-hingga saat ini, krisis keuangan melanda Amerika Serikat.

Dari data dan fakta historis tersebut terlihat bahwa dunia tidak pernah sepi dari krisis yang sangat membayakan kehidupan ekonomi umat manusia di muka bumi ini.

Apakah akar persoalan krisis dan resesi yang menimpa berbagai belahan dunia tersebut ?. Dalam menjawab pertanyaan tersebut, cukup banyak para pengamat dan ekonom yang berkomentar dan memberikan analisis dari berbagai sudut pandang.

Dalam menganalisa penyebab utama timbulnya krisis moneter tersebut, banyak para pakar ekonomi berkonklusi bahwa kerapuhan fundamental ekonomi (fundamental economic fragility) adalah merupakan penyebab utama munculnya krisis ekonomi. Hal ini seperti disebutkan oleh Michael Camdessus (1997), Direktur International Monetary Fund (IMF) dalam kata-kata sambutannya pada Growth-Oriented Adjustment Programmes (kurang lebih) sebagai berikut: “Ekonomi yang mengalami inflasi yang tidak terkawal, defisit neraca pembayaran yang besar, pembatasan perdagangan yang berkelanjutan, kadar pertukaran mata uang yang tidak seimbang, tingkat bunga yang tidak realistik, beban hutang luar negeri yang membengkak dan pengaliran modal yang berlaku berulang kali, telah menyebabkan kesulitan ekonomi, yang akhirnya akan memerangkapkan ekonomi negara ke dalam krisis ekonomi”.

Ini dengan jelas menunjukkan bahwa defisit neraca pembayaran (deficit balance of payment), beban hutang luar negeri (foreign debt-burden) yang membengkak–terutama sekali hutang jangka pendek, investasi yang tidak efisien (inefficient investment), dan banyak indikator ekonomi lainnya telah berperan aktif dalam mengundang munculnya krisis ekonomi.

Sementara itu, menurut pakar ekonomi Islam, penyebab utama krisis adalah kepincangan sektor moneter (keuangan) dan sektor riel yang dalam Islam dikategorikan dengan riba. Sektor keuangan berkembang cepat melepaskan dan meninggalkan jauh sektor riel. Bahkan ekonomi kapitalis, tidak mengaitkan sama sekali antara sektor keuangan dengan sektor riel.

Tercerabutnya sektor moneter dari sektor riel terlihat dengan nyata dalam bisnis transaksi maya (virtual transaction) melalui transaksi derivatif yang penuh ribawi. Tegasnya, Transaksi maya sangat dominan ketimbang transaksi riil. Transaksi maya mencapai lebih dari 95 persen dari seluruh transaksi dunia. Sementara transaksi di sektor riel berupa perdagngan barang dan jasa hanya sekitar lima persen saja. 

Menurut analisis lain, perbandingan tersebut semakin tajam, tidak lagi 95 % : 5 %, melainkan 99 % : 1 %. Dalam tulisan Agustianto di sebuah seminar Nasional tahun 2007 di UIN Jakarta, disebutkan bahwa volume transaksi yang terjadi di pasar uang (currency speculation and derivative market) dunia berjumlah US$ 1,5 trillion hanya dalam sehari, sedangkan volume transaksi pada perdagangan dunia di sektor riil hanya US$ 6 trillion setiap tahunnya (Rasio 500 : 6 ), Jadi sekitar 1-an %. Celakanya lagi, hanya 45 persen dari transaksi di pasar, yang spot, selebihnya adalah forward, futures,dan options.

Islam sangat mencela transaksi dirivatif ribawi dan menghalalkan transaksi riel. Hal ini dengan tegas difirmankan Allah dalam Surah Al-Baqarah : 275 : Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.

Sebagaimana disebut di atas, perkembangan dan pertumbuhan finansial di dunia saat ini, sangat tak seimbang dengan pertumbuhan sektor riel. Realitas ketidakseimbangan arus moneter dan arus barang/jasa tersebut, mencemaskan dan mengancam ekonomi berbagai negara.

Pakar manajamen tingkat dunia, Peter Drucker, menyebut gejala ketidakseimbangan antara arus moneter dan arus barang/jasa sebagai adanya decopling, yakni fenomena keterputusan antara maraknya arus uang (moneter) dengan arus barang dan jasa. Fenomena ketidakseimbangan itu dipicu oleh maraknya bisnis spekulasi (terutama di dunia pasar modal, pasar valas dan proverti), sehingga potret ekonomi dunia seperti balon saja (bubble economy).

Disebut ekonomi balon, karena secara lahir tampak besar, tetapi ternyata tidak berisi apa-apa kecuali udara. Ketika ditusuk, ternyata ia kosong. Jadi, bublle economy adalah sebuah ekonomi yang besar dalam perhitungan kuantitas moneternya, namun tak diimbangi oleh sektor riel, bahkan sektor riel tersebut amat jauh ketinggalan perkembangannya.

Sekedar ilustrasi dari fenomena decoupling tersebut, misalnya sebelum krisis moneter Asia, dalam satu hari, dana yang gentayangan dalam transaksi maya di pasar modal dan pasar uang dunia, diperkirakan rata-rata beredar sekitar 2-3 triliun dolar AS atau dalam satu tahun sekitar 700 triliun dolar AS.

Padahal arus perdagangan barang secara international dalam satu tahunnya hanya berkisar 7 triliun dolar AS. Jadi, arus uang 100 kali lebih cepat dibandingkan dengan arus barang (Didin S Damanhuri, Problem Utang dalam Hegemoni Ekonomi),

Dalam ekonomi Islam, jumlah uang yang beredar bukanlah variabel yang dapat ditentukan begitu saja oleh pemerintah sebagai variabel eksogen. Dalam ekonomi Islam, jumlah uang yang beredar ditentukan di dalam perekonomian sebagai variabel endogen, yaitu ditentukan oleh banyaknya permintaan uang di sektor riel atau dengan kata lain, jumlah uang yang beredar sama banyaknya dengan nilai barang dan jasa dalam perekonomian. 

Dalam ekonomi Islam, sektor finansial mengikuti pertumbuhan sektor riel, inilah perbedaan konsep ekonomi Islam dengan ekonomi konvensional, yaitu ekonomi konvensional, jelas memisahkan antara sektor finansial dan sektor riel. Akibat pemisahan itu, ekonomi dunia rawan krisis, khususnya negara–negara berkembang (terparah Indonesia). Sebab, pelaku ekonomi tidak lagi menggunakan uang untuk kepentingan sektor riel, tetapi untuk kepentingan spekulasi mata uang. Spekulasi inilah yang dapat menggoncang ekonomi berbagai negara, khususnya negara yang kondisi politiknya tidak stabil. Akibat spekulasi itu, jumlah uang yang beredar sangat tidak seimbang dengan jumlah barang di sektor riel.

Spekulasi mata uang yang mengganggu ekonomi dunia, umumnya dilakukan di pasar-pasar uang. Pasar uang di dunia ini saat ini, dikuasai oleh enam pusat keuangan dunia (London, New York, Chicago, Tokyo, Hongkong dan Singapura). Nilai mata uang negara lain, bisa saja tiba-tiba menguat atau sebaliknya. Lihat saja nasib rupiah semakin hari semakin merosot dan nilainya tidak menentu.

Di pasar uang tersebut, peran spekulan cukup signifikan untuk menggoncang ekonomi suatu negara. Lihatlah Inggris, sebagai negara yang kuat ekonominya, ternyata pernah sempoyongan gara-gara ulah spekulan di pasar uang, apalagi kondisinya seperti Indonesia, jelas menjadi bulan-bulanan para spekulan. Demikian pula ulah George Soros di Asia Tenggara.

Bagi spekulan, tidak penting apakah nilai menguat atau melemah. Bagi mereka yang penting adalah mata uang selalu berfluktuasi. Tidak jarang mereka melakukan rekayasa untuk menciptakan fluktuasi bila ada momen yang tepat, biasanya satu peristiwa politik yang menimbulkan ketidakpastian.

Menjelang momentum tersebut, secara perlahan-lahan mereka membeli rupiah, sehingga permintaan akan rupiah meningkat. Ini akan mendorong nilai rupiah secara semu ini, akan menjadi makanan empuk para spekulan. Bila momentumnya muncul dan ketidakpastian mulai merebak, mereka akan melepas secara sekaligus dalam jumlah besar. Pasar akan kebanjiran rupiah dan tentunya nilai rupiah akan anjlok. 

Robin Hahnel dalam artikelnya Capitalist Globalism In Crisis: Understanding the Global Economic Crisis (2000), mengatakan bahwa globalisasi - khususnya dalam financial market, hanya membuat pemegang asset semakin memperbesar jumlah kekayaannya tanpa melakukan apa-apa. Dalam kacamata ekonomi Islam, mereka meraup keuntungan tanpa ‘iwadh (aktivitas bisnis riil,seperti perdagangan barang dan jasa riil) Mereka hanya memanfaatkan fasilitas-fasilitas yang terdapat dalam pasar uang dengan kegiatan spekulasiuntuk menumpuk kekayaan mereka tan pa kegiatan produksi yang riil. Dapat dikatakan uang tertarik pada segelintir pelaku ekonomi meninggalkan lubang yang menganga pada sebagian besar spot ekonomi. 

They do not work, they do not produce, they trade money for stocks, stocks for bonds, dollars for yen, etc. They speculate that some way to hold their wealth will be safer and more remunerative than some other way. Broadly speaking, the global credit system has been changed over the past two decades in ways that pleased the speculators (Hahnel, 2000).


Hahnel juga menyoroti bagaimana sistem kredit atau sistem hutang sudah memerangkap perekonomian dunia sedemikian dalam. Apalagi mekanisme bunga (interest rate) juga menggurita bersama sistem hutang ini. Yang kemudian membuat sistem perekonomian harus menderita ketidakseimbangan kronis. Sistem hutang ini menurut Hahnel hanya melayani kepentingan spekulator, kepentingan segelintir pelaku ekonomi. Namun segelintir pelaku ekonomi tersebut menguasai sebagian besar asset yang ada di dunia. Jika kita kaji pemikiran Hahner ini lebih mendalam akan kita lihat dengan sangat jelas bahwa perekonomian akan berakhir dengan kehancuran akibat sistem yang dianutnya, yakni kapitalisme ribawi

Penasihat keuangan Barat, bernama Dan Taylor, mempunyai keyakinan bahawa sistem kewangan dan perbankan Islam mempuyai keunggulan system yang lebih baik berbanding dengan sistem keuangan Barat yang berasaskan riba. Krisis keuangan yang sedang dihadapai oleh negara-negara Barat seperti USA dan UK memberikan kekuatan secara langsung dan tidak langsung kepada sistem finansial Islam yang berdasarkan Syariah. Sistem keuangan Barat sudah runtuh…. “Islamic finance and banking will win”, begitulah kata penasihat kewangan Barat. BDO Stoy Hayward says financial turmoil puts Islamic products in strong position.

According to the financial advisers Islamic banks are one of the few financial institutions who still have significant sums of money available to finance individuals and corporates, unlike their western banking counterparts, who will only continue to constrict their lending policies in light of the current economic crisis.

Dan Taylor, Head of Banking at BDO Stoy Hayward, says: “As the risk profile of Islamic Banks is generally lower than conventional western banks, this presents a more solid option for both retail and institutional investors and suggests that dealings with Islamic financial institutions will grow dramatically as people switch to more secure products in this environment.”

“Further growth of Islamic banking in the UK will also be attributed to their more conservative approach to financing, as the risks are shared with the investor, much like the private equity model. In addition, it is more difficult for Islamic financial institutions to use leverage; therefore their risk profile is naturally lower,” continues Taylor (Ahmad Sanusi Husein, IIUM)

Kembali kepada aktivitas riba para spekulan, bahwa Mereka meraup keuntungan dari selisih harga beli dan harga jual. Makin besar selisihnya, makin menarik bagi para spekulan untuk bermain. Berdasarkan realitas itulah, maka Konferensi Tahunan Association of Muslim Scientist di Chicago, Oktober 1998 yang membahas masalah krisis ekonomi Asia dalam perspektif ekonomi Islam, menyepakati bahwa akar persoalan krisis adalah perkembangan sektor finansial yang berjalan sendiri, tanpa terkait dengan sektor riel.

Dengan demikian, nilai suatu mata uang dapat berfluktuasi secara liar. Solusinya adalah mengatur sektor finansial agar menjauhi dari segala transaksi yang mengandung riba, termasuk transaksi-transaksi maya di pasar uang. Gejala decoupling, sebagaimana digambarkan di atas, disebabkan, karena fungsi uang bukan lagi sekedar menjadi alat tukar dan penyimpanan kekayaan, tetapi telah menjadi komoditas yang diperjualbelikan dan sangat menguntungkan bagi mereka yang memperoleh gain. Meskipun bisa berlaku mengalami kerugian milyaran dollar AS.

Dapat disimpulkan, perekonomian saat ini digelembungkan oleh transaksi maya yang dilakukan oleh segelintir orang di beberapa kota dunia, seperti London (27 persen), Tokyo-Hong Kong-Singapura (25 persen), dan Chicago-New York (17 persen). Kekuatan pasar uang ini sangat besar dibandingkan kekuatan perekonomian dunia secara keseluruhan. Perekonomian global praktis ditentukan oleh perilaku lima negara tersebut.

Karena itu, Islam menolak keras segala jenis transaksi maya seperti yang terjadi di pasar uang saat ini. Sekali lagi ditegaskan, “Uang bukan komoditas”. Praktek penggandaan uang dan spekulasi dilarang. Sebaliknya, Islam mendorong globalisasi dalam arti mengembangkan perdagangan internasional.

Dalam ekonomi Islam, globalisasi merupakan bagian integral dari konsep universal Islam. Rasulullah telah menjadi pedagang internasional sejak usia remaja. Ketika berusia belasan tahun, dia telah berdagang ke Syam (Suriah), Yaman, dan beberapa negara di kawasan Teluk sekarang. Sejak awal kekuasaannya, umat Islam menjalin kontak bisnis dengan Cina, India, Persia, dan Romawi. Bahkan hanya dua abad kemudian (abad kedelapan), para pedagang Islam telah mencapai Eropa Utara. Ternyata nilai-nilai ekonomi syariah selalu aktual, dan terbukti dapat menjadi solusi terhadap resesi perekonomian.

Di zaman Nabi Muhammad jarang sekali terjadi resesi. Zaman khalifah yang empat juga begitu. Pernah sekali Nabi mengalami defisit, yaitu sebelum Perang Hunain, namun segera dilunasi setelah perang. Di zaman Umar bin Khattab (khalifah kedua) dan Utsman (khalifah ketiga) , malah APBN mengalami surplus. Pernah dalam zaman pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, tak dijumpai lagi satu orang miskinpun!!!

Apa rahasianya? Kebijakan moneter Rasulullah Saw — yang kemudian diikuti oleh para khalifah — selalu terkait dengan sektor riil perekonomian berupa perdagangan . Hasilnya adalah pertumbuhan sekaligus stabilitas.

Pengaitan sektor moneter dengan sektor riil merupakan obat mujarab untuk mengatasi gejolak kurs mata uang — seperti yang melanda Indonesia sejak akhir 1997 sampai saat ini. “Perekonomian yang mengaitkan sektor moneter langsung dengan sektor riil akan membuat kurs mata uang stabil.” Inilah yang dijalankan bank-bank Islam dewasa ini, di mana setiap pembiayaan harus ada underline ttansactionnya. Tidak seperti bank konvensional yang menerapkan sistem ribawi.

Tantangan umat Islam dewasa ini adalah menunjukkan keagungan dan keampuhan ekonomi syariah. Tidak hanya bagi masyarakat muslim, melainkan juga bagi masyarakat nonmuslim, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di dunia international. Islam ternyata mewariskan sistem perekonomian yang tepat, fair, adil, manusiawi, untuk menciptakan kemaslahatan dan kesejahteraan hidup, tidak hanya di dunia, tapi juga di akhirat (Penulis adalah Sekjen DPP Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia dan Dosen PSTTI Pascasarjana UI dan Islamic Economics and Finance Universitas Trisakti,PPS Paramadina)

Tonggak Kebangkitan Ekonomi Syari’ah


 
Oleh : Agustianto 
(Penulis adalah Mahasiswa Program Doktor Ekonomi Islam UIN Jakarta)

Perkembangan ekonomi Islam dalam tiga dasawarsa belakangan ini mengalami kemajuan yang sangat pesat, baik dalam bentuk kajian akademis di perguruan tinggi maupun secara praktik operasional. Dalam bentuk kajian, ekonomi Islam telah dikembangkan di berbagai universitas, baik di negeri-negeri Muslim maupun di negara-negara Barat, seperti di Eropa, Amerika Serikat dan Australia. Di Inggris terdapat beberapa universitas yang telah mengembangkan kajian ekonomi Islam(Islamic economics), seperti University of Durham, University of Portsmouth, Markfield Institute of Higher Education, University of Wales Lampeter, dan Loughborough University. Di Amerika Serikat, pengembangan kajian ekonomi Islam dilakukan di Harvard University. Di Australia, University of Wolonggong juga melakukan hal yang sama.
Sementara itu dalam bentuk praktik, ekonomi Islam telah berkembang dalam bentuk lembaga perbankan dan lembaga–lembaga keuangan Islam non bank lainnya. Tercatat, sampai saat ini lembaga perbankan dan keuangan Islam telah merambah ke 75 negara dengan jumlah lembaga keuangan mencapai lebih dari 400 lembaga keuangan. Di Barat tercatat beberapa negara yang telah mengembangkan perbankan syariah, seperti di Inggris, Amerika Serikat, Kanada, Luxemburg, Swiss, Denmark, Perancis, Rusia, Kepulauan Bahama, Cayman Island, dan Virgin Island. 

Di Indonesia, perkembangan kajian dan praktek ekonomi Islam juga mengalami kemajuan yang pesat. Kajian-kajian ekonomi Islam telah banyak diselenggarakan perguruan tinggi baik negeri maupun swasta. Perkembangan ekonomi Islam di Indonesia mulai mendapatkan momentum yang sangat berarti semenjak didirikannya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1992. Pada saat itu keberadaan sistem perbankan Islam memperoleh dasar hukum secara formal dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana yang telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Akan tetapi sesungguhnya geliat aksi maupun pemikiran ekonomi berdasarkan Islam di Indonesia, memiliki sejarah yang amat panjang. Sejarah mencatat, jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia, pada tahun 1911 telah lahir organisasi Syarikat Dagang Islam yang dibidani oleh para entrepreneur dan para tokoh atau intelektual Muslim saat itu. 

Dapatlah dikatakan perkembangan ekonomi Islam yang sangat marak dewasa ini merupakan cerminan dan kerinduan umat Islam Indonesia untuk berdagang, berinvestasi dan beraktivitas bisnis secara islami, sebagaimana yang telah diteladankan oleh Rasulullah Muhammad SAW.Komitmen dan dukungan Bank Indonesia dalam mengembangkan perbankan Islam di sisi lain merupakan jawaban atas gairah dan kerinduan ummat dan telah menjadi lokomotif bergeraknya pemikiran dan praktek ekonomi Islam di Indonesia secara signifikan. 

Ketika krisis ekonomi terjadi di Indonesia yang berdampak terhadap goncangnya lembaga perbankan yang berakhir pada likuidasi sejumlah bank dan sebagian lagi di take over dengan bantuan BLBI, bank Islam malah terjadi sebaliknya semakin berkembang. Sejak tahun 1998, sistem perbankan Islam sebagai lokomotif gerakan ekonomi Islam di Indonesia, mencapai kemajuan dan pertumbuhan yang sangat pesat. 

Namun demikian, sesuai dengan perkembangan ekonomi global dan semakin meningkatnya minat masyarakat terhadap ekonomi dan perbankan Islam, ekonomi Islam menghadapi tantangan-tantangan yang besar. Dalam usia yang masih muda tersebut setidaknya ada tiga tantangan besar yang dihadapi ekonomi Islam dalam konteks perkembangan dunia saat ini, pertama, ujian atas kredibiltas sistem ekonomi dan keuangannya, kedua, bagaimana ekonomi syari’ah bisa meningkatkan kesejahteraan umat dan dapat mengurangi kemiskinan dan pengangguran, dan ketiga, perangkat peraturan, hukum dan kebijakan, baik dalam skala nasional maupun internasional. Berkenaan dengan itu para ahli ekonomi Islam di Indonesia yang terdiri dari para akademisi dan praktisi telah membentuk organisasi Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) yang berdiri dan dideklarasikan pada tanggal 3 dan 4 Maret 2004 di Istana Wakil Presiden Republik Indonesia dalam momentum Konvensi Nasional Ahli Ekonomi Islam Indonesia. 

Kelahiran organisasi ini dimaksudkan untuk membangun jaringan dan kerjasama dalam mengembangkan ekonomi Islam di Indonesia, baik secara akademis maupun secara praktik. Melalui organisasi IAEI ini diharapkan para ahli ekonomi Islam yang terdiri dari akademisi dan praktisi dapat bersinergi dalam mengembangkan aksi bersama, baik dalam menyelenggarakan kajian melalui forum-forum ilmiah, riset maupun dalam memperkenalkan sistem ekonomi Islam kepada masyarakat luas. Dengan sinergi itu juga, maka segala tantangan yang dihadapi dapat dipikirkan dan diberi solusinya secara bersama sehingga gerakannya bisa lebih signifikan untuk pembangunan ekonomi ummat. 

Organisasi IAEI juga diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi pemerintah Republik Indonesia dalam melaksakan pembangunan. Sebab selama ini paradigma, konsep, teori dan model pembangunan ekonomi Indonesia masih didasarkan pada sistem ekonomi kapitalistik yang tidak sepenuhnya sesuai dengan kondisi perekonomian Indonesia. 

Untuk mewujudkan tujuan-tujuan di atas, IAEI perlu memiliki pedoman dan aturan yang jelas dalam bentuk Anggran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART). Selain AD/ART, IAEI juga harus merumuskan dan menetapkan program kerja yang aplikatif secara prioritas. Demikian juga, IAEI sangat perlu merumuskan langkah-langkah stratregis dalam mengembangkan ekonomi Islam di Indonesia dalam bentuk blueprint pengembangan ekonomi Islam di Indoesia. Blueprint ini nantinya dapat disumbangkan kepada Pemerintah Republik Indonesia agar ekonomi Islam mendapat tempat dan perhatian yang sungguh-sungguh dari pemerintah. Untuk tahap awal, desakan para ahli ekonomi Islam adalah diterapkannya dual economic system di Indonesia. Tahap selanjutnya adalah mengupayakan terwujudnya sistem ekonomi syari’ah yang tunggal melalui kajian-kajian akademis dan sosialisasi yang terus-menerus. Harus diakui bahwa pengembangan ekonomi Islam di Indonesia merupakan bagian penting dari pembangunan ekonomi bangsa yang mayoritas Muslim, bukan sebuah gerakan eksklusif sebagaimana penilaian sebagian orang yang tak faham dengan karakteristik ekonomi syari’ah. 

Dalam kerangka itulah digelar Muktamar Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia berskala nasional. Untuk lebih memaknai acara ini, dilaksanakan pula Seminar dan Simposium Internasional yang pelaksanaannya dirangkai dengan kegiatan Muktamar. Seminar ini dimaksudkan untuk membincangkan, menemukan dan menyegarkan kembali ingatan kita kepada peluang, tantangan, kendala, dan program aksi pengembangan ekonomi Islam ke depan. Pemikiran-pemikiran para ekonom Muslim ini diharapkan dapat berguna bagi perumusan blueprint dan program kerja IAEI ke depan. 

Dengan demikian, Muktamar Ikatan Ahli Ekonomi Islam yang pertama kali ini, merupakan tonggak penting bagi sejarah perkembangan perekonomian syari’ah di Indonesia. Dikatakan paling penting dan bersejarah karena tiga alasan, pertama, karena dalam sejarah Indonesia, belum pernah dilaksanakan Muktamar para ahli dan praktisi ekonomi Islam yang melibatkan semua unsur penting dan terkait. Maka inilah momentumnya para ahli dan praktisi ekonomi Islam bermuktamar untuk kepentingan kemajuan ekonomi bangsa melalui ekonomi syari’ah. Kedua, karena muktamar ini merupakan forum silaturrahmi seluruh praktisi dan akademisi ekonomi syari’ah yang diharapkan menghasilkan sinergi yang kuat dan besar untuk mnggeser pendulum kapitalisme yang sekian lama mencengkramkann kukunya di bumi Indonesial. Ketiga, muktamar ini merupakan momentum yang akan melahirkan dan menghasilkan blueprint pengembangan ekonomi syari’ah di Indonesia , Anggaran Dasar dan Rumah Tangga. 

Medan Sebagai Tuan Rumah 

Satu hal yang perlu dicatat adalah bahwa Medan dipercaya sebagai tuan rumah penyelenggaraan perhelatan akbar dan paling bersejarah tersebut. Muktamar pertama yang akan dilaksanakan pada tanggal 18-19 September 2005 tersebut, tidak saja akan dihadiri para pakar ekonomi Islam Indonesia, praktisi ekonomi syari’ah dan para akademisi (Perguruan Tinggi) seluruh Indonesia, tetapi juga pakar-pakar ekonomi Islam ASEAN, Amerika Serikat, Eropa dan Timur Tengah, Bahkan Gubernur Sumut mengundang 20 negara Dunia Melayu Dunia Islam (DMDI) sebagai undangan. Lebih dari itu, Muktamar ini direncanakan akan dibuka langsung oleh Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono. 

Penunjukan Medan sebagai tuan rumah pelaksanaan Muktamar Pertama, setidaknya disebabkan empat alasan penting. Pertama, Medan (Sumut) merupakan daerah yang paling awal mengembangkan kajian ekonomi syari’ah di Indonesia. Hal itu ditandai dengan kelahiran FKEBI (Forum Kajian Ekonomi dan Bank Islam) pada tahun 1990 yang dibidani Prof.Dr.H.M Yasir Nasution, Prof. Bahauddin Darus dan Prof. Subroto (USU), Amiur Nuruddin, dkk. Kelahiran FKEBI ini mendahului kehadiran Bank Mualamat sebagai Bank Syari’ah pertama di Indoneia. FKEBI, bukan saja lahir lebih awal, tetapi juga sangat aktif dan gigih mengembangkan dan mensosialisasikan ekonomi syari’ah. Simposiu,m Ekonomin Syari’ah yang digelar tahun 1993 bekerjasma dengan Uinversitas International Antar Bangsa Malaysia semakin memicu peran FKEBI dalam mengembangkan ekonomi syari’ah, sehingga sejak tahun 1996-1997 didirikan lima buah BPR Syari’ah di Sumatera, setelah terlebih dahulu menggelar beberapa training bank syari’ah untuk menyiapkan SDM perbankan syari’ah. Praktek ekonomi syariah ini disusul secara akademis dengan mendirikan Program D3 Manajemen Bank Syari’ah di IAIN tahun 1997, selanjutnya disusul dengan pembukaan Jusrusan S1 dan S2 Ekonomi Islam dengan mendatangkan para dosennya dari Malaysia, khususnya IIUM. 

Kedua, Sumatera Utara merupakan satu-satunya daerah yang telah mencanangkan gerakan ekonomi syari’ah secara besar-besaran dan telah melaksanakannya selama tiga kali (tiga tahun ) secara berturut-turut. Pencanagan ini dilakukan oleh Gubernur Sumatera Utara T.Rizal Nurdin. Kegiatan pencanangan ekonomi syariah tertsebut merupakan tonggak penting dalam upaya mengembangkan dan sosialisasi ekonomi syari’ah kepada masyarakat luas. Dalam momentum pencanangan tersebut telah digelar beberapa kegiatan akbar, seperti : 1. pawai akbar belasan ribu masyarakat ekonomi syari’ah setiap 1 muharram, 2. pameran perdagangan dan ekonomi syari’ah selama 1 bulan di Medan Fair, 3. Seminar Internasional Dinar Dirham 4.Seminar Nasional Waqaf Produktif, 5. Peluncuran Buku Ekonomi dan Bank Syari’ah, 6. Tabligh akbar ekonomi syari’ah bersama A.Agym (2002) dan 7. Tabligh akbar ekonomi syari’ah K.H Ma’ruf Amin (2030, 8.Muzakarah 200 Ulama tentang Ekonomi Syari’ah di asrama haji Medan, 9. Pendirian Dewan Perdagangan Islam Sumatera Utara 10. Peresmian Badan Waqaf oleh Menteri Agama (2004), 11. Malam resepsi masyarakat ekonomi syari’ah dengan mengumpulkan dana waqaf dari para hartawan dan sekaligus peluncuran buku Waqaf Produktif. 11. Berbagai kegiatan lomba pidato ekonomi syari’ah, loma karya tulis tulis, dan banyak kegiatan-kegiatan akbar lainnya. Semarak pencanangan ekonomi syari’ah yang amat meriah tersebut merupakan kekhasan masyarakat Sumut dan bukti kepedulian dan keunggulan Sumut dari daerah lainnya. Karena itu tidak mengherankan jika cabang-cabang bank syari’ah di Sumut selalu lebih unggul dari cabang-cabang di daerah lain, seperti bank Muamalat. Penelitian Bank Indonesia (2003) juga menunjukkan bahwa tingkat pemahaman dan pengetahuan ummat Islam Sumut lebih tinggi dari daerah lain yang justru daerah basis Islam seperti Minang dan Aceh, Sumsel, Jawa Timur, dsb. Sumut juga adalah daerah yang tertinggi umat Islamnya yang berkeyakinan bunga bank itu haram, yaitu 59 %. Di banding Sumatera Barat yang hanya 20 %, Jawa Timur 31 %, Sulawesi Selatan 32 %, Jambi 50 %, DKI 45 %. Jawa Tengah 48%. (Penelitian BI 2000-2004) Berdasarkan hal itu, maka tidak salah apabila MUI baru-baru ini di Jakarta (Juli 2005) menganugerahkan Syari’ah Award kepada tokoh Sumatera Utara, Prof.Dr.M.Yasir Nasution, Rektor IAIN Sumatera Utara sebagai figur yang telah banyak berjasa mengembangkan ekonomi syari’ah di Sumatera Utara. BAZ Sumut juga baru-baru ini mendapatkan penghargaan dari BAZNAZ sebagai BAZ terbaik di Indonesia dalam tiga bidang, pengumpulan dana zakat (fundrising) , penyaluran (distribusi) dan profesionalisme manajemen. 

Ketiga, pemerintah Sumatera Utara, khuusnya Gubernur T.Rizal Nurdin dan Assistennya Kasim Siyo sangat konsern dan memiliki komitmen yang tinggi dalam mengembangkan ekonomi syari’ah. Kasim Siyo misalnya tiga tahun bertutur-turut menjadi Ketua Umum Pencanangan Ekonomi Syari’ah. Karena itu di Medan dan sumatera Utara sejak awal telah banyak tumbuh bank-bank syari’ah, seperti Bank Muamalat, Bank Syari’ah Mandiri, BNI Syari’ah, Bank Sumut Syariah, Bank BRI Syari’ah, Asuransi Takaful dan MAA Life Syuri’ah, BPR Syari’ah, BMT, Badan Waqaf. Kini seluruh kotamadya dan ibukota kabupaten terdapat bank-bank syari’ah dsb, kecuali yang mayoritas non Muslim, seperti Nias dan Tarutung. Bukti kepedulian pempropsu kepada ekonomi syari’ah, terlihat nyata pada pembukaan unit syariah PT Bank Sumut dan dimasukkankannya biaya Muktamar Ekonomi Syari’ah dalam APBD Sumut 2005. 

Keempat, Secara geografis Medan merupakan daerah strategis bagi kawasan Asia Tenggara. Forum muktamar ini dimaksudkan sebagai forum pertemuan pakar-pakar ekonomi Islam ASEAN, bahkan Gubernur mengundang 20 negara Dunia Melayu Dunia Islam. Medan relatif lebih dekat dengan Malaysia, Thailand, Singapura, Brunei dan gugusan Nusantara lannya. 

Agenda Kegiatan Mukmatar 

Dalam muktamar tersebut akan digelar dua kegiatan bertaraf internasional, yaitu Seminar dan Simposium. Kegiatan Seminar menampilkan para pakar ekonomi Islam dari Timur Tengah, Malaysia dan Amerika Serikat, sedangkan simposium akan menampilkan 32 pakar ekonomi Islam yang mengirimkan makalah dan terpilih menjadi penyaji pada simposium tersebut. Untuk kegiatan simposium ini panitia melakukan call paper kepada 165 ahli ekonomi Islam baik di Indonesia maupun Malaysia. Tawaran call paper juga kepada seluruh Perguruan Tinggi di Indonesia, khususnya fakultas dan jurusan ekonomi dan syari’ah 

Dalam muktamar akan dibahas tiga hal penting, pertama bluprint pengembangan ekonomi syari’ah di Indonesia. Blueprint ini, nantinya akan diserahkan kepada Pemerintah Republik Indonesia agar dijadikan sebagai pedoman pembangunan ekonomi nasional. Kedua, membahas dan menetapkan AD/ART dan ketiga, menyusun program kerja dan memprioritisasinya. 

Penutup 

Kita berdo’a kepada Allah Swt, semoga acara ini sukses dan bermanfaat bagi kesejahteraan manusia semesta, baik kesejahteraan matrial maupun spiritual. Amin.

Dekonstruksi Kapitalisme dan Rekonstruksi Ekonomi Syari'ah

Ditulis oleh Agustianto

 

Bencanakeuangan tengah melanda negara super power Amerika Serikat. Beberapa bankraksasa kelas dunia yang telah menggurita ke berbagai penjuru dunia rontok. Dimulaidari bangkrutnya bank raksasa Lehman Brothers dan perusahaan finansial raksasa Bear Stearns. Beberapa saat sebelumnya, pemerintah Amerika terpaksamengambil alih perusahaan mortgageterbesar di Amerika; Freddie Mac dan Fannie Mae Sementara Merrill Lynch mengalami kondisi tak jauh beda hingga harusdiakuisisi oleh Bank of America. Terakhir perusahaan asuransi terbesar AIG(American International Group) menunjukkan gejala kritis yang sama.

Untuk mengatasi badai krisis yang hebat itu danmenyelamatkan bank-bank raksasa yang terpuruk, pemerintah Amerika Serikatterpaksa melakukan bailout sebesar700 milyar dolar sampai 1 triliun US dolar. Intervensi negara Amerika terhadap sektorkeuangan di negeri Paman Sam itu merupakan kebijakan yang bertentangan dengan faham pasar bebas(kapitalisme) yang dianut Amerika Serikat. Nyatanya dana suntikan yang miripdengan BLBI itu toh, tak signifikan membendung terpaan badai krisis yang demikianbesar. Kebijakan bailout ini, tidaksaja dilakukan pemerintah Amerika, tetapi juga bank sentral Eropa dan Asiaturun tangan menyuntikkan dana untuk mendorong likuiditas perekonomian,sehingga diharapkan dapat mencegah efek domino dari ambruknya bank-bankinvestasi kelas dunia tersebut.

Beberapasaat setelah informasi kebangkrutan Lehman Brothers, pasar keuangan duniamengalami terjun bebas di tingkat terendah. Beberapabank besar yang collaps dan runtuhnya berbagai bank investasi lainnya diAmerika Serikat segera memicu gelombangkepanikan di berbagai pusat keuangan seluruh dunia.

Pasar modal di Amerika Serikat, Eropa dan Asiasegera mengalami panic selling yangmengakibatkan jatuhnya indeks harga saham pada setiap pasar modal. Bursa sahamdi mana-mana terjun bebas ke jurang yangdalam. Pasar modal London mencatat rekor kejatuhan terburukdalam sehari yang mencapai penurunan 8%. Sedangkan Jerman dan Prancismasing-masing ditampar dengan kejatuhan pasar modal sebesar 7% dan 9%. Pasarmodal emerging market seperti Rusia, Argentina dan Brazil jugamengalami keterpurukan yang sangat buruk yaitu 15%, 11% dan 15%.

Sejak awal 2008, bursa saham China anjlok 57%, India 52%, Indonesia 41%(sebelum kegiatannya dihentikan untuk sementara), dan zona Eropa 37%. Sementarapasar surat utang terpuruk, mata uang negara berkembang melemah dan hargakomoditas anjlok, apalagi setelah para spekulator komoditas minyak menilaibahwa resesi ekonomi akan mengurangi konsumsi energi dunia.

Di AS,bursa saham Wall Street terus melorot. Dow Jones sebagai episentrum pasar modal dunia jatuh. Angka indeks Dow Jonesmenunjukkan angka terburuknya dalam empat tahun terakhir yaitu berada di bawahangka 10.000.

Dalam rangka ,mengantispasi krisis keuangan tersebut, tujuh bank sentral (termasuk USFederal Reserve, European Central Bank, Bank of England dan Bank of Canada)memangkas suku bunganya 0,5%. Ini merupakan yang pertama kalinya kebijakan sukubunga bank sentral dilakukan secara bersamaan dalam skala yang besar

Berdasarkan fakta dan reliatayang terjadi saat ini, jelas sekali bahwa drama krisis keuangan memasuki tingkatketerpurukan yang amat dalam,dank arenaitu dapatdikatakan bahwa krisis financial Amerika saat ini, jauh lebih parah dari pada krisis Asia di tahun 1997-1998 yanglalu. Dampak krisis saat ini demikian terasa mengenaskan keuangan global. Lagipula, sewaktu krismon Asia, setidaknya ada surga aman atau safe heaven bagipara investor global, yaitu di Amerika Serikat, Eropa dan Jepang, tetapi kini,semua pasar modal rontok. Semua investor panic.

Karena itu,seluruh pengamat ekonomi dunia sepakat bahwa Guncangan ekonomi akibat badaikeuangan yang melanda Amerika merupakan guncangan yang terparah setelah GreatDepresion pada tahun 1930.Bahkan IMF menilai guncangan sektor finansial kali ini merupakan yang terparahsejak era 1930-an. Hal itu diperkirakan akan menggerus pertumbuhan ekonomidunia melambat menjadi 3% pada tahun 2009, atau 0,9% poin lebih rendah dariproyeksi World Economic Outlook pada Juli 2009.

Daripaparan di atas, terlihat dengan nyata, bahwa sistem ekonomi kapitalisme yangmenganut laize faire dan berbasisriba kembali tergugat. Faham neoliberalisme tidak bisa dipertahankan. PemikiranIbnu Taymiyah dan Ibnu Khaldun adalah suatu ijtihad yang benar dan adil untukmewujudkan kemaslahatan ekonomi masyarakat.

Dengan demikian sangat keliru apa yang dilakukan Fukuyamayang mendeklarasikan kemenangan kapitalisme liberal sebagai representasi akhirzaman " The end of history " (Magazine National Interest ,1989). TesisFukuyama sudah usang dan nasakh (tidak berlaku), karena sistem ekonomi kapitalismetelah gagal menciptakan tata ekonomi yang berkeadilan dan stabil.

Sebenarnya,sejak awal tahun 1940-an, para ahli ekonomi Barat, telah menyadari indikasikegagalan tersebut. Adalah Joseph Schumpeter dengan bukunya Capitalism,Socialism and Democracy menyebutkanbahwa teori ekonomi modern telah memasuki masa-masa krisis. Pandangan yang samadikemukakan juga oleh ekonom generasi 1950-an dan 60-an, seperti Daniel Bell dan Irving Kristol dalam buku TheCrisis in Economic Theory. Demikian pula Gunnar Myrdal dalam buku InstitusionalEconomics, Journal of Economic Issues, juga Hla Mynt, dalam buku EconomicTheory and the Underdeveloped Countries serta Mahbubul Haq dalam buku ThePoverty Curtain : Choices for the ThirdWorld.

Pandangan miring kepada kapitalisme tersebut semakin keraspada era 1990-an di mana berbagai ahli ekonomi Barat generasi dekade ini danpara ahli ekonomi Islam pada generasi yang sama menyatakan secara tegas bahwa teori ekonomi telah mati, di antaranyayang paling menonjol adalah Paul Ormerod. Dia menulis buku (1994) berjudul The Death of Economics (Matinya IlmuEkonomi). Dalam buku ini ia menyatakan bahwa dunia saat ini dilanda suatukecemasan yang maha dahsyat dengan kurang dapat beroperasinya sistem ekonomiyang memiliki ketahanan untuk menghadapi setiap gejolak ekonomi maupun moneter.Indikasi yang dapat disebutkan di sini adalah pada akhir abad 19 dunia mengalami krisis dengan jumlah tingkatpengangguran yang tidak hanya terjadi di belahan diunia negara-negaraberkembang akan tetapi juga melanda negara-negara maju.

SelanjutnyaOmerrod menandaskan bahwa ahli ekonomi terjebak pada ideologi kapitalisme yangmekanistik yang ternyata tidak memiliki kekuatan dalam membantu dan mengatasiresesi ekonomi yang melanda dunia. Mekanisme pasar yang merupakan bentuk dari sistem yang diterapkan kapitalis cenderung padapemusatan kekayaan pada kelompok orang tertentu.

Karena itu,kini telah mencul gelombang kesadaran untuk menemukan dan menggunakan sistemekonomi "baru" yang membawa implikasi keadilan, pemerataan, kemakmuran secarakomprehensif serta pencapaian tujuan-tujuan efisiensi. Konsep ekonomi barutersebut dipandang sangat mendesak diwujudkan. Konstruksi ekonomi tersebut dilakukan dengan analisisobjektif terhadap keseluruhan format ekonomi kontemporer dengan pandangan yangjernih dan pendekatan yang segar dankomprehensif.

Di bawah dominasi kapitalisme, kerusakan ekonomiterjadi di mana-mana. Dalam beberapa tahun terakhir ini, perekonomian duniatengah memasuki suatu fase yang sangat tidak stabil dan masa depan yang samasekali tidak menentu. Setelah mengalami masa sulit karena tingginya tingkatinflasi, ekonomi dunia kembali mengalami resesi yang mendalam, tingkatpengangguran yang parah, ditambah tingginya tingkat suku bunga riil sertafluktuasi nilai tukar yang tidak sehat.

Dampaknya tentu saja kehancuran sendi-sendiperekonomian negara-negara berkembang, proyek-proyek raksasa terpaksa mengalamipenjadwalan ulang, ratusan pengusaha gulung tikar, harga-harga barang dan jasatermasuk barang-barang kebutuhan pokok mengalami kenaikan tak terkendali.

Krisis tersebut semakin memprihatinkan karenaadanya kemiskinan ekstrim di banyak negara, berbagai bentuk ketidakadilansosio-ekonomi, besarnya defisit neraca pembayaran, dan ketidakmampuan beberapanegara berkembang untuk membayar kembali hutang mereka. Henry Kissingermengatakan, kebanyakan ekonom sepakat dengan pandangan yang mengatakan bahwa "Tidaksatupun diantara teori atau konsep ekonomi sebelum ini yang tampak mampumenjelaskan krisis ekonomi dunia tersebut" (News Week, "Savingthe World Economy").

Melihat fenomena-fenomenayang tragis tersebut, maka tidak mengherankan apabila sejumlah pakar ekonomiterkemuka, mengkritik dan mencemaskan kemampuan ekonomi kapitalisme dalammewujudkan kemakmuran ekonomi di muka bumi ini. Bahkan cukup banyak klaim yangmenyebutkan bahwa kapitalisme telah gagal sebagai sistem dan model ekonomi.

Kehadiran konsep ekonomi baru tersebut, bukanlahgagasan awam, tetapi mendapat dukungan dari ekonom terkemuka di dunia yangmendapat hadiah Nobel 1999, yaitu Joseph E.Stiglitz. Dia danBruce Greenwald menulis buku "Toward a New Paradigm in Monetary Economics".Mereka menawarkan paradigma baru dalam ekonomi moneter. Dalambuku tersebut mereka mengkritik teori ekonomi kapitalis (konvensional)dengan mengemukakan pendekatan moneter baru yang entah disadari atau tidak,merupakan sudut pandang ekonomi Islam di bidang moneter, seperti peranan uang,bunga, dan kredit perbankan (kaitan sektor riil dan moneter).

Rekonstruksi Ekonomi Syariah Sebuah Keharusan

Olehkarena kapitalisme telah gagal mewujudkan kesejahteraan yang berkeadilan, makamenjadi keniscayaan bagi umat manusia zaman sekarang untuk mendekonstruksiekonomi kapitalisme dan merekonstruksi ekonomi berkeadilan dan berketuhananyang disebut dengan ekonomi syariah. Dekonstruksi artinya meruntuhkan paradigma,sistem dan konstruksi materialismekapitalisme, lalu menggantinya dengansistem dan paradigma syari'ah. Capaian-capaian positif di bidang sains dan teknologi tetap ada yangbisa kita manfaatkan, Artinya puing-puing keruntuhan tersebut ada yang bisa digunakan, seperti alat-alatanalisis matamatis dan ekonometrik,.dsb. Sedangkan nilai-nilai negatif,paradigma konsep dan teori yang destrutktif, filosofi materalisme, pengabaianmoral dan banyak lagi konsep kapitalisme di bidang moneter dan ekonomipembangunan yang harus didekonstruksi. Karena tanpa upaya dekonstruksi, krisisdemi krisis pasti terus terjadi, ketidakadilan ekonomi di dunia akan semakinmerajalela, kesenjangan ekonomi makin menganga, kezaliman melalui sistem ribadan mata uang kertas semakin hegemonis.

Sekarang tergantung kepada paraakademisi dan praktisi ekonomi syari'ah untuk menyuguhkan konstruksi ekonomisyariah yang benar-benar adil, maslahah, dan dapat mewujudkan kesejahteraanumat manusia, tanpa krisis finansial, (stabilitas ekonomi), tapa penindasan,kezaliman dan penghisapan, baik antar individu dan perusahaan, negara terhadapperusahaan, maupun negara kayaterhadap negara miskin. 

*Penulis adalah Sekjen DPP Ikatan AhliEkonomi Islam Indonesia (IAEI) dan Dosen Ekonomi Syariah Pascasarjana PSTTI UI,Islamic Economics and Finance Universitas TRISAKTI dan Pascasarjana ManajemenPerbankan dan Keuangan Islam Univertsiyatas Paramadina, dan PascasarjanaEkonomi dan Perbankan Islam Univ. Islam Az-Zahro

Akar Krisis Ekonomi Dunia; Perspektif Syari'ah

Krisis ekonomi Asia yang terjadi dalam satu dasawarasa belakangan ini, merupakan fenomena yang mengejutkan dunia, tidak saja bagi pemikir ekonomi mikro dan makro, tetapi juga bagi para elite politik dan para pengusaha. Dalam sejarah ekonomi, ternyata krisis sering terjadi di mana-mana. Bahkan krisis demi krisis ekonomi terus berulang tiada henti, sejak tahun 1923, 1930, 1940, 1970, 1980, 1990, dan 1998 - 2001. Krisis itu terjadi baik di Amerika Serikat, Eropa, Amerika latin, dan terparah di Asia.
Apakah akar persoalan krisis dan resesi yang menimpa berbagai belahan dunia tersebut ? Dalam menjawab pertanyaan tersebut, cukup banyak para pengamat dan ekonom yang berkomentar dan memberikan analisis dari berbagai sudut pandang. Dalam menganalisa penyebab utama timbulnya krisis moneter tersebut, banyak para pakar ekonomi berkonklusi bahwa kerapuhan fundamental ekonomi (fundamental economic fragility) adalah merupakan penyebab utama munculnya krisis ekonomi. Hal ini seperti disebutkan oleh Michael Camdessus (1997), Direktur International Monetary Fund (IMF) dalam kata-kata sambutannya pada Growth-Oriented Adjustment Programmes (kurang lebih) sebagai berikut: “Ekonomi yang mengalami inflasi yang tidak terkawal, defisit neraca pembayaran yang besar, pembatasan perdagangan yang berkelanjutan, kadar pertukaran mata uang yang tidak seimbang, tingkat bunga yang tidak realistik, beban hutang luar negeri yang membengkak dan pengaliran modal yang berlaku berulang kali, telah menyebabkan kesulitan ekonomi, yang akhirnya akan memerangkapkan ekonomi negara ke dalam krisis ekonomi”.
Ini dengan jelas menunjukkan bahwa defisit neraca pembayaran (deficit balance of payment), beban hutang luar negeri (foreign debt-burden) yang membengkak–terutama sekali hutang jangka pendek, investasi yang tidak efisien (inefficient investment), dan banyak indikator ekonomi lainnya telah berperan aktif dalam mengundang munculnya krisis ekonomi.Sementara itu, menurut pakar ekonomi Islam, penyebab utama krisis adalah kepincangan sektor moneter (keuangan) dan sektor riel yang dalam Islam dikategorikan dengan riba. Sektor keuangan berkembang cepat melepaskan dan meninggalkan jauh sektor riel. Bahkan ekonomi kapitalis, tidak mengaitkan sama sekali antara sektor keuangan dengan sektor riel.
Tercerabutnya sektor moneter dari sektor riel terlihat dengan nyata dalam bisnis transaksi maya (virtual transaction) melalui transaksi derivatif yang penuh ribawi. Transaksi maya sangat dominan ketimbang transaksi riil. Transaksi maya mencapai lebih dari 95 persen dari seluruh transaksi dunia. Sementara transaksi di sektor riel berupa perdagngan barang dan jasa hanya sekitar lima persen saja. Celakanya lagi, hanya 45 persen dari transaksi di pasar, yang spot, selebihnya adalah forward, futures,dan options. Islam sangat mencela transaksi dirivatif dan menghalalkan transaksi riel. Hal ini dengan tegas difirmankan Allah dalam Surah Al-Baqarah : 275 : Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Jual beli dan perdagangan adalah usaha yang mengkaitkan sektor riil dengan sektor moneter.
Demikian juga mudharabah, musyarakah, dan ijarah adalah skim yang berbasis sektor riil. Jadi, ekonomi Islam memiliki prinsip real based economy, bukan moneter based economy.Sebagaimana disebut di atas, perkembangan dan pertumbuhan finansial di dunia saat ini, sangat tak seimbang dengan pertumbuhan sektor riel. Realitas ketidakseimbangan arus moneter dan arus barang/jasa tersebut, mencemaskan dan mengancam ekonomi berbagai negara. Pakar manajamen tingkat dunia, Peter Drucker, menyebut gejala ketidakseimbangan antara arus moneter dan arus barang/jasa sebagai adanya decopling, yakni fenomena keterputusan antara maraknya arus uang (moneter) dengan arus barang dan jasa.Fenomena ketidakseimbangan itu dipicu oleh maraknya bisnis spekulasi (terutama di dunia pasar modal, pasar valas dan proverti), sehingga potret ekonomi dunia seperti balon saja (bubble economy).
Disebut ekonomi balon, karena secara lahir tampak besar, tetapi ternyata tidak berisi apa-apa kecuali udara. Ketika ditusuk, ternyata ia kosong. Jadi, bublle economy adalah sebuah ekonomi yang besar dalam perhitungan kuantitas moneternya, namun tak diimbangi oleh sektor riel, bahkan sektor riel tersebut amat jauh ketinggalan perkembangannya.Sekedar ilustrasi dari fenomena decoupling tersebut, misalnya sebelum krisis moneter Asia, dalam satu hari, dana yang gentayangan dalam transaksi maya di pasar modal dan pasar uang dunia, diperkirakan rata-rata beredar sekitar 2-3 triliun dolar AS atau dalam satu tahun sekitar 700 triliun dolar AS.
Padahal arus perdagangan barang secara international dalam satu tahunnya hanya berkisar 7 triliun dolar AS. Jadi, arus uang 100 kali lebih cepat dibandingkan dengan arus barang (Didin S Damanhuri, Problem Utang dalam Hegemoni Ekonomi). Dalam ekonomi Islam, jumlah uang yang beredar bukanlah variabel yang dapat ditentukan begitu saja oleh pemerintah sebagai variabel eksogen. Dalam ekonomi Islam, jumlah uang yang beredar ditentukan di dalam perekonomian sebagai variabel endogen, yaitu ditentukan oleh banyaknya permintaan uang di sektor riel atau dengan kata lain, jumlah uang yang beredar sama banyaknya dengan nilai barang dan jasa dalam perekonomian.
Dalam ekonomi Islam, sektor finansial mengikuti pertumbuhan sektor riil, Inilah perbedaan konsep ekonomi Islam dengan ekonomi konvensional. Ekonomi konvensional memisahkan antara sektor finansial dan sektor riil. Sedangkan ekonomi Islam mengkaitkan sektor moneter dan riil secara ketat, sehingga kegiatan ekonomi dan bisnis benar-benar riil, dan tidak ada spekulasi dan transaksi maya lainnya. Maka, dengan sistem ekonomi Islam, ekonomi dunia dan negara akan jauh lebih stabil dan tentunya jauh lebih adil. Mudharat dan bahaya sistem finansial kapitalis telah terbukti nyata di berbagai belahan dunia. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa sistem finansial Islam adalah solusi dan terapi mujarab krisis ekonomi dunia.

ISLAM, INDONESIA DAN KESEJAHTERAAN


Oleh : Ma'mur Hasanuddin (Anggota Komisi III DPR) 


Indonesia, selalu dikenang dengan keindahan alamnya, dimana tanah-tanah yang subur telah menumbuhkan berbagai tanaman yang menghidupi masyarakatnya. Allah SWT telah memberikan kondisi alam yang serba seimbang bagi rakyat Indonesia. Disini tidak ada panas yang terlalu, tidak pula ada dingin yang terlalu, tidak ada malam yang berkepanjangan, tidak pula ada siang yang berkepanjangan. Semua berjalan seimbang. 

Kekayaan alam Indonesia sungguh luar biasa. Kita tidak perlu repot memperhatikan data statistik mengenai kekayaan alam kita, datangnya orang-orang asing beserta instrument korporasi dan diplomatiknya dari berbagai belahan dunia untuk mengeksploitasi kekayaan alam kita, baik dari sisi pertanian dan perkebunan (zaman imperialis kuno), maupun barang tambang (imperialis modern) dapat menjadi indikator yang nyata betapa luar biasanya kekayaan alam kita. Eksploitasi itu telah berlangsung ratusan tahun dan masih terus terjadi sampai hari ini. 

Timbul kegelisahan ketika kita memikirkan mengenai kekayaan alam kita itu lalu membandingkannya dengan realitas kemiskinan yang dihadapi rakyat kita. Tanah-tanah yang subur seakan tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya berupa pangan, sehingga tragedi kemisikinan menjadi fenomena yang tak terbantahkan. Fenomena bunuh diri dimana-mana, orang tua membunuh anaknya, anak-anak muda menjadi pengedar narkoba, masyarakat yang larut dalam khayalan datangnya "uang kaget", masyarakat yang menikmati ketakhayulan, anak muda yang bermimpi untuk segera menjadi "idola", masyarakat yang bangga menjadi peminta-minta, masyarakat yang kehilangan kepercayaan dan harga diri, dan lain sebagainya menjadi berita yang seolah biasa karena begitu seringnya. Dan jika ditelusuri umumnya bersumber dari persoalan yang sama, yakni kesulitan ekonomi akibat beban hidup yang semakin tinggi. Di negeri yang kaya raya, rakyatnya hidup sengsara, begitulah kesimpulan umum kita semua. 

Tentu kita tidak bisa membiarkan hal ini menjadi realitas yang statis tanpa perubahan. Karena hal tersebut merupakan pengingkaran dari hakikat kemerdekaan yang telah diperjuangkan oleh para pahlawan. Perjuangan merebut kemerdekaan, sesungguhnya adalah keinginan untuk melepaskan diri dari belenggu ketidakmerdekaan yang memenjara rakyat selama ini. Belenggu itu wujud dalam bentuk kemiskinan, kebodohan dan penindasan. Inilah belenggu yang ingin kita hancurkan. Oleh karenanya cita-cita kita ketika mendirikan Negara tidak lain adalah untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia. Masyarakat yang sejahtera, bangsa yang cerdas dan dunia yang tertib belum kita lihat wujudnya dalam skala nasional, baik selama orde lama maupun orde baru. Itulah sebabnya kata reformasi diperjuangkan. Sehingga dapat dikatakan bahwa esensi dari reformasi tidak lain adalah keinginan untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan itu sendiri, yakni masyarakat yang sejahtera, bangsa yang cerdas dan dunia yang tertib.

PENJAJAHAN ITU MASIH TERJADI. 

Apa sebenarnya yang terjadi dari realitas kemiskinan di negeri kaya raya ini ? Para ahli ekonomi melihatnya dalam dua pendekatan. Pertama kemiskinan yang terjadi dianggap sebagai kemiskinan struktural. Dimana masyarakat miskin karena kebijakan struktur Negara yang menyebabkan mereka menjadi miskin. Pendekatan pembangunan yang hanya memprioritaskan kepentingan segelintir orang menyebabkan sebagian besar rakyat tidak memiliki akses yang memadai untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Dan hal ini secara sadar telah dilakukan oleh Negara dengan kebijakan-kebijakan pembangunannya. 

Kedua, para ahli berpendapat bahwa yang terjadi sebenarnya adalah kemisikinan kultural. Pandangan ini mengatakan bahwa kemiskinan yang terjadi sesungguhnya karena budaya masyarakat yang kurang produktif, malas, tidak memiliki visi tentang kesejahteraan dan lain sebagainya. Budaya miskin ini disebabkan oleh kurangnya pendidikan yang memadai. Diantara perdebatan kedua pendapat tersebut, ada hal yang sebenarnya masih terjadi sampai hari ini, namun kurang begitu disadari. Padahal dampaknya sangat jelas dimana hal tersebut telah menyebabkan kemiskinan yang nyata, yakni penjajahan. Hakikat dari penjajahan adalah pemiskinan, karena penjajah ingin menghisap kekayaan negeri yang dijajah untuk sebesar-besarnya kemakmuran mereka. Portugis, Belanda dan Jepang datang ke bumi nusantara di masa lalu untuk memasarkan produk industri mereka seraya menghisap hasil bumi kita. Rakyat mereka sejartera karenanya, sementara rakyat kita menjadi termiskinkan dan hidup sengsara. Apakah setelah proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945 para penjajah itu langsung angkat kai dari bumi pertiwi? 

Profesor Veth seorang peneliti Indonesia diawal abad 20 pernah mengatakan Indonesia sejak awalnya selalu menjadi bangsa yang terjajah. Dalam tulisannya ia menyitir sebuah syair; "dipantainya tanah jawa rakyat berdesak-desakan, datang selalu tuan-tuannya setiap masa,mereka beruntun-runtun bagai runtunan awan, tapi anak pribumi sendiri tak pernah kuasa". Fenomena penjajahan sebagaimana dikatakan Veth ini dikuatkan oleh Yusuf Qardhawi dalam bukunya Menyongsong Abad 21. Beliau mengingatkan : "meskipun kolonialisme militer Barat telah membawa pulang slogan-slogannya dan meninggalkan jajahannya namun ia meninggalkan penjajahan yang lebih berbahaya dan lebih dalam pengaruhnya dalam kehidupan, yaitu kolonialisme peradaban". Agaknya analisis Veth tidak terlalu jauh meleset. Jika kita cermati, saat ini modal asing bergerak dari Sabang sampai Merauke, mencari tanah-tanah yang subur, baik untuk lahan pertanian, industri maupun pertambangan. Mereka membangun kerajaan-kerajaan bisnis yang megah di atas tanah Indonesia, mereka duduk di atas singgasana layaknya seorang raja, sementara anak Indonesia sebagai pewaris syah bumi pertiwi ini cukup gembira dengan menjadi pekerja mereka. Banjirnya barang-barang impor yang membasmi habis industri dalam negeri dibiarkan tanpa kendali atas nama globalisasi. Pasar-pasar tradisional kita gulung tikar karena konsumennya dirampas pasar-pasar modern yang berdiri seenaknya dengan melawan aturan. Berbagai sektor industri menghadapi hari-hari yang penuh frustasi karena kehilangan proteksi di tengah ganasnya rimba raya globalisasi industri. 

Inilah penjajahan itu. Inilah lambang ketidakmerdekaan kita. EVALUASI KEBIJAKAN PUBLIK Kebijakan publik yang tepat memberikan pengaruh yang signifikan dalam upaya kita keluar dari tragedi kemiskinan dinegeri yang penuh dengan kekayaan. Dalam teorinya ada tiga dimensi yang harus diperhatikan dalam pendekatan kebijakan publik, yaitu dimensi tindakan yang legal atau sah secara hukum atau authoritative choice, dimensi hipotesis atau hypothesis, dan dimensi tujuan atau objective (Briedgmen dan Davis, 2004). 

Dimensi pertama tidak hanya menyangkut pada siapa yang mengeluarkan kebijakan, tetapi juga bagaimana kebijakan itu bisa lahir dalam konteks lembaga atau institusi resmi mana saja yang sudah memberikan persetujuan atas lahirnya kebijakan itu. Persetujuan lembaga resmi itu pun harus pula didasarkan pada partisipasi kelompok, baik masyarakat maupun birokraksi yang terkait dengan lembaga resmi tersebut. 

Pada dimensi kedua terkandung keharusan bagi kebijakan publik untuk dilahirkan berdasarkan pendekatan teoritis, modelistik, atau hipotesis mengenai sebab-akibat. Artinya kebijakan publik juga bermakna metodologis ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan oleh orang yang memang memiliki wewenang menghasilkan kebijakan publik tersebut. Selain itu, dimensi kedua ini juga menyiratkan adanya antisipasi atas berbagai kemungkinan yang bisa terjadi akibat implementasi kebijakan publik itu. Bukan sebuah kebijakan publik yang baik jika ia hanya berhenti pada tataran instruksi tanpa masuk pada tataran antisipasi, meski tidak harus secara eksplisit dinyatakan. 

Sedangkan pada dimensi ketiga, sebuah kebijakan publik harus memiliki kejelasan tujuan. Jika ada beberapa tujuan maka instruksi pada kebijakan itu harus secara jelas mengarah pada tercapainya semua tujuan. Makna berikutnya pada dimensi ini adalah adanya tahap yang nyata dan sistematis dalam ruang waktu yang terukur hingga tujuan tersebut bisa tercapai. Berdasarkan pendekatan tersebut di atas kita dapat melakukan evaluasi atas praktek kebijakan publik yang telah terjadi selama ini serta bagaimana dampaknya bagi kesejahteraan publik. 

Dalam hal dimensi pertama, kita menyaksikan pada era orde baru kebijakan pembangunan bersifat sangat sentralistik, dimana partisipasi publik sangat lemah, sementara DPR selaku wakil rakyat yang sedianya dapat menjadi saluran aspirasi rakyat cenderung hanya menjadi tukang stempel dari seluruh kebijakan pemerintah. Kita mendengar istilah executive heavy, dimana presiden selaku pembuat kebijakan terlalu kuat. Akibatnya pemerintah nyaris tanpa kendali ketika menyusun kebijakan-kebijakannya. Saat ini terbuka peluang bagi masyarakat untuk berpartisipasi lebih besar dalam penentuan kebijakan publik, terlebih di era otomi daerah. Partisipasi masyarakat yang lebih luas ini diharapkan dapat mendorong terciptanya kebijakan publik yang akomodatif terhadap aspirasi dan kepentingan publik yang lebih luas, khususnya dalam bidang kesejahteraan. Dalam hal pendekatan pembangunan, kita telah mengalami model pembangunan dengan pendekatan gotong royong (kata lain dari sosialis di zaman Soekarno) di era orde lama, kita juga telah menggunakan pendekatan kapitalis yang berorientasi pasar di era orde baru. Kedua pendekatan tersebut terbukti gagal memberikan kesejahteraan yang adil bagi seluruh rakyat Indonesia. Bersama orde lama kita miskin bersama, bersama orde baru kesenjangan antara si miskin dan si kaya luar biasa. Untuk itu kita perlu mempertimbangkan pendekatan baru dalam kebijakan publik, khususnya dalam bidang ekonomi.

Pendekatan Islam patut dipertimbangkan untuk menggantikan semua kegagalan yang telah kita alami. Dari sisi tujuan pembangunan, orde baru telah menjadikan pertumbuhan ekonomi yang tinggi sebagai tujuan yang paling penting. Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa hal ini telah menghasilkan kemajuan yang berarti, namun juga telah mewariskan berbagai permasalahan mendasar yang harus diselesaikan. Pembangunan ekonomi pada masa lalu telah melahirkan kesenjangan yang mencolok antar golongan, antar wilayah, antar kelompok masyarakat, serta tingkat kemiskinan masih tetap sangat tinggi. Dari sisi tujuan, jelas kita harus melakukan perumusan ulang yakni pembangunan harus ditujukan untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. ISLAM DAN KESEJAHTERAAN Islam sesungguhnya agama yang sangat memperhatikan kesejahteraan ummatnya. Adanya perintah zakat sebagai rukun Islam bukan sekedar ingin menumbuhkan empati pada mereka yang miskin, melainkan juga mendorong ummat Islam untuk hidup lebih sejahtera sehingga dapat menunaikan rukun Islam sebagai muzakki bukan sebagai mustahik secara permanen. 

Dalam Islam, baitulmal didirikan sebagai salah satu instrument untuk membangun kesejahteraan publik, dimana Negara memiliki otoritas untuk melakukan redistribusi kekayaan di kalangan ummat Islam, baik secara sukarela maupun secara paksa. Cita-cita mengenai kesejahteraan publik sebenarnya telah dicetuskan oleh Nabi Ibrahim as jauh sejak ribuan tahun lalu. Di tanah Mekkah yang tandus dan gersang, Nabi Ibrahim telah menancapkan cita-cita kesejahteraan bagi negerinya melalui do'a "Ya Tuhan kami, jadikanlah (negeri Mekkah) ini negeri yang aman dan berilah rezeki berupa buah-buahan kepada penduduknya", (QS 2:126). 

Rasa aman dan ketersediaan kebutuhan pokok bagi penduduk adalah dua indikator utama kesejahteraan suatu negeri. Dua indikator ini pula yang telah dihadirkan dalam kepemimpinan nabi Yusuf dan Sulaiman. Pembangunan kesejahteraan dalam Islam sangat memperhatikan aspek pemerataan, dimana tidak diperkenankan seseorang hidup dengan gelimang kekayaan seraya membiarkan masyarakat sekelilingnya hidup dalam kemiskinan. Hal ini dapat dilihat dalam surat Alhadiid ayat 18 "sesungguhnya orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah, pinjaman yang baik, niscaya akan dilipat gandakan kepada mereka dan bagi mereka pahala yang banyak". Pada surat Al Baqarah ayat 215 Allah SWT mengatakan "apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan". Pada surat Al Hasyr ayat 7 Allah menegaskan "..supaya harta itu jangan hanya beredar diantara orang-orang kaya saja diantara kamu." MODAL SOSIAL DAN SPIRITUAL Eksploitasi dan ketidakadilan yang terjadi yang telah menyebabkan kemiskinan sesungguhnya adalah produk dari budaya kapitalisme yang serakah dan tak kenal etika. Budaya kapitalisme yang serakah, hanya mementingkan kepuasan diri sendiri dan selalu menghalalkan segala cara, sebagaimana dikatakan oleh Danah Zohar dan Ian Marshall dalam bukunya Spiritual Capital ternyata telah merasuk dalam kepribadian sebagian bangsa kita, baik dikalangan politisi, pengusaha maupun elemen masyarakat lainnya. Keserakahan ini boleh jadi merupakan karakter manusia pada umumnya, sebagaimana disinyalir oleh Rasulullah dalam haditsnya "andaikata seseorang itu telah memiliki dua lembah dari emas, pastilah ia akan mencari yang ketiganya sebagai tambahan dari dua lembah yang sudah ada itu" (Bukhari dan Muslim). 

Patut dicatat bahwa keserakahan inilah sesungguhnya yang telah menghadirkan penjajahan antar bangsa atau penjajahan sesama anak bangsa. Keserakah pada akhirnya mengantarkan manusia pada banyak kerusakan. Inilah hukum gerak dari kapitalisme yang terjebak pada perburuan harta semata-mata untuk harta itu sendiri. Sebagaimana dikatakan oleh Danah Zohar dan Ian Marshall bahwa kapitalisme sesungguhnya memikat motif-motif egoisitas manusia yang pada akhirnya menyeret eksploitasi terhadap pihak lemah oleh pihak yang kuat Kesejahteraan publik sesungguhnya dapat dibangun tidak hanya dengan pendekatan meterial semata seperti kekayaan alam, kecanggihan teknologi, berlimpahnya uang, dan lain sebagainya. Kesejahteraan publik dapat dibangun dengan pendekatan modal sosial dan spiritual. Modal sosial merupakan kemampuan yang timbul dari adanya kepercayaan dalam suatu komunitas (Fukuyama, 1995).

Modal sosial juga bermakna sebagai sumber yang timbul dari hasil interaksi di antara orang-orang yang berada dalam suatu komunitas. Karena itu modal sosial harus dibangun melalui tiga elemen, yaitu kepercayaan, norma, dan jaringan (Ridell, 1997). Sementara modal spitirual merupakan kemampuan memberi makna yang lebih mendasar dari upaya memperoleh kesejahteraan. Modal spiritual adalah modal yang ditingkatkan dengan memanfaatkan sumber-sumber daya dalam jiwa manusia, dimana manusia berusaha menemukan makna, tujuan, dan pandangan yang paling berarti dalam hidup, dan bagaimana ini semua diterapkan dalam kehidupan dan strategi-strategi perilaku kita (Danah Zohar & Ian Marshall, 2004). 

Penggunaan modal sosial dan spiritual dalam pembangunan tidak hanya melahirkan masyarakat yang dapat memenuhi kebutuhan pokoknya melainkan juga rasa aman dan ketentraman batin. Karena lahirnya kebermaknaan dan kebersamaan dalam membangun kesejahteraan dapat mengeliminir perilaku serakah yang merusak yang telah melahirkan banyak kejahatan serta perasaan tidak aman dan kegelisahan. Inilah hakikat kesejahteraan yang tersurat dalam do'a nabi Ibrahim di mekkah. Pembangunan kesejahteraan dalam Islam sesungguhnya syarat dengan pendekatan penggunaan modal sosial dan spiritual. Islam sangat memperhatikan kebermaknaan dalam setiap amal. "sesungguhnya segala sesuatu tergantung pada niatnya" demikian dikatakan oleh Rasulullah. Niat ini merupakan elemen penting yang memberikan hidup menjadi lebih bermakna. 

Dalam Islam proses pembangunan kesejahteraan tidak lain diniatkan sebagai bagian dari pengabdian kepada Allah SWT. Sebagai khalifalullah di muka bumi, salah satu ibadah seorang muslim adalah bagaimana memakmurkan bumi ini, sehingga Islam menjadi rahmatanlil'alamin. Islam sama sekali tidak mengajarkan ummatnya untuk hanya berfokus pada tujuan-tujuan sempit yang berdimensi jangka pendek. Kita dapat menyimak dalam banyak naskah do'a dalam Islam. Misalnya do'a makan "Ya Allah,berkahilah kami dari rizki yang kami miliki dan jauhkanlah kami dari api neraka". Dalam teks ini jelas, bahwa ketika makan kita tidak hanya berharap agar kenyang semata. 
Islam mengajak kita untuk memiliki kesadaran bahwa apa yang kita makan dapat berdampak jauh, yakni pada surga dan neraka. Oleh karenanya kita memohon agar rizki yang kita makan tidak membawa kita pada api neraka. Begitu juga do'a sapu jagat yang biasa kita ucapkan, kita diajak menyadari bahwa kebaikan hakiki tidak boleh hanya berhenti di dunia melainkan juga di akhirat. Dalam menghadirkan kebermaknaan pada setiap upaya mencapai kesejahteraan, Allah SWT juga mengingatkan dalam surat Ali Imran ayat 14 "dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik". Kesadaran akan konsekuensi jangka panjang ini menyebabkan kita harus memilih mana makanan yang dapat membawa kita pada surga mana yang dapat mendorong kita ke neraka. Jika kesadaran jangka panjang ini ada di dalam setiap peribadi maka setiap orang akan berfikir ulang untuk melakukan kerusakan atau korupsi dan kolusi dalam mendapatkan rizki. 

Inilah kebermaknaan yang dapat melahirkan kontrol diri dan ketentraman. Selain kebermaknaan, Islam juga mengajarkan kebersamaan dalam setiap tindakan. Dalam hadits, Rasullah mengungkapkan akan tingginya nilai sholat secara berjama'ah dan manfaat silaturahmi dalam memperbanyak rizki. Untuk melakukan kebaikan memperoleh takwa Al Qur'an malah menyuruh ummat islam untuk saling membantu. "dan bantu membantulah kamu dalam kebaikan dan takwa dan janganlah kamu saling mambantu dalam dosa" (QS. Al Maidah :2) . 

Aspek kebersamaan ini sangat dipentingkan dalam Islam, bahkan Allah SWT mengatakan bahwa tangan Allah bersama jamaah. PLATFORM PKS DALAM MENCAPAI KESEJAHTERAAN Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebagai sebuah partai Islam, sebagaimana namanya yang membawa kata sejahtera sangatlah peduli pada agenda-agenda kesejahteraan rakyat. Agenda-agenda kesejahteraan ini terlihat jelas dalam Platform PKS, khususnya dalam bidang ekonomi dan sosial budaya. Misi PKS dalam bidang ekonomi adalah "mengentaskan kemiskinan, mengurangi pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat". Bagi PKS pemberantasan kemiskinan adalah tanggung jawab utama kemanusiaan berkaitan dengan penciptaan keadilan dan kesejahteraan sosial secara merata, sehingga harus mendapat prioritas tertinggi dalam pembangunan ekonomi nasional. Sementara misi PKS dalam bidang sosial budaya adalah "membangun kecerdasan manusia Indonesia, kesalehan sosial, dan kemajuan budaya demi mengangkat martabat bangsa". Dalam bahasan yang lebih gamblang dapat diterjemahkan sebagai "menghapus kebodohan, kekerasan sosial dan keterbelakangan budaya", sebab PKS memandang kebodohan, kekerasan, serta keterbelakangan sebagai musuh sosial seluruh bangsa. 

Selama ini penyumbang terbesar angka kemiskinan di Indonesia adalah sektor pertanian di pedesaan dan dan sektor informal di perkotaan. Dalam pandangan PKS, kenyataan ini merupakan paradok mengingat potensi yang sangat besar bagi Indonesia di sektor pertanian, perkebunan, kehutanan dan perikanan. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian tidak mendapat perhatian yang memadai dalam pembangunan ekonomi nasional selama ini. Oleh karena itu PKS menetapkan strategi pengentasan kemiskinan melalui program melipatgandakan produktifitas penduduk tani dan nelayan dan penduduk di sektor informal di perkotaan. Dalam hal ini kader PKS yang mendapat amanah sebagai menteri pertanian, dalam konteks pemerintahan koalisi, tengah berusaha keras merealisasikan platform ini. Alhamdulillah, sebagaimana kita saksikan, saat ini Indonesia telah berhasil mencapai swasembada beras, suatu capaian yang belum pertah terjadi sejak 25 tahun terakhir. 

Dalam bidang sosial budaya langkah yang diambil PKS untuk mensejahterakan bangsa adalah berusaha memastikan pemenuhan kebutuhan dasar (basic need) meliputi pangan, sandang dan papan. Selain itu PKS juga berfokus pada upaya peningkatan partisipasi pendidikan yang bermutu. Dalam hal mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan ini, PKS berusaha memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi seluruh rakyat Indonesia untuk mendapatkan pendidikan dengan meningkatkan kemampuan dan kesejahteraan guru sebagai pilar utama pembangunan pendidikan nasional. Dalam hal ini kader-kader PKS, meski masih dalam skala terbatas, telah berusaha membangun pusat-pusat pendidikan percontohan yang berkualitas dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat melalui model sekolah-sekolah Islam terpadu. Bagian dari upaya kesejahteraan yang sedang diperjuangkan oleh PKS juga adalah terwujudnya kesehatan paripurna bagi seluruh rakyat Indonesia, sehingga dapat membangun bangsa dan Negara dalam kerangka beribadah kepada Allah SWT. Kesehatan paripurna dalam pandangan PKS haruslah meliputi sehat badan, mental spiritual dan sosial yang dimulai dengan sehat individu, sehat keluarga, sehat masyarakat, dan sehat bangsa dan Negara. 

Karena itu, Indonesia negeri yang kaya rakyatnya sengsara harus menjadi sejarah masa lalu bangsa ini. Untuk itu diperlukan komitmen dan ketulusan dari seluruh anak bangsa untuk membangun bumi pertiwi tercinta ini dari segela keterpurukan yang dialami. Islam sesungguhnya adalah jalan keluar yang dapat dipilih untuk menujuh kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Karena Islam mengajarkan komitmen dan ketulusan tersebut sebagai modal sosial yang penting dalam pembangunan. PKS memandang tidak layak negeri muslim yang subur ini rakyatnya tidak makmur. Oleh karenanya PKS mencoba menawarkan diri untuk menjadi solusi bagi negeri ini. Sebagaimana pernah dikatakan oleh Hasan Albanna , kami juga ingin mengatakannya. Dengan seluruh komitmen dan ketulusan yang kami miliki, kami ingin mengatakan "Betapa inginnya kami agar rakyat ini mengetahui bahwa mereka lebih kami cintai daripada diri kami sendiri. Kami berbangga ketika jiwa-jiwa kami gugur sebagai penebus bagi kehormatan mereka, jika memang tebusan itu yang diperlukan. Atau menjadi harga bagi tegaknya kejayaan, kemuliaan dan terwujudnya cita-cita mereka, jika memang itu harga yang harus dibayar. Tiada sesuatu yang membuat kami bersikap seperti ini selain rasa cinta yang telah mengharu-biru hati kami, menguasai perasaan kami, memeras habis air mata kami dan mencabut rasa ingin tidur dari pelupuk mata kami. Betapa berat rasa di hati ketika kami menyaksikan bencana yang mencabik-cabik rakyat ini, sementara kita hanya sanggup menyerah pada kehinaan dan pasrah oleh keputusasaan." Semoga Allah swt selalu memberkahi negeri ini dan rakyatnya. Amin.

Sunday, September 28, 2008

Ekonomi Syariah Untuk Kemaslahatan Bangsa


Cetak E-mail
Ditulis oleh Agustianto

(Argumentasi Rasional RUU Sukuk dan RUU Perbankan Syariah)

Kelahiran Undang-Undang Perbankan Syariah dan Undang-Undang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)sebenarnya sudah diambang pintu. Sejak lama masyarakat ekonomi syariah mendambakan dan menanti kehadirannya di Indonesia. Saat ini, DPR RI tengah mengagendakan pembahasan kedua RUU ekonomi syariah tersebut yang direncanakan akan dibahas bulan April mendatang. Namun secara phobi dan irrasional, Partai Damai Sejahtera (PDS) menolak pembahasan kedua RUU tersebut. Memang, di alam demokrasi penolakan tersebut adalah sesuatu yang wajar, tetapi penolakan secara membabi buta dan emosional adalah suatu tindakan yang sangat naif.

Penolakan PDS terhadap kedua RUU ekonomi syariah tersebut antara lain disebabkan karena PDS salah faham dengan ekonomi syariah. Karakter dasar ekonomi syariah ialah sifatnya yang universal dan inklusif. Ekonomi syariah mengajarkan tegaknya nilai-nilai keadilan, kejujuran, transparansi, anti korupsi, dan ekspolitasi. Artinya misi utama ekonomi syariah adalah tegaknya nilai-nilai akhlak moral dalam aktivitas bisnis, baik individu, perusahaan ataupun negara.

Sebagaimana disebut tadi, karakter fundamental dari ekonomi syariah, adalah universal dan inklusif. Bukti universalisme dan inklusivisme ekonomi syariah cukup banyak.

Pertama, bahwa ekonomi syariah telah dipraktikkan di berbagai negara Eropa, Amerika, Australia, Afrika dan Asia. Singapura sebagai negara sekuler juga mengakomodasi sistem keuangan syariah. Bank-Bank raksasa seperti ABN Amro, City Bank, HSBC dan lain-lain, sejak lama telah menerapkan sistem syari’ah. Demikian pula ANZ Australia, juga telah membuka unit syari’ah dengan nama First ANZ International Modaraba, Ltd. Jepang, Korea, Belanda juga siap mengakomodasi sistem syariah. Bagaimana PDS memandang fakta-fakta ini?

Fakta itu sejalan dengan laporan the Banker, seperti dikutip info bank (2006) ternyata Bank Islam bukan hanya di dirikan dan dimiliki oleh negara atau kelompok muslim, tetapi juga di negara-negara non muslim, seperti United kingdom, USA, Kanada, Luxemburg, Switzerland, Denmark, Afrika Selatan, Australia, India, Srilangka, Fhilipina, Cyprus, Virgin Island, Cayman Island, Swiss, Bahama, dan sebagainya. Sekedar contoh tambahan, di luxemburg, yang menjadi Managing Directors di Islamic Bank Internasional of Denmark adalah non Muslim yaitu Dr. Ganner Thorland Jepsen dan Mr. Erick Trolle Schulzt.

Kedua, kajian akademis mengenai ekonomi syariah juga banyak dilakukan di universitas-universitas Amerika dan negara Barat lainnya . Di antaranya, Universitas Loughborough di Inggris. Universitas Wales, Universitas Lampeter yang semuanya juga di Inggeris. Demikian pula Harvard School of Law, (AS), Universitas Durhem, Universitas Wonglongong, Australia. Di Harvard University setiap tahun digelar seminar ekonomi syariah bernama Harvard University Forum yang membahas tentang Islamic Finance.

Malah, tahun 2000 Harvard University menjadi tuan rumah pelaksanaan konferensi Internasional Ekonomi Islam Ke-3.

Perhatian mereka kepada ekonomi syariah dikarenakan keunggulan doktrin dan sistem ekonomi syariah. Karena itulah, maka banyak ekonom non muslim yang menaruh perhatian kepada ekonomi syariah serta memberikan dukungan dan rasa salut pada ajaran ekonomi syariah, seperti Prof Volker Ninhaus dari Jerman (Bochum Universitry), William Shakpeare, Rodney Wilson, dan sebagainya. Dr. Iwan Triyuwono, seorang ahli akuntansi dari Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, ketika menulis disertasinya tentang akuntansi syari’ah di Universitas Wolongong, Australia, mendapat bimbingan dari promotor, seorang ahli akuntansi syari’ah yang ternyata seorang pastur.

Ketiga, Harus pahami larangan riba (usury) yang menjadi jantung sistem ekonomi syariah bukan saja ajaran agama Islam, tetapi juga larangan agama-agama lainnya, seperti Nasrani dan Yahudi. Dengan demikian, bagi pemeluk agama manapun, ekonomi syariah sesungguhnya tidak menjadi masalah.

Pandangan agama Yahudi mengenai bunga terdapat dalam kitab perjanjian lama pasal 22 ayat 25 yang berbunyi, Jika engkau memin-jamkan uang kepada salah seorang dari umatku yang miskin diantara kamu, maka janganlah enkau berkaku seperti orang penagih hutang dan janganlah engkau bebankan bunga uang padanya, melainkan engkau harus takut pada Allahmu supaya saudaramu dapat hidup diantaramu”.

Pandangan agama Nasrani mengenal bunga, terdapat dalam kitab perjanjian lama kitab deuteronomiy pasal 23 ayat 19.”Janganlah engkau membungakan uang terhadap saudaramu baik uang maupun bahan makan yang dibungakan”.Selanjutnya dalam perjanjian baru dalam injil lukas ayat 34 disebutkan, “Jika kamu menghutangi kepada orang yang kamu harapkan imbalannya, maka dimana sebenarnya kehormatan kamu, tetapi berbuatlah kebajikan dan berikanlah pinjaman dengan tidak mengharapkan kembalinya karena pahala kamu akan banyak”.

Melihat pandangan kedua agama tersebut tentang pelarangan bunga, amatlah tepat untuk menyimpulkan bahwa umat non muslimpun harus menyambut baik lembaga-lembaga keuangan dan system ekonomi tanpa bunga. Hal ini dikarenakan ekonomi syariah telah memberikan jalan keluar dari larangan kitab suci di atas. Dan inilah agaknya sarana yang paling tepat untuk mengembangkan kerja sama dalam memerangi bunga yang telah dilarang agama samawi tersebut. Fakta kerjasama ini telah banyak terjadi di Indonesia, seperti di Kupang, Palu, Menado, Maluku Utara dan sebagainya. Para deposan dan nasabah bank-bank syariah banyak (dominan) dari kalangan non muslim dan tokohnya para pendeta.

Keempat, para filosof Yunani yang tidak beragama Islam juga mengecam sistem bunga. Sejarah mencatat, bangsa Yunani kuno yang mempunyai peradaban tinggi, melarang keras peminjaman uang dengan bunga. Aristoteles dalam karyanya politics telah mengecam sistem bunga yang berkembang pada masa Yunani kuno. Dengan mengandalkan pemikiran rasional filosofis, tanpa bimbingan wahyu, ia menilai bahwa sistem bunga merupakan sistem yang tidak adil. Menurutnya uang bukan seperti ayam yang bisa bertelur.

Sekeping mata uang tidak bisa beranak kepingan uang yang lain. Selanjutnya ia mengatakan bahwa meminjamkan uang dengan bunga adalah sesuatu yang rendah derajatnya. Sementara itu, Plato (427-345 SM), dalam bukunya “LAWS”, juga mengutuk bunga dan memandangnya sebagai praktek yang zholim. Menurut Plato, uang hanya berfungsi sebagai alat tukar, pengukuran nilai dan penimbunan kekayaan. Uang sendiri menurutnya bersifat mandul (tidak bisa beranak dengan sendirinya).

Uang baru bisa bertambah kalau ada aktivitas bisnis riel. Pendapat yang sama juga dikemukan Cicero. Ketiga filosof Yunani yang paling terkemuka itu dipandang cukup representatif untuk mewakili pandangan filosof Yunani tentang larangan bunga.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, maka tidak perlu ada yang takut (phobi) kepada ekonomi syariah, karena manfaat ekonomi syariah akan dinikmati oleh semua komponen rakyat di Indonesia, bahkan jika diterapkan di skala global, akan menciptakan tata ekonomi dunia yang adil dan makmur.

Ekonomi syariah yang melarang kegiatan riba dan spekulasi, akan menciptakan stabilitas ekonomi bangsa secara menyeluruh. Ekonomi syariah yang mengedepankan gerakan sektor riil (bukan derivatif), akan secara signifikan menumbuhkan ekonomi nasional dan tentunya ekonomi rakyat. Tegasnya, ekonomi syariah akan membantu pembangunan ekonomi negara dan bangsa.

Argumentasi-argumentasi lain.

Alasan-alasan penerimaan RUU Perbankan dan RUU Surat Berharga Syariah Negara, menjadi Undangt-Undang antara lain :

Pertama, secara yuridis, kehadiran UU Sukuk dan UU Perbankan syariah adalah didasarkan pada Pancasila dan UUD 45. Jadi, penerapan hukum ekonomi syariah di Indonesia memiliki dasar yang sangat kuat. Ketentuan Pasal 29 ayat (1) dengan tegas menyatakan bahwa Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa, pada dasarnya mengandung tiga makna, yaitu:

a. Negara tidak boleh membuat peraturan perundang-undangan atau melakukan kebijakan-kebijakan yang bertentangan dengan dasar keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa;

b. Negara berkewajiban membuat peraturan perundang-undangan atau melakukan kebijakan-kebijakan bagi pelaksanaan wujud rasa keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa dari segolongan pemeluk agama yang memerlukannya;

c. Negara berkewajiban membuat peraturan perundang-undangan yang melarang siapa pun melakukan pelecehan terhadap ajaran agama (paham ateisme).

Dalam pasal 29 ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu. Kata “menjamin” sebagaimana termaktub dalam ayat (2) pasal 29 UUD 1945 tersebut bersifat “imperatif”. Artinya negara berkewajiban secara aktif melakukan upaya-upaya agar tiap-tiap penduduk dapat memeluk agama dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu

Sebenarnya, melalui ketentuan pasal 29 ayat (2) UUD 1945, seluruh syariat Islam, khususnya yang menyangkut bidang-bidang hukum muamalat, pada dasarnya dapat dijalankan secara sah dan formal oleh kaum muslimin, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan jalan diadopsi dalam hukum positif nasional

Keharusan tiadanya materi konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan nilai-nilai ke-Tuhanan Yang Maha Esa tersebut adalah konsekuensi diterapkannya Prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai salah prinsip dasar penyelenggaraan negara Jadi, kehadiran kedua Undang-Undang ekonomi syariah tersebut, tidak bertantangan dengan Pancasila, UUD 45 dan tidak menggangu keutuhan NKRI.

Kedua, secara faktual, sistem ekonomi syariah melalui perbankan telah terbukti menunjukkan keeunggulannya di masa-masa krisis, khususnya krisis yang diawali tahun 1997. Ketika semua bank mengalami goncangan hebat dan sebagian besar dilikuidasi, tetapi bank-bank syariah aman dan selamat dari badai hebat tersebut, karena sistemnya bagi hasil. Ajaibnya, bank syariah dapat berkembang tanpa dibantu sepeserpun oleh pemerintah. Sementara bank-bank konvensional hanya dapat bertahan karena memeras dana APBN dalam jumlah ratusan triliun melalui BLBI dan bunga obligasi.Hal itu berlangsung sampai detik ini. Dana APBN itu adalah hak seluruh rakyat Indonesia, tetapi rakyat terpaksa dikorbankan demi membela bank-bank sistem konvensional agar bisa bertahan. Perbankan syariah tampil sebagai penyelamat ekonomi negara dan bangsa. Maka sangat tidak logis dan irrasional, jika ada pihak yang menolak kehadiran regulasi syariah.

Jadi, yang hendak ditawarkan ekonomi syariah bukanlah ajaran agama tertentu, tetapi adalah nilai-nilai keadilan, kejujuran , tranparansi, tanggung jawab, yang menjadi nilai-nilai universal bagi semua orang. Nilai-nilai itu berasal dari Alquran hadits.

Ketiga, secara historis, pengundangan (legislasi) hukum syariah di Indonesia telah banyak terjadi di Indonesia, seperti UU No 7/1989 tentang Peradilan Agama yang selanjutnya diamendemen UU No 3 Tahun 2006. Demikian pula UU tentang pengelolaan Zakat, UU Perwaqafan, dan UU Haji. Undang-Undang yang mengatur hukum untuk umat Islam saja dapat diterima DPR, apalagi Undang-Undang tentang ekonomi yang bertujuan untuk kebaikan, kemajuan dan kemaslahatan bangsa dan negara secara universal, jelas semakin penting untuk diterima dan diwujudkan oleh siapapun yang terpanggil untuk kemajuan negara.

Keempat, Dengan diundangkannya RUU Sukuk (SBSN), maka aliran dana investasi ke Indonesia akan meningkat, baik dari Luar Negeri (utamanya Timur Tengah) maupun dalam negeri. Menolak RUU tersebut berarti menolak investasi masuk ke Indonesia dan itu berarti menolak kemajuan ekonomi bangsa. Harus disadari, bahwa tujuan ekonomi syariah adalah untuk kemaslahatan seluruh bangsa Indonesia, bukan kelompok tertentu. Pihak yang menolak seperti PDS harus berbesar hati dan bergembira dengan kehadiran kedua Undang-Undang tersebut. Bukan malah secara phobi dan membabi buta menolak dengan alasan sentimentil (hamiyyah) atau kebencian kepada agama tertentu.

Penulis adalah Sekjen Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia dan Dosen Pascasarjana PSTTI UI dan Islamic Economics and Finance Trisakti.

Monday, August 25, 2008

Sinopsis Nedi Yansah (Ditayangkan di Program Tunas Bangsaku TV One)

Nedi Yansah adalah mahasiswa yang aktif, kreatif, dan produktif. Sejak awal kuliah telah tertanam konsep Triple-Ing (Studying, organizing, dan loving) pada dirinya. Nedi sejak awal berusaha keras untuk mewujudkan prinsipnya. Nedi berkomitmen untuk berprestasi dari sisi akademik, keorganisasian, dan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Melalui kristalisasi keringat dan bantuan banyak pihak, Nedi berhasil mewujudkan harapannya. Di detik-detik terakhir karirnya sebagai mahasiwa, Nedi dikenal sebagai mahasiswa yang unggul dalam hal akademik, aktif dan produktif dalam berbagai organisasi, dan memiliki kemampuan hubungan kemanusian. Nedi dikenal sebagai pribadi yang memiliki multi kemampuan.

Selama menjadi mahasiswa, Nedi telah berhasil menorehkan banyak pencapaian. Dari sisi akademik Nedi mampu lulus dengan predikat dengan pujian dan meraih banyak prestasi dalam bidang keilmuan. Nedi berhasil menjuarai Lomba Karya Tulis Mahasiswa (LKTM), beberapa diantaranya Juara II LKTM tingkat FE UNSRI tahun 2006, Juara I LKTM FE Unsri tahun 2007, Juara I LKTM Bidang IPS Tingkat Unsri 2007, dan Juara I Lomba Karya Tulis Jurnalistik On Campus Entrepreneurship Workshop bersama Indo Pos dan Sampoerna. Selain itu, Nedi juga terpilih sebagai Mahasiswa Berprestasi Unsri tahun 2007.


Begitu pun dalam bidang keorganisasian, Nedi telah malang melintang di banyak organisasi,baik di internal maupun eksternal kampus. Nedi mengawali karirnya di Badan Otonom Ukhuwah FE UNSRI, dan kini Nedi telah berhasil diamanahi untuk menjadi penjabat inti beberapa organisasi. Nedi dan teman-teman juga yang menginisiasi kembali pergerakan ekonomi syari’ah di Sumatra Selatan. Bermula dengan membangunkan kembali Kelompok Studi Ekonomi Islam (KSEI) Islamic Studies of Economics-Forum (ISEF) Badan Otonom Ukhuwah FE UNSRI, dan kini Nedi bersama ISEF berhasil mensinergikan semua stakeholder ekonomi Syari’ah di Sumsel dengan lahirnya Masyarakat Ekonomi Syari’ah Sumatra Selatan (MES Sumsel).


Nedi atas prestasinya mendapat banyak penghargaan. Selama kuliah Nedi memperoleh beasiswa TPSDP untuk membiayai kuliahnya. Diakhir perkuliahannya Nedi memperoleh beasiswa pertukaran mahasiswa (Student Exchange) ke Malaysia dari Departemen Pendidikan Nasional sebagai penghargaan atas dedikasinya dalam pengembangan kemahasiswaan. Di tingkat organisasi mahasiswa, Nedi diamanahi untuk menjadi pejabat inti di berbagai organisasi. Beberapa diantaranya, Nedi diamanahi sebagai Koordinator Regional Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) Sumbagsel periode 2006-2007, Gubernur Mahasiswa periode 2007-2008, dan Wakil Sekretaris Jenderal BEM Unsri Periode Reshufle 2008.

Nedi adalah pribadi yang unik. Walaupun sangat aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler di berbagai organisasi, namun Nedi tetap bersemangat untuk mengoptimalkan perannya sebagai mahasiswa, yaitu belajar. Hal itu terbukti dengan memperoleh nilai akademik dengan predikat dengan pujian. Nedi berpendapat bahwa kesuksesan seorang mahasiwa tidak hanya diukur oleh nilai akademiknya. Pun juga tidak cukup hanya sekedar aktif di organisasi. Nedi juga menyatakan bahwa saat ini sangat sulit mencari mahasiswa yang mampu mengkombinasikan kesuksesan dari sisi akademik dan organisasi. Pun banyak adalah mahasiswa yang hanya sukses salah satunya saja. Sukses akademik, namun gagal atau bahkan jauh dari organisasi. Sukses organisasi, namun amburadul secara akademik. Falsafah inilah yang memotivasi Nedi untuk membuktikan bahwa dia mampu untuk sukses dari kedua sisi.

Selain, aktif mengoptimalkan amanah dari orang tuanya sebagai mahasiswa. Nedi juga aktif mengisi waktunya dengan berbagi bersama orang-orang di sekitarnya. Sharing dan diskusi dengan berbagai pihak adalah keseharian lain dari Nedi. Nedi aktif membimbing adik tingkatnya dalam kelompok kajian keislaman mingguan. Diskusi ekonomi syari’ah dengan teman-teman di ISEF. Disamping itu juga, Nedi aktif menjadi moderator/ pembicara di berbagai seminar dan pelatihan. Pun juga di lingkungan tempat tinggalnya, Nedi aktif berpartisipasi dalam berbagai aktivitas sosial kemasyarakatan, diantaranya bakti sosial, bakti bersih lingkungan, pengajian remaja, dan pembinaan anak-anak di TK/TPA.

Nedi berpendapat bahwa berprestasi sesungguhnya adalah ketika kita mampu untuk mengoptimalkan pontensi yang dimiliki untuk memberi manfaat bagi orang lain. Lebih jauh Nedi menyatakan bahwa pencapaian yang diperolehnya adalah bentuk dari aktualisasi rasa syukur. Rasa syukur pada Tuhan atas pontensi yang diamanahkan. Rasa syukur atas kepercayaan dan dorongan dari banyak pihak. Nedi menekankan bahwa prestasi yang dicapai, sejatinya bukanlah hanya karena dirinya, tetapi berkat dorongan dan bantuan dari banyak pihak. Prestasi yang dicapainya adalah bentuk implementatif dari moto hidupnya, yaitu menebar manfaat setiap saat. Hakikat berprestasi itu sesungguhnya adalah aktualisasi dari kemanfaatan diri bagi orang lain. Sedangkan pengakuan khalayak itu pada dasarnya adalah simbol saja, bukan tujuan.

Untuk itulah, Nedi menghaturkan terima kasih yang mendalam kepada semua pihak yang telah berperan. Terutama adalah kedua orang tua dan keluarga yang tak pernah kenal lelah mendorong. Para mentor yang senantiasa menginspirasi dan memberi kesempatan melejitkan pontensi diri. Pembantu Dekan III FE Unsri, Para Dosen dan pejabat beserta Staf Dekanat FE Unsri. Para sahabat seperjuangan yang tergabung di BO Ukhuwah, BSO ISEF, BEM FE UNSRI, BEM UNSRI, DPM UNSRI, KAMMI, FoSSEI, dan MES Sumsel. Sahabat seperjalanan dan seangkatan 2004 Jurusan Manajemen FE UNSRI.