Sunday, January 27, 2008

Antara Duka Gaza dan Cendana


Oleh : Nedi Yansah

Tepat pukul 13.10 WIB Minggu, 27 Januari 2008, sakaratul maut menjemput Mantan Presiden Soeharto. Sedih bergelora pilu tentu menggenapi seluruh Bangsa Indonesia. Dari Sabang Merauke, para tetua dan pemuda bangsa ini tentu merasa kehilangan yang sangat. Kepergian Sang Fenomenal, tentu fenomenal pula penyikapannya. Kepergian seorang Jenderal Besar, yang oleh MPR dianugerahi penghormatan sebagai Bapak Pembangunan Nasional, tentu tentu adalah peristiwa bersejarah berkesan bagi bangsa dan dunia. Semarak media massa pun semakin mengandakan kesedihan Bangsa Indonesia.

Genap duka itu pun semakin gempita, saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengumumkan kematian Mantan Presiden Soeharto sebagai hari belasungkawa nasional. SBY pun turut mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk mengibarkan bendera setengah tiang sebagai bentuk penghormatan dan duka cita atas kepergian Mantan Presiden Soeharto. SBY pun turun untuk meredam duka bangsa dan menyatakan bahwa bangsa ini harus mengikhlaskan kepergian Mantan Presiden Soeharto.

Tentu, yang paling berduka dengan kepergian Mantan Presiden Soeharto adalah pihak keluarga yang ditinggalkan. Cendana adalah rumah duka yang menjadi pusat sungkawa segenap anak bangsa. Prosesi duka pun tergelar dengan apiknya. Teknis gerak penyelenggaraan jenazah menjadi begitu birokratisnya. Detik gerak perjalanan jenazah pun menjadi momen yang paling di sorot. Jalur perjalanan dari Rumah Sakit Pertamina, Cendana, dan Istana Giri Bangun menjadi begitu special. Semua tatap memusat. Semua media berebut mengungkap detik kedukaan kepergian Mantan Presiden Soeharto. Sungguh sebuah gelaran fenomenal. Tentu itu bukanlah sebuah kesalahan, karena memang sebegitulah layaknya bentuk penghargaan bangsa ini atas semua jasa besar beliau. Atau barangkali gegap prosesi dan tumpah ruah simpati seluruh anak bangsa tidak sebanding dengan jasa beliau. Terlepas dari adanya kekhilafan selama perjalanan kepemimpinan beliau.

Terlepas dari prosesi duka bangsa Indonesia ditinggal pergi Mantan Presiden Soeharto, nun jauh disana di bumi para nabi, di Negeri Palestina ada juga duka yang bergelora. Duka jutaan rakyat Palestina, khususnya penduduk Gaza di bawah kekajaman imperialisme penjajah, Zionis Israel. Duka ribuan wanita yang harus menjadi janda. Duka ribuan anak yang harus menjadi yatim atau piatu, atau barangkali juga yatim piatu. Duka yang menahun, bukan duka instant yang mungkin sedang dirasakan Bangsa Indonesia.

Duka Rakyat Palestina pun kini sedang memuncak. Duka yang bercampur cekam dan geram atas kebiadaban Israel memblokade Jalur Gaza. Semua sarana dan prasarana lumpuh. Bahan pangan, energi penerang menjadi hal yang langka. Jalur Gaza menjadi kota yang tak layak huni. Jalur Gaza menjadi kota yang tidak bersahabat lagi bagi kehidupan. Jalur Gaza menjadi Sungguh jauh berbeda dengan negeri kita.
Jikalau seandainya Indonesia adalah Palestina, atau barangkali juga Jakarta adalah Jalur Gaza. Tentu prosesi duka itu pun sama dengan kini yang sedang menimpa bangsa. Prosesi duka anak-anak yang menagis karena lapar dan kedinginan. Prosesi para isteri yang begitu menderita karena sakit namun tak bisa membeli obat. Detik perjalanan yang begitu akrab dengan rakyat Gaza yang begitu lemah dan bernyakitan. Tidak mempunyai uang untuk membeli makanan, dan obat. Namun pun ketika berusaha menuju rumah sakit. Setibanya di rumah sakit, engkau melihat pemandangan yang lebih mengiris hati. Karena ada ratusan orang yang sudah lebih dahulu tiba dan menanti pengobatan dari rumah sakit. Anak-anak, kaum perempuan, orang-orang tua. Mereka semuanya menunggu pengobatan. Tapi tak ada obat. Tidak ada sarana pengobatan, karena listrik sudah terputus dan mereka semua berada dalam gelap.
Pemandangan duka yang terjadi di Palestina sesungguhnya mendobrak ingatan kita tentang relung empati bangsa Indonesia yang hilang, Diamnya Indonesia yang notabene-nya memiliki penduduk muslim terbesar di dunia, mengambarkan begitu keringnya ikatan ukhuwah islamiyah. Memang kepergian Mantan Presiden Soeharto telah menghadirkan kedukaan yang mendalam pada segenap bangsa ini. Tetapi juga, itu bukan berarti kedukaan kita melupakan bahwa ada bagian dari manusia di muka bumi ini yang membutuhkan empati kita. Atau barangkali kepergian Mantan Presiden Soeharto dapat menjadi momentum bangkitnya peduli kita terhadap derita penduduk palestina, khsususnya penduduk Gaza. Jikalau dunia dan para pejaung HAM internasional terdiam, apapun. Apakah juga kita harus diam? Jikalau dengan ditinggalkan oleh seorang Mantan Soeharto bangsa, baik itu pemerintah maupun rakyat ini begitu pedulinya? Mengapa dengan derita kemanusian di penduduk Gaza kita belum melakukan apa-apa?

Pemerintah sepertinya akan terlambat atau barangkali telah hilang nyalinya untuk mengutuk kebiadan Israel atas kejahatan kemanusiaanya di Jalur Gaza. Mantan Presiden Soeharto tentu akan sangat bersedih jikalau tahu sedu sedan kepedihan anak bangsa ini habis hanya menangisi beliau. Tindakkan nyata Soeharto terhadap Bosnia adalah prestasi peduli atas nama kemanusiaan. Soeharto telah melahirkan keteladanan, tentu jikalau kita cinta dengan beliau melakukan kebaikan yang dicontohkannya adalah bentuk konkrit kecintaan. Membuka ruang empati untuk Palestina, khususnya penduduk Gaza, pastilah sebuah kebanggaan bagi Mantan Presiden Soeharto. Mari kita jadikan momentum kepergian Mantan Presiden Soeharto untuk peduli dengan kemerdekaan bangsa lain, sebagaimana termaktub dalam kesepakatan para Founding Fathers..
Penulis : adalah Gubernur Mahasiswa BEM FE UNSRI (e-mail: akhi_nedisef@yahoo.com:
Hp (0813-77806698)

SELAMAT JALAN SOSOK FENOMENAL


(Oleh : Abdul Kholek, Mahasiswa FISIP UNSRI)

Minggu 27 Januari 2008 tepatnya pukul 13.10 WIB, kilat menggelegar mengoncang bumi pertiwi, sembilu menyayat hati ribuan bahkan jutaan rakyat Indonesia, ketika seorang tokoh fenomenal Soeharto anak seorang petani yang pernah memimpin negeri ini selama 32 tahun, menghembuskan nafas terakhirnya diusianya yang ke 86 tahun. Kenangan indah sosok fenomenal, selama memimpin negeri berjuang bersama para petani, berjuang memperebutkan kemerdekaan serta mempertahankan kemerdekaan dan usahanya membangun negeri, di ukir dalam tayangan silih berganti oleh media elektronik dari tv nasional sampai tv swasta. Semua jiwa tertunduk merasakan suatu getaran yang tidak dimengerti, mungkin inilah karismatik besar yang dimiliki oleh seorang sosok fenomenal.

Presiden Republik Indonesia Sosilo Bambang Yudoyono, dengan penuh penghormatan mengharapkan semua rakyat untuk menaikan bendera setengah tiang sebagai tanda bela sungkawa serta luka yang mendalam atas kehilangan sosok yang paling berpengaruh selama 32 tahun dalam orde baru.

Merah putih menjadi saksi bisu perjuangan dan sepak terjang seorang tokoh fenomenal yang mungkin tidak akan di lahirkan lagi di negeri ini, walaupun orde baru di stereotifkan sebagai rezim hitam dari panggung perpolitikan sejarah di negeri ini (baca : dosa-dosa orba), tetapi tidak semuanya rezim orde penuh dengan nodah hatam, goresan putih masih sangat jelas terlihat ketika pembangunan negeri ini kian maju selama orde baru, catatan dalam laporan Mellinium Development Goals (MDG) Indonesai tahun 2003, menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi dari tahun 1970-1996 perekonomian Indonesai meningkat rata-rata 6 % pertahun sehingga menurunkan angka kemiskinan secara signifikan serta berubahnya status Negara ini menjadi Negara berpendapatan menengah (laporan millennium Development Goal tahun 2003)

Bangsa Indonesia memang sangat rentan mengikuti realitas bukan menciptakan realitas, ketika salah satu realitas di tonjolkan maka tenggelamlah realitas yang lain. Ketika sesuatu yang benar di salahkan maka yang salahpun menjadi realitas yang di benarkan, sungguh sangat naif kalau kita berpikir terlalu parsial, tidak dapat dipungkiri begitu besar sumbangan orde baru terhadap pembangunan bangsa Indonesia, tanpa menapikkan penyimpangan yang juga terjadi.

Yang sangat mengharukan sekali ternyata kepergian sosok fenomenal ini di tangisi hampir oleh semua lapisan masyarakat terutama lapisan terbawah negeri ini kaum petani subsistensi merakalah orangnya. petani di desa merasa kehilangan identitas ketika muncul orde reformasi ini sautu realitas yang menenggelamkan realitas yang lain. Mugkin terlalu konservatif pemikiran kelas terbawah negeri ini ketiga mereka mengatakan kalau bisa seperti dulu lebih baik kami kembali pada kehidupan orde baru, inilah realitas dari keterlekatan sosok fenomenal ini dengan rakyat.

Status Almarhum menjadi sorotan yang cukup kontroversial, sebelum beliau menghembuskan nafas terakhirnya, ada kelompok yang menganggap setiap kesalahan harus diadili inilah yang di usung oleh elemen yang mengatasnamakan pembela reformasi, tetapi sebaliknya ada juga yang mengatakan bahwa sautu kebaikan bisa di pertukarkan dengan kesalahan dalam artian titik impas menjadi jalan terakhir.

Mungkin kedua persepsi ini akan menjadi permasalahan populer yang akan di perdebatkan dan semakin menghangatkan media massa, inilah bangsa Indonesai selalu di permainkan oleh sesuatu yang tidak menentu. Kalau penyelesaian kasus ini dengan jalan hukum, yang patut di pertanyakan dimana rasa penghargaan negeri ini kepada sosok fenomenal yang ikut meletakkan pondasi bangunan republic tercinta ini, mungkin sudah waktunya bagi kita semua untuk berpikir positif dan mencari alternative yang terbaik dan memposisikan orang yang telah berjuang membangun negeri ini dengan penghargaan yang tinggi sebagai pahlawan pembangunan.

Kata terakhir dari masyarakat yang telah kehilangan identitas yang ditelan oleh realitas semu reformasi, selamat jalan sosok fenomenal, semoga terbuka tabir serta neraca keadilan di hadapan-Nya.

(abdul kholek, 085273340401)

Saturday, January 26, 2008

FESTIVAL EKONOMI SYARI'AH 2008: Momentum Akselerasi Perbankan Syari'ah

Menunggu waktu, gelaran akbar Festival Ekonomi Syari'ah (FES) 2008 akan menggema di Kota Palembang. Tepat tanggal 31 Janurai - 3 Februari 2008. Seminar, workshop, pameran, kompetisi, bertajuk ekonomi syari'ah akan mewarnai Kota Palembang selama satu minggu ke depan. Momentum yang begitu ditunggu oleh Insan pengiat ekonomi syari'ah. Sebuah momentum spesial untuk Kota yang bertajuk Palembang Darussalam. Spesial, karena Kota tercinta ini mendapat peluang mengelar acara tersebut bersama empat kota besar lainnya di persada negeri ini. Tentu tidak salah, jikalau kita semua berharap ini adalah momentum akselerasi ekonomi syari'ah, khususnya perbankan syari'ah. Akselerasi yang akan memberi dampak ganda pada percepatan semua stakeholder ekonomi syari'ah. Percepatan dari sisi praktis, akademis, dan sosialisasi.
Secara praktis, tentukan akan ada efek positif dari event tersebut. Pembangunan image dan percepatan pertumbuhan perbankan syari'ah tentu menjadi tujuan, sebagaimana yang tercantum dalam Cetak Biru perbankan syari'ah 2008-2015. Tahun 2008 akan dijadiakan momentum akselerasi tersebut. Tercapainya target pertumbuhan market share sebesara 5,2% di tahun 2008 adalah harapan konkrit Bank Indonesia. Mungkinkah cita itu akan terwujud. Atau barangkalai hanya menjadi utopia. Renggangnya realitas kekinian (1,7%) dan cita masa depan (5,2%) menyeruakan kepesimisan. Optimisme menatap masa depan adalah sebuah keharusan. Memungkinkannya dalam realitas pikir kita adalah sebuah keharusan. Membumikan harapan dengan tindakan adalah jawaban yang akan memastikan. Strategi, taktik yang terkolaborasi antar semua stakeholder adalah sebuah keharusan. Edukasi dan sosialisasi menjadi sebuah keharusan. Dan restu langitpun insyaallah akan merestui perjuangan.
Data membuktikan, bahwa market share perbankan syariah saat ini masih sekitar 1,7 % persen (sekitar Rp 31 triliun) dari total asset perbankan secara nasional. Angka ini menunjukkan konstribusi perbankan syariah terhadap perekonomian Indonesia masih kecil. Bank Indonesia melalui blue print perbankan syariah telah menargetkan share bank syariah sebesar 5..2 persen pada desember 2008. Bertenggernya market share perbankan syariah sejak belasan tahun di atas satu koma, karena program sosialisasi yang dilakukan masih sangat minim (belum optimal). Artinya, sosialisasi perbankan syariah masih sangat kurang. Masyarakat luas di berbagai segmen masih terlalu banyak belum mengerti sistem, konsep, filosofi, produk, keuntungan dan keunggulan bank syariah. Karena minimnya pengetahuan masyarakat tentang perbankan syariah, maka tahun 2008 hendaknya kita jadikan sebagai tahun edukasi perbankan syariah. Bank Indonesia sudah akan memulainya dengan menggelar Festival Ekonomi Syariah 2008, mulai tgl 16 sd 20 Januari 2008 di Jakarta Convention Centre, dan empat kota lainnya

Minimnya program edukasi perbankan syariah diakui oleh Bank Indonesia. Menurut buku “Outlook Perbankan Syariah 2008” yang disampaikan oleh Bank Indonesia pada acara seminar akhir tahun perbankan syariah di Bank Indonesia, bahwa kurangnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang kelembagaan maupun ragam produk dan jasa yang ditawarkan perbankan syariah dikarenakan kurang intensifnya kegiatan edukasi (sosialisasi) yang dilakukan. Selain kurangnya sosialisasi itu, metode sosialisasi yang ada belum tepat dan belum baik, sehingga hasilnya masih jauh dari apa yang diharapkan.

Minimnya gerakan sosialisasi tersebut terlihat dari upaya yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Menurut laporan akhir tahun Bank Indonesia 2006, kegiatan sosialisasi oleh Bank Indonesia sepanjang tahun 2006 hanyalah 51 kali. Hal itu tidak jauh berbeda dengan tahun 2007. Sebuah upaya yang sangat minim mengingat besarnya jumlah penduduk Indonesia. Idealnya dalam setahun bisa dilakukan minimal 5 juta kali sosialisasi dalam setahun, bukan 51 kali. Oleh karena, program sosialisasi perlu dilaksanakan lebih ekstra di tahun 2008, baik oleh bank Indonesia, bank-bank syariah, akademisi dan masyarakat ekonomi syariah secara umum.

Bentuk sosialisasi perbankan syariah sangat beragam dan luas, seperti melalui media massa cetak atau elektronik, kegiatan pameran, buletin, majalah, buku, lembaga pendidikan, dan sebagainya. Tulisan ini, ingin menyuguhkan sebuah strategi jitu dan paling ampuh dalam mencapai target market share perbankan syariah 5%, 10% bahkan 40 %.

Prof.Dr.M.A. Mannan, pakar ekonomi Islam, dalam buku Ekonomi Islam, sejak tahun 1970 telah mengingatkan pentingnya upaya edukasi masyarakat tentang keunggulan sistem syariah dan keburukan dampak sistem ribawi. Dalam hal ini keseriusan Bank Indonesia perlu dipertanyakan, karena selama ini Bank Indonesia tidak memberikan perhatian yang berarti bagi upaya sosialisasi bank syariah, karena hanya sosilisasi sebanyak 51 kali dalam setahun. Betul, Bank Indonesia telah mendorong secara signifikan dari aspek regulasi seperti office channeling dan peraturan lainnya yang mendukung berkembangnya perbankan syariah. Namun dari segi edukasi yang meluas, masih jauh panggang dari api.

Harus diakui bahwa hampir satu juta masjid dan mushalla di Indonesia, sepi dari dakwah ekonomi syariah, padahal di situ berkumpul puluhan bahkan seratusan juta umat Islam, khususnya pada momentum khutbah jumat. Kesalahan besar Bank Indonesia atau juga bank-bank syariah ialah mereka mengatakan bahwa pasar tersebut bersifat segmented dan sudah jenuh, sehingga market share masih 1.7 % (baca Outlook Perbabkan suyariah 2008, hal, 15). Justru ceruk pasar jamaah masjid itulah yang masih terbuka luas yang belum digarap bank-bank syariah dan belum diperhatikan Bank Indonesia. Pasar inilah yang harus menjadi perioritas.

Di masjid berkumpul para pengusaha, hartawan, para presiden direktur, pejabat penting, tokoh masyarakat dan sebagainya. Jangan dianggap jamaah yang shalat jumat di masjid-masjid adalah masyarakat biasa atau tukang ojek. Tidak. Sekali-kali tidak. Ceruk pasar lainnya adalah masjid ta’lim, kelompok bimbingan jamaah haji, pesantren dan sebagainya.

5 juta kali sosialisasi

Sebagaimana disebut di atas, bahwa idealnya sosialisasi perbankan syariah dilakukan sebanyak 5 juta kali dalam setahun. Asumsinya, jumlah masjid di Indonesia sekitar 600.000 buah. Jika dalam setahun hanya 1 kali sosialisasi di tiap masjid, maka dibutuhkan 600.000 kali sosialisasi. Ingat di masjid-masid tidak cukup hanya sekali sosialisasi. , minal 3 atau 4 kali sosialisasi, agar pemahaman jamaah benar-benar mendalam, bukan sekedar kulit. Maka jika di setiap masjid hanya dilakukan 4 kali sosialisasi, maka dibutuhkan 2,4 juta kali sosialisasi. Belum termasuk sosialisasi terhadap 600.000 ustaz/ulamanya sebagai guru ekonomi syariah yang akan menyampaikan dakwah ekonomi Islam. Untuk mentraining para ulama minimal dibutuhkan 6.000 kali sosialisasi, dengan asumsi setiap sosialiasi dihadiri 100 peserta dan setiap sosialisasi memakan waktu 3 hari.

Sosialisasi juga mutlak dilakukan berkali-kali dalam setahun kepada majlis ta’lim ibu-ibu yang tersebar di seluruh Indonesia. Ingat, hampir di setiap desa dan kelurahan terdapat majlis ta’lim ibu-ibu, jumlahnya ratusan ribu majlis ta’lim ibu-ibu. Jika sosialisasi keada majlis ta’lim ibu dilakukan hanya 4 kali, maka paling tidak dibutuhkan 3.000.000 kali sosialisasi dengan asumsi di Indonesia ada 750 ribu kelompok majlis ta’lim.

Belum lagi sosialisasi terhadap pesantren yang jumlahnya mencapai 15.000. buah yang tersebar di Indonesia. Jika dalam setahun hanya dilakukan 1 kali kegiatan sosialisasi, maka dibutuhkan 15.000 kali sosialisasi. Sosialisasi juga harus dilakukan kepada seluruh seluruh Perguruan Tinggi, tidak saja kepada fakultas ekonomi dan fakultas syariah tetapi juga ke seluruh civitas akademika, biro rektor dan sebagainya. Jumlahnya secara keseluruhan juga tidak kurang dari 15.000.-.. Sekolah SMU juga perlu mendapat perhatian untuk sosialisasi yang jumlahnya lebih dari 70.000 sekolah. Demikian pula kepada seluruh sekolah Madrasah Aliyah (MAN/MAS), Tsnawiyah, . Jumlahnya lebih dari 40.000 sekolah. Demikian pula kepada aparat pemerintah di setiap kecamatan, kabupaten kota, para pegawai di dinas-dinas pemerintah, DPRD, instansi departemen di tingkat propinsi dan kabupaten kota. Belum lagi kelompok KBIH (Kelompok Bimbingan Ibadah Haji). Bahkan tidak mustahil sosialisasi kepada sekolah SD dan TK, agar bank syariah lebih dkenal sejak awal.

Berdasarkan kebutuhan akan sosialisassi tersebut, maka tidak aneh jika saat ini dibutuhkan 5 juta kali sosialisasi oleh para ahli dan atau ustaz yang terlatih. Iklan di televisi, radio memang dibutuhkan, namun sosialisasinya melahirkan market yang mengambang (floating), tidak mendalam dan siginifikan mencerdaskan umat Islam yang mendengarnya. Maka di samping iklan media massa seperti itu, sangat diperlukan pula edukasi langsung kepada masyarakat dengan metode dan materi yang tepat. Perlu menjadi catatan, bahwa Bank Indonenia tidak boleh merasa bahwa sosialisasi yang dilakukannya sudah terlalu banyak. Ini kesalahan yang sangat fatal. Sosialisasi yang dilakukan Bank Indonesia bagaikan setetes air di tengah sungai yang besar, hampir tidak berpengaruh bagi masyarakat secara signifikan, maka tidak aneh jika sejak beberapa tahun terakhir market share bank shariah masih kecil. Indonesia adalah bangsa yang besar dan negara yang luas. Penduduknya lebih dari 200 juta. Maka edukasi bank syariah mustahil dilakukan sendirian oleh Bank Indonesia dan PKES yang dibentuknya, ditambah promosi bank-bank syariah.

Upaya-upaya promosi dan sosialisasi itu masih sangat kecil dan terbatas. Ratusan juta (sebagian besar) umat Islam Indonesia belum mengerti tentang sistem perbankan syariah. Puluhan ribu ulama yang berkhutbah di mesjid belum menyampaikan materi ekonomi syariah secara rasional, ilmiah, bernash agama dan meyakinkan umat. Hal ini karena para ulama/ ustas belum mengerti ilmu perbankan syariah.. Ratusan ribu mesjid masih sepi dari topik ekonomi ekonomi syariah, karena para ustaznya tidak mengerti (bahkan tidak yakin) pada keunggulan bank syariah. Malah masih terlalu banyak ulama yang berpandangan dangkal bahkan miring tentang perbankan syariah. Seandainya para ustaz/ulama telah dicerdaskan dengan ilmu muamalah yang ilmiah (’aqliyah) dalam bidang perbankan, niscaya market share perbankan syariah tidak seperti saat ini, bahkan akan tercipta customer yang rasional, bermoral dan loyal. Jika sosialisasi sudah tepat dan benar dilakukan, hampir dipastikan tak ada jamaah masjid yang mendukung bank-bank konvesional yang memakai bunga. Jamaah masjid di Indonesia lebih dari 100 juta umat. Kini nasabah bank syariah masih 2 jutaan. Itu berarti hampir seluruh jamaah masjid yang berhubungan dengan perbankan masih menggunakan bank-bank ribawi.

IAEI siap dan sanggup untuk melakukan perubahan paradigma ulama tentang perbankan serta mentraining ulama berdasarkan pendekatan integratif, ilmu-ilmu syariah dan ekonomi. Ilmu-ilmu syariah dakam hal ini bukan hanya fiqh muamalah, tetapi perangkat ilmu-ilmu alat yang sering menjadi andalan para ulama, seperti ilmu tafsir, hadits, ushul fiqh, qawaid fiqh, falsafah tasyri’, falsafah hukum Islam. Kesemuanya digabungkan dengan ilmu-ilmu modern, ilmu ekonomi moneter, perbankan dan ilmu ekonomi makro.

Pendekatan Komprehensif
Selama ini pendekatan sosialisasi belum utuh dan integratif, masih parsial dan tidak tuntas, sehingga virus keraguan para ulama dan masyarakat tentang perbankan syariah tidak hilang. Senjata sosialisasi yang ada selama ini belum ampuh menaklukkan ilmu para ulama, akademisi dan tokoh agama. Maka diperlukan modul dan materi yang telah terbukti ampuh berhasil merubah paradigma ulama dan myakinkan mereka secara rasional, ilmiah, tajam dan disertai pendekatan ilmu-ilmu syariah itu sendiri.

Jika personil Bank Indonesia atau pun bank syariah yang berasal dari pendidikan umum memberikan sosialisasi kepada para ulama pesantren, maka ulama bisa saja menolak berdasarkan ilmu ushul fiqh atau disiplin ilmu syariah lainnya. Para ulama menggangap bahwa para bankir dari Bank Indonesia dan bank syariah tidak ahli dalam tafsir ayat-ayat al-quran, hadits, ilmu ushul fiqh, tarikh tastri’ dan sebagainya. Karena itu, pendekatan kepada ulama haruslah melalui pendekatan ilmu-ilmu syariah sendiri ditambah ilmu-ilmu moneter dan perbankan secara utuh.

Sebaliknya jika ulama pesantren yang melakukan sosialisasi, juga tidak cukup karena pendekatannya sering dengan ideom halal haram, penggunaan dalil naqli an sich dan kering dari teori-teori rasional yang ilmiah atau tidak ada informasi ilmiah yang dilekatkan kepada syariah.
Sosialisasi kepada umat, bukan melulu pendekatan religius normatif (emosional) dan karena lebel syariah, tetapi lebih dari itu, sebuah materi yang berwawasan ilmiah, rasional dan obyektif. Jadi, gerakan edukasi dan pencerdasan secara rasional tentang perbankan syariah sangat dibutuhkan, bukan hanya mengandalkan kepatuhan (loyal) pada syariah. Masyarakat yang loyal syariah terbatas paling sekitar 10-15 %. Masyarakat harus dididik, bahwa menabung di bank syariah, bukan saja karena berlabel syariah, tetapi lebih dari itu, sistem ini dipastikan akan membawa rahmat dan keadilan bagi ekonomi masyarakat, negara dan dunia, tentunya juga secara individu menguntungkan. Dalam edukasi, masyarakat betul-betul dicerdaskan, masyarakat diajak agar tidak berpikir sempit, tetapi rasional, obyektif, berpikir untuk kepentingan jangka panjang.

Karena informasi keilmuan yang terbatas, masyarakat masih banyak yang menyamakan bank syariah dan bank konvensional secara mikro dan sempit. Masyarakat (publik) masih banyak yang belum mengerti betapa sistem bunga, membawa dampak yang sangat mengerikan bagi keterpurukan ekonomi dunia dan negara-negara bangsa. Karena itu sistem syariah harus dibangun secara bertahap, terprogram dan terukur dengan target-target yang realistis.
Jika masyarakat masih menganggap sama bank syariah dengan bank konvensional, itu berarti, masyarakat belum faham tentang ilmu moneter syariah, dan ekonomi makro syariah tentang interest, dampak bunga terhadap inflasi, produktitas, unemployment, juga belum faham tentang prinsip, filosofi, konsep dan operasional bank syari’ah.

Menggunakan pendekatan rasional sempit melalui iklan yang floating (mengambang) hanya menciptakan custumer yang rapuh dan mudah berpindah-pindah. Maka perlu menggunakan pendekatan rasional komprehensif, yaitu pendekatan yang menggabungkan antara pendekatan rasional, moral dan spiritual.

Pendekatan rasional adalah meliputi pelayanan yang memuaskan, tingkat bagi hasil dan margin yang bersaing, kemudahan akses dan fasilitas. Pendekatan moral adalah penjelasan rasional tentang dampak sistem ribawi bagi ekonomi negara, bangsa dan masyarakat secara agregat, bahkan ekonomi dunia. Maka secara moral, tanpa memandang agama, semua orang akan terpanggil untuk meninggalkan sistem riba.

Pendekatan spiritual adalah pendekatan emosional keagaaman karena sistem dan label syariah. Pendekatan ini cocok bagi mereka yang taat menjalankan agama, atau masyarakat yang loyal kepada aplikasi syariah. Upaya membangun pasar spiritual yang loyal masih perlu dilakukan, agar sharenya terus meningkat. Semakin gencar sosialisasi membangun pasar spiritual, maka semakin tumbuh dan meningkat asset bank-bank syariah.

Jika Bank Indonesia dan bank-bank syariah bekerjasama dengan IAEI (Ikatan Ahli Ekonomi Islam) dan para akademisi serta ulama secara serius dalam mengedukasi masyarakat, maka akan terjadi kemajuan yang luar biasa, tidak saja loncatan hebat dalam market share bank syariah, tetapi juga terbangun kecerdasan umat dalam memilih lembaga perbankan secara ilmiah dan istiqamah.

Penutup

Mengingatnya minimnya gerakan sosialisasi bank syariah dan kecilnya market sharenya (1, 7%), maka tahun 2008 hendaknya dijadikan sebagai tahun edukasi ekonomi syariah. Jika gerakan edukasi dan sosialisasi dilakukan secara optimal dan tepat, maka market share bank syariah 5,2 persen, bisa dicapai dengan cepat dengan basis nasabah yang istiqamah, bermoral dan rasional, tidak mudah berpindah-pindah ke bank konvensional karena kenaikan suku bunga perbankan konvensional. Upaya Bank Indonesia mendesak bank-bank konvensional yang membuka office channeling agar menempelkan logo (spanduk) adanya layanan syariah di kantor bank konvensional, sangat bagus, namun masyarakat harus dicerdaskan mengapa harus memilih bank syariah. Kita tidak ingin terjadinya pemilihan ke bank syariah karena ikut-ikutan, tanpa dasar ilmu pengetahuan, atau karena emosional saja. Nasabah seperti ini mudah kecewa dan menyebarkan kekecewaaannya kepada orang lain, sehingga menimbulkan citra buruk bagi bank-bank syariah. Padahal kekecewaaanya tersebut seringkali karena salah faham atau kurang mengerti tentang perbankan syariah. Insya Allah kita sangat siap membantu pencerdasan masyarakat tentang perbankan syariah tersebut, dan di beberapa daerah telah telah dibuktikan secara faktual keberhasilannya.
Ket :tulisan ini di adapatasi dari tulisan Bapak Agustianto, Sekjen IAEI

Antara Aku dan Gaza



Nun jauh...
Deru peluru mendesing
Menumpahkan darah
Mengantar menuju asa terakhir
Izrail pun tak elak dipanggil
Menjemput syahid..

Nun jauh...
sulit ditemu kenikmatan
Apa tah lagi terbuai
Atau barangkali kepayang
yang ada hanya asa yang pupus
yang bertebar dalah nyawa melayang
Duh..gusti...
Sungguh berbeda aku disini

Nun jauh...
Jarang ada gelak tawa
Apa tah lagi gurau berderai
Atau barangkali ramai kelakar
Yang banyak jasad terkapar
Yang banyak usus memburai
Duh gusti..
Sungguh berbeda ..

Nun jauh..
Sulit terdengar kelas digelar
Apa tah lagi ramai festival
Atau barangkali try out akbar
Yang banyak sekolah bubar
Yang banyak cekam gemetar
Duh Gusti...
Sungguh berbeda..

Rabb...
Tentulah semesta dalam kehendak-Mu
Begitu juga Gaza
Begitu juga persada Palestina

Rabb..
Kuatkan mereka
Dengan persatuan...
Dengann kesabaran...
Dalam naungan iman

Rabb...
Tolong hamba-Mu
Gar tak hanya mampu berdiam
Atau hanyut terbuai gurai
Gelap mata, tak peduli derita
Saudara seimanku disana

Rabb..
Inayah-Mu ku damba
Hidayah-Mu ku harap
Agar ku tak kecewakan mereka
Agar aku pun gundah tak berbuat buat mereka
Rabbb...
Satukan aku dan Gaza...

BERSABARLAH SAUDARAKU DI GAZA

Kispa.org - Hari-hari seperti ini. Lemparkanlah khayalan kita saat bersama ibu dan bapak. Isteri dan anak-anak. Di sebuah malam di bawah langit yang jernih. Saat kita semua ada dalam satu rumah. Tapi rumah kita itu, sudah tak lagi berpintu, dan tak mempunyai jendela. Tak ada air. Tak ada listrik..

Anak-anak kita menangis karena lapar dan dingin. Isteri kita juga begitu menderita karena sakit namun tak bisa membeli obat. Bukan hanya karena tak ada biaya untuk membelinya, tapi juga karena tak ada obat yang bisa digunakan untuk menyembuhkannya. Orang tuamu, keduanya sudah renta dan ringkih. Juga tengah dililit lapar. Tubuh mereka sudah lemah dan penyakitnya kian hari terus bertambah

Bayangkanlah diri kita dalam kondisi seperti ini. Tidak mempunyai uang untuk membeli makanan, dan obat. Lalu, ketika kondisi begitu mendesak kita pun keluar rumah untuk mencari pertolongan bersama anak dan orang tua. Kita berjalan kaki menembus dinginnya malam, menuju rumah sakit. Setibanya di rumah sakit, engkau melihat pemandangan yang lebih mengiris hati. Karena ada ratusan orang yang sudah lebih dahulu tiba dan menanti pengobatan dari rumah sakit. Anak-anak, kaum perempuan, orang-orang tua. Mereka semuanya menunggu pengobatan. Tapi tak ada obat. Tidak ada sarana pengobatan, karena listrik sudah terputus dan mereka semua berada dalam gelap

Saudaraku,
Inilah episode kepedihan yang sesungguhnya terjadi. Di Gaza Palestina, yang telah diisolir secara keji oleh Israel selama lebih dari enam bulan. Inilah sebagian kecil pemandangan duka tentang kondisi masyarakat Muslim Gaza. Padahal Allah swt befirman, “Dan orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan itu satu sama lain saling bantu membantu. ” Padahal Allah swt berfirman, “Sesungguhnya kaum Mukminin itu saudara... “ Padahal, Rasulullah saw mengingatkan kita, “Perumpamaan kaum Mukmin dalam kasih sayang dan kecintaan antar mereka seperti satu tubuh. Bila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, niscaya akan sakit seluruh tubuhnya dan tidak dapat tidur.

Pemandangan duka yang terjadi di Palestina sesungguhnya mendobrak ingatan kita tentang kelalaian selama ini. Musibah yang menimpa saudara-saudara kita di Palestina adalah kenyataan yang jelas tentang ketidakpedulian kita dengan kondisi saudara sesama Muslim di Palestina. Kita, mungkin ada yang termasuk dalam hadits Rasulullah saw, “tidak pernah memerah wajahnya karena marah” akibat penistaan yang dilakukan musuh-musuh Islam terhadap saudara-saudara Muslim. Kini, jumlah korban sudah mencapai angka ratusan orang. Dan sebagian besar mereka adalah para pasien yang sakit dan anak-anak

Saudaraku,
Israel telah kuasai 80% aliran listrik di Gaza
Israel telah kuasai 100% air di Gaza
Israel telah menguasai 70% bahan bakar di Gaza

Saudaraku, Ikhwanku,
Apa yang terjadi di Gaza bukanlah isolasi, bukan pengepungan, bukan embargo. Tapi pembunuhan terhadap banyak orang yang lebih memilih hidup dengan harga diri dan kemuliaan. Yang dilakukan Israel adalah pembunuhan massal bagi orang-orang yang memilih Islam sebagai jalan hidup mereka..


Ikhwanku, umat Islam
Lebih dari satu juta orang Muslim hidup di Gaza. Mereka semuanya menghadapi pembantaian massal itu. Kenapa? Karena mereka ingin Islam menjadi aturan pemerintah mereka. Karena mereka tidak memilih sistem sekuler. Karena mereka ingin hidup mulia dan merdeka bersama Islam. Karena mereka memilih melawan menghadapi para penjajah. Karena mereka mengatakan, “Kami akan memerangi kalian wahai Zionis Israel dengan semua tulang belulang kami. Dengan seluruh janin yang ada di rahim ibu-ibu kami. Dengan seluruh jiwa yang udara ini. Dengan seluruh tetes darah dan semua aliran nafas kami..

Saudaraku, Ikhwanku...
Saudara-saudara kita di Gaza hidup dengan penderitaan yang begitu menyakitkan. Lihatlah bagaimana kondisi masyarakat yang tercekik oleh tingginya harga bahan makanan pokok yang menjadi kebutuhan mereka sehari-hari. Lihatlah bagaimana banyak orang yang usahanya bangkrut. Bayangkanlah bagaiamana masyarakat selalu dihantui rasa takut. Bagaimana masyarakat yang merasakan seluruh hidupnya adalah kepahitan belaka. Upaya mencari nafkah menjadi pahit. Hidupnya menjadi pahit. Keluar rumah melihat kepahitan. Di dalam rumah mendapatkan kepahitan. Tidurnya dalam kepahitan. Bangunnya dalam kepahitan. Melihat kepahitan di mata anak-anak mereka dan orang tua mereka. Hingga kepahitan dalam matanya sendiri

Saudaraku yang kucinta karena Allah,
Terhentinya 4000 pabrik di Gaza. Tutupnya 3000 usaha di Gaza benar-benar membuat kehidupan menjadi lumpuh. Tak ada lagi aktifitas ekonomi di sana. Kecuali hanya pemberian dan tukar menukar barang. Anda memberinya minyak, lalu yang diberi memberikan Anda tepung. Anda memberikan tepung, lalu yang diberi memberikan Anda telur. Begitu dominasi kenyataan hidup mereka

Air di Gaza, sudah terkena wabah penyakit. Bagaimanakah kondisi mereka karena air adalah kebutuhan manusia untuk bisa bertahan hidup? Tapi mereka memang benar-benar nyaris tak punya pilihan saudaraku

Lebih dari 70% keluarga di Gaza hidup di bawah kemiskinan. Di manakah organisasi HAM? Yang selama ini begitu konsentrasi membantu banyak manusia di Afrika dan aktif berbicara tentang kemiskinan dan kelaparan? Hari ini, kemiskinan, dan kelaparan terjadi di Palestina. Di samping Israel yang mengaku demokratis dan mengklaim di hadapan negara Barat sebagai contoh negara yang demokratis. Di manakah demokrasi, di saat banyak orang memilih pemerintahan Islam

Ikhwanku...
Lebih dari 65 ribu pemuda Gaza sudah putus dari bekerja. Tidak ada pabrik dan tempat usaha tempat mereka bekerja. Lebih dari 80% penghasilan kebun menjadi murah karena harga turun drastis. Para petani di Gaza, bekerja menyirami kebun, memelihara tanaman mereka, dari pagi hingga mentari terbenarm. Lalu, saat mereka panen, dikatakan bahwa hasil panen mereka tidak bisa dijual kecuali hanya 20% saja. Sisanya terbuang begitu saja. Jalan-jalan diblokade. Jembatan ditutup. Masyarakat hidup dalam kerugian yang terus menerus. Sejumlah pengamat menduga bahwa Gaza di ambang krisis ekonomi paling parah dan krisis kemanusiaan sekaligus. Karena kekurangan obat, karena kekurangan pangan, karena tingginya bahan makanan, karena mereka dilarang untuk mencari alternatif di luar Gaza

Ikhwanku, saudaraku,
Ada lebih dari 450 orang pasien kanker di Gaza. Lebih dari 400 orang menderita gagal ginjal. Lebih dari 450 orang mengalami sakit jantung. Mereka kini terancam meninggal karena tidak adanya pengobatan yang layak untuk menolong mereka. Terlebih dari itu, mereka tidak boleh keluar dari “kerangkeng” Gaza. Israel telah melarang lebih dari 300 ribu orang yang meminta untuk keluar Gaza untuk keperluan pendidikan. Kenapa? Karena mereka khawatir bila kelak orang-orang Palestina itu kembali ke negaranya menjadi tokoh dan pakar yang mampu mengatur permasalahan negaranya. Israel ingin Palestina dipenuhi oleh orang-orang bodoh dan terbelakang. Agar Gaza hanya menjadi tempat buruh yang siap dipekerjakan dengan menggantungkan diri pada pihak lain, penjajah Israel

Yaa Allah... Yang Maha Pengasih. Kasihilah penduduk Gaza.. Kasihilah anak-anak mereka yang masih menyusui. Kasihilah orang-orang tua mereka yang sudah renta. Kasihilah semua pejuang-Mu di Gaza

Saudaraku, Ikhwanku yang dikasihi Allah...
Dalam laporan NCRP Amerika yang berbasis di Washington disebutkan bahwa besar bantuan sosial tahun 1998 adalah 175 milyar dolar. Ada 44% dari angka tersebut dialirkan untuk mendukung gereja, proyek penyebaran agama Kristen, dan berbagai lembaga agama lain seperti Yahudi. Lihatlah, jumlah 44% itu hampir sama dengan 70 juta dolar. Dalam laporan itu juga disebutkan bahwa donatur-donatur besar itu berasal dari orang per orang, lembaga dan institusi. Khusus lembaga dan institusi, disebutkan menyumbang sekitar 27 milyar dollar. Itu laporan di tahun 1998

Tahukah kita bahwa lebih dari 37600 situs internet adalah milik Institusi Yahudi yang didukung oleh dana bantuan hanya dari Amerika saja? Bayangkanlah apa yang diterima oleh Paus dan gereja Katholik di Roma. Vatikan seperti sudah maklum memiliki pesawat khusus. Kapal pesiar khusus. Bahkan pasukan khusus yang bisa dikatakan sebagai negara dalam negara di Italia

Sabarlah wahai penduduk Gaza...
Sabarlah wahai saudaraku di Palestina..
Sungguh meski mereka menentang dan memerangimu dengan segala cara
Meski mereka menghalangi obat, makanan dan air dari kalian
Tapi kalian takkan pernahy terkalahkan
Bersama kalian ada Yang Maha Kuat Yang Tak Mungkin Terkalahkan
Saudaraku, ikhwanku..
Apa yang bisa kita katakan untuk bencana seperti ini???
Saudaramu, Ikwan di Indonesia
“Allahummar zuqna syahadata fi sabiilik”

(M. Lili Nur Aulia/eramuslim/fn

’’PENGARUH PROFITABILITAS SISTEM BAGI HASIL TERHADAP MINAT NASABAH UNTUK BERINVESNTASI DI BANK SYARI’AH

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Bank sebagai lembaga perantara keuangan seharusnya mampu melakukan mekanisme pengumulan dana secara seimbang sesuai dengan ketentuan yang berlaku . Untuk mencapai hal itu maka perlu adanya kejelasan sistem operasional perbankan. Munculnya banyak lembaga keuangan yang beroperasi berdasarkan prinsip syari’ah akhir-akhir ini merupakan suatu fenomena aktual yang menarik untuk dicermati.
Dengan diberlakukan Undang-Undang No.10 Tahun 1992 tentang perbankan pasal 1 ayat 3 menetapkan bahwa salah satu bentuk usaha bank adalah menyediakan pembiayaan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan prinsip syari’ah, sesuai dengan kententuan yang ditetapkan olen bank Indonesia .
Semakin banyaknya bank-bank yang menggunakan sistem bagi hasil (bank syari’ah). Di Indonesia memberikan sebuah solusi bagi umat islam dalam dunia perekonomian. Dalam pelaksanaan bank-bank syari’ah mencoba menerapkan nilai-nilai keadilan yamg dibawa oleh sistem ekonomi islam.
Bank berdasarkan prinsip syari’ah, seperti halnya bank kovensional juga berfungsi sebagai suatu lembaga intermediasi yaitu lembaga yang mengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali kepada masyarakat yang membutuhkan, dalam bentuk fasilitas pembiayan. Melihat demografi Indonesia yang didominasi penduduk muslim, sedikit banyak memberikan titik terang bahwa perbankan dan perekonomian berdasarkan syari’ah Islam akan berkembang pesat. Namun hal yang perlu diperhatikan adalah menginggat 200 Juta lebih penduduk Indonesia yang beragama Islam, peminat perbankan syari’ah masih tidak beranjak dari kisaran 1 Juta orang, dengan total asset perbankan syari’ah masih kurang dari 2 % dari total aset perbankan nasional.Tidak jarang juga dari masyarakat Indonesia yang tidak tahu tentang begitu jelasnya keharaman bunga bank.
Jadi ketentuan darurat dapat juga di lihat belum siapnya lembaga-lembaga keuangan-keuangan syari’ah untuk mengelola dana masyarakat setempat dan belum banyaknya lembaga keuangan syari’ah yang dapat menampung karyawan dari bank kovensional yang akan pindah ke bank syari’ah. Sehingga masyarakat di tempat-tempat yang demikian masih diberi kelonggaran untuk bertransaksi dengan basis bunga tetapi bunga tersebut tidak dijadikan tujuan pokok.
Seperti di Malaysia mereka tidak perlu menerapkan fatwa, karena mereka telah menerapkan regulasi-regulasi dalam berbagai hal jauh –jauh hari dan telah melalui tahap-tahap regulasi, yang ada pada akhirnya mereka sudah terbiasa tidak menggunakan sistem bunga pada bank dan lembaga-lembaga keungannya. Menurut Siddiqi (1983), seorang pengagas teori perbankan syari’ah, “Salah satu alasan utama mengapa kebiasan perbankan tidak berakar secara mendalam didalam masyarakat muslim adalah bunga.’’
Kalim Siddiqi, bagaimanapun belum bisa dibenarkan. Perkiraan yang bisa dipercaya dari sejumlah muslim yang mehindari sistem perbankan karena bunga adalah terdapat perbankan syari’ah meskipun ditegaskan bahwa sebagian besar masyarakat berada diluar sistem perbankan. Bank-bank Syari’ah dibandingkan bank kovensional berdasarkan bunga, masih merupakan minoritas bahkan di negara mayoritas muslim sekalipun, dan deposito bank-bank syari’ah belum meningkat secara berarti dengan mengorbankan bank-bank kovensional berdasarkan bunga.
Perbandingan pembagian seluruh deposito dari bank syari’ah di dalam pasar deposito bank di negara islam, dimana bank – bank syari’ah dan bank berdasarkan bunga beroperasi masih agak kecil. Walaupun hal ini secara tidak langsung menunjukan bahwa masih ada sektor minoritas dalam komunitas muslim yang menghindari bank-bank kovensional karena keyakinan mereka bahwa bunga itu dilarang . Kasus di Pakistan, menurut sarjana Pakistan Shahrukh R Khan, ketika perbankan islam diperkenalkan pada tahun1980-an tidak terjadi perubahan yang tiba-tiba dari deposito pembagian bagi hasil terhadap beberapa bank. Produk bank yang menggunakan prinsip sistem bagi hasil, terutama yang berasal dari deposito menghasilkan nisbah bagi hasil yang sangat sedikit . Pemilihan produk yang menggunakan prinsip bagi hasil sebagian besar yang didorong oleh perolehan finasial bukan karena sebuah keyakinan agama bahwa bunga dilarang.
Munculnya banyak lembaga keuangan yang beroperasi berdasarkan prinsip syari’ah akhir-akhir ini merupakan suatu fenomena aktual yang menarik untuk dicermati. Paling tidak hal ini membuktikan bahwa sistem ekonomi Islam dapat diterima dengan oleh masyarakat. Selain itu, ini juga membuktikan bahwa perbankan syari’ah memang sesuai dengan tuntutan zaman di era yang serba moderen ini. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk mengambil judul,’’PENGARUH PROFITABILITAS SISTEM BAGI HASIL TERHADAP MINAT NASABAH UNTUK BERINVESNTASI DI BANK SYARI’AH.”

2. Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah diatas. Rumusan masalah penelitian kami adalah Apakah profitabilitas sistem bagi hasil berpengaruh terhadap minat nasabah untuk berinvestasi di bank syari’ah ?

3. Pembatas Masalah
Menginggat cukup banyak produk-produk bank syari’ah yang ditawarkan kepada nasabahnya, maka penulis membatasi penelitian ini pada produk simpanan mudharabah bank syari’ah.

4. Tujuan Penelitian
Tujuan penulis mengadakan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh profitabilitas sistem bagi hasil terhadap minat nasabah untuk berinvestasi di bank syari’ah.

5. Manfaat Penelitian
Secara teoritis hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah keilmuan dan literatur bagi mahasiswa dan pihak lain untuk melakukan penelitian yang sejenis. Selain itu, diharapkan penelitian ini dapat memperluas cakrawala wawasan ilmiah mengenai perbankan bagi semua orang yang membacanya.
Secara praktis, hasil dari penelitian in diharapkan dapat menjadi sumbang saran bagi manajamen bank syari’ah dalam meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat dan membantu merancang promotion strategy bank syari’ah terhadap produk dimiliki.

METODE PENDEKATAN
1. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi yang akan dijadikan objek dalam penelitian ini adalah seluruh nasabah pada bank Muamalat Indonesia, Bank Syari’ah Mandiri, Bank Sumsel Syari’ah, Bank Negara Indonesia Syari’ah dan Bank Rakyat Indonesia Syari’ah di Palembang. Sampel penelitian diambil berdasarkan pendapat dari Roscoe (1975;55) yang menyatakan bahwa sampel penelitian harus berada di antara 30 dan 500 dalam Wibisono (2000).Kuesioner yang kami sebar adalah 130 buah. Kuesioner yang kembali sebanyak 112, dan kuesioner yang memenuhi ketentuan untuk dianalisis ada 100 buah. Jadi jumlah sampel penelitian adalah 100 responden.
Dalam penelitian kami hanya tiga Bank Syari’ah yang memberikan izin di instansinya antara lain, Bank Muamalat Indonesia, Bank Rakyat Indonesia Syari’ah, dan Bank Syari’ah Mandiri. Untuk Bank Sumsel Syari’ah dan BNI Syari’ah belum memperoleh izin penelitian. Untuk itu, responden berasal dari kedua bank, kami peroleh secara informal.

2. Metode Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode non probability sampling, yaitu berupa convenience sampling atau pemilihan sampel berdasarkan kemudahannya. Metode ini diwujudkan dengan pengambilan sampel dengan cara memberi kuesioner langsung (personally questionaire) kepada nasabah. Setiap nasabah yang bersedia menjadi sampel diberi kuesioner yang berisi pertanyaan yang harus dijawab sesuai pilihan.

3. Data dan sumber data
a. Data Primer
Data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli. Untuk memperoleh data ini penelitian mnggunakan metode survey dengan menggunakan kuesioner yaitu dengan mengajukan pertanyaan – pertanyaan yang lengkap.Dengan lima alternatif jawaban dalam suatu daftar pertanyaan. Responden diminta untuk memilih salah satu alternatif jawaban yang telah di sediakan.

b.Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari buku-buku atau literatur yang berkaitan dengan penelitian.

4. Metode Pengumulan Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan instrumen penelitian dalam bentuk angket ,dimana pertanyaan dalam angket penelitian ini dibagi menjadi dua variabel yaitu profitabilitas sistem bagi hasil dan keputusan berinvestasi. Jumlah pertanyaan untuk tiap variabel sebanyak 15 item. Kuesioner diberikan langsung kepada responden dengan tujuan agar lebih efektif dan efiesien menjangkau jumlah sampel dan mudah memberi penjelasan berkenaan dengan pengisian angket.
Setiap pertanyan bermaksud mengungkap kesan, pendapat, tanggapan, maupun penilaian dan alasan responden dalam berinvestasi di bank syari’ah terhadap profitabilitas sistem bagi hasil.
Instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel penelitian ini dengan menggunakan skala lingkert 5 poin. Jawaban responden berupa pilihan dari lima alternatif jawaban yang ada ,yaitu:
SS : Sangat Setuju
S : Setuju
RR : Ragu-ragu
TS : Tidak Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju
Masing-masing jawaban memiliki nilai sebagai berikut:
SS : 5
S : 4
RR : 3
TS : 2
STS : 1

6. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini ada dua variabel, yaitu variabel indenpenden berupa profitabilitas sistem bagi hasil (X),dan variabel dependen berupa keputusan nasabah berinvestasi (Y). Profitabilitas sistem bagi hasil yang dimaksud adalah besarnya perolehan atau keuntungan yang diperoleh kembali dari dana yang diinvestasikan oleh nasabah bank syari’ah dengan menggunakan sistem bagi hasil. Keputusan investasi merupakan pilihan untuk menempatkan dana atau harta pada suatu obyek yang diharapkan akan meningkatkan nilainya di masa depan atau memberikan hasil di mendatang. Jadi minat investasi adalah menguji secara empiris untuk melihat tinggi rendahnya pilihan nasabah untuk menempatkan dananya dalam kegiatan yang bersifat produktif.

7. Metode Analisis Data
I. Kualitas Data
a. Uji Validitas
Uji validitas dimaksud untuk mengetahui seberapa cermat suatu test atau pengujian melakukan fungsi ukurnya. Suatu instrumen pengukur dikatakan valid apabila instrumen tersebut mengukur apa yang seharusnya diukur atau dapat memberikan hasil ukur sesuai denghan yang diharapakan peneliti.
Untuk menguji kevalidan suatu data maka dilakukan uji validitas terhadap butir-butir kuesioner. Tinggi rendah validitas suatu angket atau kuesioner dihitung dengan menggunakan metode Pearson’s Product Moment Correlation, yaitu dengan menghitung korelasi antara skor item pertanyaan dengan skor total. Dalam penelitian ini perhitungan validitas item dianalisis dengan menggunakan komputer program SPSS 12.

Adapun rumus yang digunakan sebagai berikut :
r = ( n S XY) – (SX)(SY)
Ö ( nSX2 ­_ (Sx)2 (n SY2 - (SY)2 )


Dengan:
r : Koefisien korelasi
n : Jumlah sampel
X ; Skor pertanyaan
Y ; Skor total

Hasil perhitungan ini akan dibandingkan dengan critucal value pada tabel ini nilai r dengan taraf signitifikasi 5% dan jumlah sampel yang ada. Apabila hasil perhitungan korelasi produk moment lebih besar dari critical value,maka instrumen ini dinyatakan valid.Sebaliknya apabila skor item kurang dari critical value, maka instrumenya ini dinyatakan tidak valid.

b. Uji Reliabilitas

Reliabilitas menunjukkan sejauh mana suatu instrumen dapat memberi hasil. Penukuran yang kosisten apabila pengukuran dilakukan berulang-ulang terhadap gejala yang sama dengan alat pengukuran yang sama. Uji reibilitas ini hanya dilakukan pada data yang dinyatakan valid .Untuk menguji reibilitas digunakan tekhnik Croanbach Alpa yang selanjut dianalisis dengan bantuan komputer program SPSS 12.

Rumus Croanbac Alpha adalah sebagai berikut;

Rii = K 1- SSb2
( K-1 ) St2



Dengan ;
Rii =Reabilitas Instrumen
K = Jumlah Kuesioner
∑Sb²= Jumlah Varian Butir
St²= Varian Total

Untuk mengetahui apakah koefisien reliabilitas itu mempunyai koreksi tinggi atau rendah, maka Rii tiap variabel di konsultasikan dengan menggunakan interprestasi.
Harga koefisen reliabilitas itu di intrepretasikan sebagai berikut:
1) Antara 0,800 s/d 1,000 =sangat tinggi
2) Antara 0,600 s/d 0,800 =tinggi
3) Antara 0,400 s/d 0,600 =sedang
4) Antara 0,200 s/d 0,400 =rendah
5) Antara 0,000 s/d 0,200 =sangat rendah




2.Uji Hipotesis
a. Persamaan Regresi Linear Sederhana
Untuk menguji hipotesis digunakan persamaan regresi linear sederhana. Berdasarkan perhitungan dengan SPSS for Windows 12 diperoleh persamaan regeresi sederhana sebagai berikut :
Y= a + bX + e
Keterangan :
Y = Minat Berinvestasi
X = Profitabilitas Sistem Bagi Hasil
a = Harga Y bila X = 0 (Konstanta)
b = Angka arah atau koefisien regresi
e = Residual
Langkah selanjutnya adalah menganalisis hasil regresi dengan Uji t (t-test) Uji-t digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen (Ghozali, 2005;12). Langkah-langkah Uji-t adalah sebagai berikut :
a. Menentukan hipotesis
Ho:ρ= 0 berarti tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara antara
profitabilitas sistem bagi hasil terhadap Keputusan Nasabah
Berinvestasi di Bank Syari’ah.
Ha:ρ≠ 0 berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara antara
profitabilitas sistem bagi hasil terhadap Keputusan Nasabah
Berinvestasi di Bank Syari’ah.
2. Menetukan Level of significance (α ) dipilih 0,05, jadi T tabel = (α/2;n-1)
3. Menetukan Kreteria pengujian :
Ho diterima apabila –t (α2 ,n-1) < t hitung < t (α/2;n-1)
Ho ditolak apabila –t (α2 ,n-1) > t hitung > t (α/2;n-1)
4. Menetukan Uji statistik ( t hitung )dengan menggunakan bantuan program SPSS for Windows Version 12
5.Membuat Kesimpulan

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

1. Gambaran Data yang Terkumpul
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dengan meyebarkan kuisioner secara langsung. Peneliti mendistribusikan kuisioner secara langsung kepada nasabah mulai tanggal 1 Maret 2007 sampai dengan 29 Mei 2007 di Bank Syariah yang ada di Kota Palembang. Peneliti mendistribusikan kuisoner pada nasabah Bank Muamalat Indonesia Cabang Palembang, Bank Rakyat Indonesia Syari’ah Cabang Palembang, Bank Syari’ah Mandiri Cabang Palembang, dan Bank Sumsel Syari’ah. Peneliti mengalami kesulitan dalam penyebaran kuesioner.
Dari 150 kuisioner yang dibagikan kepada responden di empat Bank Syari’ah tersebut hanya 100 kuisioner yang bias diolah dan dianalisis.Adapun rincian kuisoner yang bias diolah adalah 40 kuisioner dari nasabah Bank Muamalat Indonesia cabang Palembang, 30 kuisioner dari nasabah Bank Rakyat Indonesia Syari’ah cabang Palembang, 15 kuisioner dari nasabah Bank Sumsel Syari’ah, 10 kuesioner dari Nasabah Bank Syari’ah Mandiri Cabang Palembang, dan 5 kuesioner dari Bank Negara Indonesia Syari’ah Cabang Palembang
Tabel IV.2 Rincian Sebaran Kuisioner
NO
NAMA INSTANSI
JUMLAH KUISIONER
1.
Bank Muamalat Indonesia
40
2.
Bank Rakyat Indonesia Syari’ah
30
3.
Bank Sumsel Syari’ah
15
4.
Bank Syari’ah Mandiri
10
5.
Bank Negara Indonesia Syari’ah
5

2. Hasil Pengujian Data Dan Pembahasan
Sebelum melakukan pengujian atas hipotesis maka harus dilakukan pengujian atas data yang termasuk dalam variabel penelitian. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dua, yaitu uji kualitas data dan uji hipotesis. Uji kualitas data menggunakan uji validitas dan uji realibilitas. Sedangkan untuk uji hipotesis menggunakan linear sederhana. Secara lengkap dijelaskan sebagai berikut :
a. Uji Validitas
Perhitungan dilakukan dengan bantuan Komputer SPSS Versi 12.Hasil perhitungan ini akan dibandingkan dengan critical value pada table korelasi r dengan taraf signifikan 5% dan jumlah sampel 100 orang. Apabila hasil perhitungan korelasi produk moment lebih besar dari critical value,maka instrument ini dinyatakan valid, sebaliknya apabila skor item kurang dari critical value, maka instrument ini dinyataksan tidak valid.

Tabel IV.3
Hasil Perhitungan Uji Validitas Variabel Profitabilitas
Sistem Bagi Hasil
Item
Koefisien Product Moment
Critical Value
Status
1
0,209
0,195
Valid
2
0,374
0,195
Valid
3
0,339
0,195
Valid
4
0,173
0,195
Tidak Valid
5
0,435
0,195
Valid
6
0,522
0,195
Valid
7
0,436
0,195
Valid
8
0,465
0,195
Valid
9
0,157
0,195
Tidak Valid
10
0,225
0,195
Valid
11
0,163
0,195
Tidak Valid
12
0,412
0,195
Valid
13
0,484
0,195
Valid
14
0,512
0,195
Valid
15
0,384
0,195
Valid
Sumber: Data primer diolah penulis

Tabel IV.4
Hasil Perhitungan Uji Validitas Variabel Keputusan Investasi
Item
Koefisien Product Moment
Criticial Value
Status
1
0,280
0,195
Valid
2
0,189
0,195
Tidak Valid
3
0,145
0,195
Tidak Valid
4
0,542
0,195
Valid
5
0,499
0,195
Valid
6
0,506
0,195
Valid
7
0,466
0,195
Valid
8
0,164
0,195
Tidak Valid
9
0,187
0,195
Tidak Valid
10
0,509
0,195
Valid
11
0,384
0,195
Valid
12
0,476
0,195
Valid
13
0,605
0,195
Valid
14
0,531
0,195
Valid
15
0,369
0,195
Valid
Sumber: Data primer diolah penulis
Dari tabel tersebut dapat diketahu bahwa tidak semua item memilki koefisien korelasi diatas Critical Value. Untuk item Sistem Bagi Hasil, item yang tidak valid adalah item empat, sembilan, dan sebelas. Untuk variabel keputusan investasi, item yang tidak valid, yaitu item dua, tiga, delapan dan sembilan.. Oleh karena itu, variabel yang tidak valid tersebut harus disingkirkan.

b Uji Reliabilitas
Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya untuk mengetahui apakah suatu instrument dapat dipergunakan lebih lanjut atau tidak, sehingga kuesioner terlebih dahulu di uji cobakan untuk mengetahui keandalanya. Pengukuran realibilitas digunakan rumus Cronbach Alpha,yang dihitung dengan bantuan computer program SPSS Versi 12.
Tinggi rendahnya realibilitas ditunjukan dengan suatu angka yang disebut dengan reliabilitas. Makin tinggi korelasi tersebut berarti semakin rendah kesalahan pengukuran tejadi, makin reliable pengukur tersebut. Suatu variabel dinyatakan reliable atau andal jika memberi nilai Cronbach Alpha (α)> 0.60 (Nunally dalam Ghozali,2001:140).Dari hasil pengujian yang dilakukan dapat diketahui bahwa semua instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah reliable,seperti yang tercantum pada table IV.5

Tabel IV.5
Hasil Uji Reliabilitas
Variabel
Cronbach’s Alpha
Status
Profitabilitas Sistem Bagi Hasil
0,654
Reliabel
Keputusan Investasi
0,657
Reliabel
Sumber: Data primer diolah penulis


c. Uji Regeresi Linier Sederhana
Analisis ini dimaksudkan untuk melihat pengaruh sistem bagi hasil terhadap keputusan berinvestasi. Untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh variabel independen sistem bagi hasil terhadap variabel dependen keputusan berinvestasi digunakan uji regresi linear sederhana. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan SPSS 12, diperoleh persamaan regresi sebagai berikut :

MI = a + b SBH + e
MI = 34,227 + 0,365 X + e





Untuk lebih jelas hasil dari analisis sederhana disajikan dalam table berikut :
Tabel IV.6
Hasil Uji Regresi Sederhana Dengan Variabel Dependen
Pernyataan
Koef. Beta
Nilai Koef
Nilai t
Sig. Hit
Konstanta
bo
34,227
10,386
0,000
Sistem Bagi Hasil
bo
0,365
4,305
0,000
R Square Adjusted = 0,150 F = 18,35 N = 100
Sumber : Data Primer diolah penulis
Hasil persamaan di atas menunjukan bahwa variabel profitabilitas system bagi hasil berpengaruh cukup signifikan terhadap keputusan investasi nasabah di Bank Syari’ah.

d. Uji t (t-test)
Jika nilai thitung > ttabel dan nilai p<α, maka Ha diterima adapun perhitungan ttabel dapat dilakukan sebagai berikut :
t tabel = α/2;n-1
= 0,05/2;100-1
= 0,025;99
= 1,984
Hasil perhitungan SPSS menunjukan bahwa thitung > ttabel (1,984) dan signifikansi (p<0,05). Hal ini dapat dijelaskan pada table berikut :
Tabel IV.7.
Hasil Uji - t
Variabel
t hitung
t tabel
Sig. Hitung
Sistem Bagi Hasil
4,305
1,984
0,000
Sumber : Data Primer diolah penulis
Berdasarkan tabel di atas, pada tingkat signifikansi 5% dan jumlah responden diperoleh t tabel sebesar 1,984. Dari hasil ini pengolahan data diperoleh t hitung untuk variabel independent (X) terhadap (Y) sebesar 4,305. Pada variabel (X), t hitung 4,305 > t table, 1,984 berarti hipotesis (Ha) diterima. Hal ini berarti profitabilitas sistem bagi hasil berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan investasi, dibuktikan dari hasil pengujian data signifikansi hitung 0,000 < 0,005 maka Ha diterima, berarti juga variabel profitabilitas sistem bagi hasil secara parsial berpengaruh terhadap keputusan investasi.
­
KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah :
1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa profitabilitas system bagi hasil berpengaruh cukup signifikan terhadap keputusan nasabah berinvesatasi di Bank syari’ah. Hasil analisis data menunjjukan secara statitik pada tingkat signifikan 5% atau 0,05 sistem bagi hasil mempengaruhi keputusan investasi. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil regresi t hitung (4,305) > t tabel (1,984) dan signifikan pada 0,000 (p<0,05)
2. Pada uji R2 diketahui persentase variabel independent menjelaskan varibel dependen, besarnya koefisien determinasi (R2) variabel system bagi hasil terhadap keputusan investasi sebesar 0,159. Hal ini berarti variabel keputusan investasi yang dapat dijelaskan oleh variabel system bagi hasil sebesar 15% sisanya dipengaruhi variabel lain di luar model.
3. Pada uji t Ha diterima. Hal ini berarti sistem bagi hasil berpengaruh cukup signifikan terhadap keputusan berinvestasi, dibuktikan dari hasil pengujian data signifikansi 0,000>0,05, dari hasil pengolahan data diperoleh t-hitung untuk variabel independent dan variabel dependen sebesar 4,305 pada variabel system bagi hasil thitung 4,305 > t tabel yaitu 1,984

Berdasarkan hasil analisis kesimpulan di atas, maka saran kami adalah sebagai berikut :

a. Bagi Bank Syari’ah
Bagi Bank Syari’ah diharapkan lebih meningkat mutu produk serta professionalisme kerja. Kita semua berharap dengan menjamurnya bank syari’ah di Indonesia pada umumnya dan di Palembang pada khususnya bias menjadi alternative solusi bagi perbaikan ekonomi Indonesia di masa depan. Bank syari’ah harus terus mengembangkan inovasi produk-produknya sehingga dapat bersaing dengan bank konvensional. Hal yang terpenting yang tidak boleh dilupakan dalam dunia perbankan syari’ah adalah idealisme produk atau kinerja yang berdasarkan syari’at Islam yang harus terus dipertahankan. Karena hal ini adalah cirri khas yang membedakan antara bank konvensional dan bank syari’ah.

b. Bagi Penelitian selanjutnya
1. Penelitian selanjutnya diharapkan subyek penelitian dapat diperluas sehingga hasil dapat digeneralisasikan, mungkin penelitian yang akan datang dilakukan tidak hanya pada satu produk serta memperbanyak jumlah sampelnya.
2. Menambah variabel penelitian dan menggunakan data serta faktor-faktor lain yang kemungkinan memperngaruhi keputusan berinvestasi di bank syari’ah, sehingga dapat digeneralisasikan.
3. Untuk peneliti mendatang diharapkan agar menggunakan instrumen yang lain sehingga hasilnya lebih bervariasi dan kemampuan mengukurnya lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Algaoud,Latifa M. and Lewis, MervynK, (2001). ’Perbankan yari’ah:
prinsip, praktik, dan prospek. Serambi Jakarta
Antonio,M.Syafi’i. (2001). ’Bank Syari’ah dari Teori ke Praktek. Gema
Insani Press, Jakarta
Djawanto & Subagyo,Pangestu. 1993. ’Statistik Induktif’,BPEE,Yogyakarta
H.M Jogiyanto.(2000).Teori Portofolio dan Analisis investasi. BPEE,
Yogyakarta
Indriyanto,Nur & Supomo, Bambang. (1999). ’Metedologi Penelitian
Bisnis’, BPEE, Yogyakarta
Muhammad. (2001). ’Pengantar Akuntansi Syari’ah’ . Salemba Empat,
Jakarta
Muhammad. (2001). ’Lembaga Keuangan Umat Komteporer’. UII
Press,Yogyakarta.
Mafruhah, Izza. (2002). ’Membumikan Konsep Syari’ah Dalam Ekonomi
Berbasis Kerakyatan (Baitul Maal Wat Tamwil)’, Dalam jurnal Ekonomi
Pembangunan vol.3,no.2,Desember 2002.
PSAK no.59 T entang Pernyataan Standar Akutansi Keuangan Akutansi
Perbankan Syari’ah. 2002, Selembah Empat ,Jakarta.
Riyanto, Bambang. (1995). ’Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahan’
. BPEE, Yogyakarta





















MANHAJ HAROKI : Bukan hanya Cerita Masa Lalu



RESENSI BUKU. Kita percaya bahwa sejarah bukan hanya cerita tentang serpihan peristiwa masa lalu, namun rangkaian kehidupan umat manusia itu juga memberikan pelajaran tak terperi pada bangsa-bangsa yang datang sesudahnya. Bila al-Qur'an banyak berkisah tentang umat-umat masa lalu, dan hadits pun banyak merekam beragam peristiwa penting dalam perjuangan Islam, maka semua itu cukup menjadi landasan bagi kita untuk memberikan porsi kajian yang besar pada sirah , lebih-lebih sirah nabawiyah (narasi kehidupan Nabi).

Karena itu, K.H. Rahmat Abdullah, yang memberi pengantar pada buku ini, melontarkan kritiknya terhadap kerangka keilmuan yang dibentuk oleh para ulama dahulu, yaitu akidah, fiqih, dan akhlak. Ketiga kajian ini diakuinya memang cukup mampu membentuk pribadi Muslim yang sadar akan kewajibannya terhadap Allah dan masyarakat. Namun menurutnya ada yang terputus.


Ketiga kajian ini jelas kekurangan satu hal pokok, yaitu “mata rantai yang akan menghubungkan mereka dengan Rasulullah, bahkan dengan Nabi-Nabi sebelum-nya.” Ini disebabkan tiadanya kajian sirah ataupun sejarah Islam yang berdasar-kan wa'yu (kesadaran ilmiah). Padahal sekali seseorang berbicara sirah, maka ia pasti merupakan bagian integral dan ummatan wahidah . Ia akan mewarisi spirit masa lampau umat Islam yang sangat kaya dan menumbuhkan militansi. Karena itu, putusnya mereka dengan sirah membuat lemahnya girah dan ruhul jihad.


Di sinilah peran penting yang dimainkan buku sebesar Manhaj Haraki ini. Sejarah yang ditulis da'i mujahid ini menampilkan sosok yang jauh berbeda dengan para penulis “ilmiah” pada umumnya. Penghayatan terhadap ruhul jihad dalam kehidupan Rasulullah merupakan modal utamanya. Hal ini karena mereka berada pada satu alur yang sama dengan Rasulullah, yaitu harakah dan dakwah. Maka penggambaran yang mereka sajikan bukan lagi masalah kronologis belaka, tetapi sudah masuk pada isi pembahasan yang mengasyikkan dan sangat bermanfaat bagi dakwah dan pergerakan.


Buku-buku sejarah memang telah banyak ditulis orang. Namun kitab Manhaj Haraki dalam Sirah Nabi Saw. ini tetap harus disambut dengan antusiasme yang besar, karena karya Munir Muhammad al-Ghadban ini menjadi pengecualian dari buku-buku itu. Bukan hanya karena studinya yang lebih spesifik, yaitu kajian tentang pergerakan dan perjuangan politik dalam sirah nabawiyyah , namun Munir al-Ghadban juga menyajikan fakta dan data, yang dirangkai dengan studinya yang ekstensif, analisa yang tajam dan mengagumkan dengan daya kritis yang tinggi.


Tokoh pergerakan yang juga dosen di Universitas Ummul Qura Saudi Arabia dan di Jami‘ah al-Iman Yaman ini memperlihatkan kepiawaiannya yang luar biasa sekali dalam mempertautkan berbagai peristiwa di masa Nabi dengan kejadian mutakhir yang dihadapi oleh Harakah Islam kontemporer. Marhalah (periode) demi marhalah pergerakan Nabi dikupas dengan sangat memikat sekali, seraya dibedah watak dan karakteristiknya, lalu diproyeksikan dan direkonstruksi kembali ke dalam iklim pergerakan Islam modern.


Dalam jilid pertama buku ini, ada empat periode yang dibahas tuntas oleh Munir Muhammad Ghadban. Pertama, periode berdakwah secara sembunyi-sembunyi dan merahasiakan struktur organisasi. Kedua, berdakwah secara terang-terangan dan (tetap) merahasiakan struktur organisasi. Ketiga, mendirikan negara. Keempat, negara dan penguatan pilar-pilarnya.


Ketika banyak pergerakan Islam kontemporer layu sebelum berkembang, tumbang dan berguguran, buku ini insya Allah memberikan suntikan energi yang dahsyat sekali. Harus diakui, kitab ini menjadi bacaan ‘wajib' bagi pada aktivis da‘wah dan Harakah Islam, serta para peminat sejarah Islam. Juga menjadi bacaan yang bermutu bagi kaum muslimin pada umumnya. Karena kitab ini nyaris sempurna dalam mengupas dan merunut manhaj haraki atau langkah-langkah terprogram yang ditempuh Nabi saw. dalam gerakan dakwahnya, sejak kenabiannya sampai berpulang kepada Allah.


Jika kita ingin agar gerakan Islam yang kita lakukan berjalan secara benar, maka kita harus melacak tahapan-tahapan pergerakan Rasulullah langkah demi langkah serta mengikuti langkah-langkah tersebut. Allah berfirman: “Sesungguh-nya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat” (al-Ahzab: 21).


Lebih dari itu, buku ini tidak hanya memberikan jawaban terhadap pertanyaan ”Pendekatan macam apa yang harus diterapkan Harakah Islam kontemporer dalam kondisi seperti sekarang ini”, namun buku ini juga lahir dari pengalaman riil penulisnya yang sudah malang melintang dalam belantara Harakah Islam. Inilah “roh” yang menjadikan buku ini hidup, bukan sekadar “keasyikan intelektual” belaka. (Makmun Nawawi)


Dengan mengucapkan jazakamullah kepada Ustadz Rahmat Abdullah yang telah menorehkan catatan berharga dalam penerbitan buku ini, kami persilahkan Anda untuk segera mengkajinya. “Alhamdulillah!” begitulah pujian yang harus kami panjatkan mengiringi penerbitan buku Manhaj Haraki—Strategi Pergerakan dan Perjuangan Politik dalam Sirah Nabi Saw . jilid kedua ini. Selain sebagai tanda syukur dari begitu banyak nikmat yang sudah kita terima dari-Nya, pujian tersebut juga merupakan kesyukuran khusus kami atas terbitnya karya Munir Muhammad al-Ghadban ini, yang diluncurkan hampir bersamaan dengan jilid kesatu buku ini. Dengan demikian, maka Anda, pembaca yang budiman, bisa memperoleh pemikiran yang utuh dan menyeluruh dari tokoh pergerakan kelahiran Syria ini.


Sebagaimana yang kami kemukakan dalam jilid kesatu buku ini, ketika banyak pergerakan Islam kontemporer layu sebelum berkembang, tumbang dan berguguran, buku ini insya Allah memberikan suntikan energi yang dahsyat sekali. Lebih-lebih jika dikaitkan dengan fenomena terakhir yang menjangkiti bangsa ini, di mana banyak aktivis Islam yang diburu dan diciduk oleh orang tak dikenal, maka buku ini mempunyai relevasi yang kuat sekali. Karena dengan berbagai macam contoh peristiwa yang ditampilkannya, kitab ini memberikan penjelasan yang luas sekali terhadap pertanyaan “Strategi macam apa yang harus diterapkan Harakah Islam dalam kondisi seperti sekarang ini?” Karya berharga tentang sirah nabawiyah (narasi kehidupan Nabi) ini tidak hanya menyajikan fakta dan data dari setiap fase sejarah yang dilewatkan Nabi, namun penulisnya juga mempresentasikan analisa yang cerdas sekali seputar strategi pergerakan dan perjuangan politik yang dilakukan Sang Utusan. Ulasan Munir al-Ghadban yang memukau tentang berbagai karakteristik yang mewarnai setiap marhalah (periode) perjuangan Rasulullah, seyogianya memberikan pencerahan yang berlimpah bagi para aktivis da‘wah dan harakah Islam modern, bahkan ia mesti menjadi tuntunan dari zaman ke zaman.


Seraya mengucapkan jazakamullah kepada Ustadz Rahmat Abdullah yang telah mengguratkan catatan berharga dalam penerbitan buku ini, kami persilahkan Anda untuk segera mengkajinya. uku-buku sejarah memang telah banyak ditulis orang, namun kitab Manhaj Haraki ini tetap harus disambut dengan antusiasme yang besar, karena karya Munir al-Ghadban ini menjadi pengecualian dari buku-buku itu. Bukan hanya karena kajiannya yang lebih spesifik, yaitu tentang pergerakan dalam sirah nabawiyah , namun penulis juga menyajikan fakta dan data, yang dirangkai dengan studi yang ekstensif dan analisa yang mengagumkan dengan daya kritis yang tinggi. Tokoh pergerakan yang juga dosen di sejumlah universitas Timur Tengah ini memperlihatkan kepiawaiannya yang luar biasa sekali dalam mempertautkan berbagai peristiwa di masa Nabi dengan kejadian mutakhir yang dihadapi Harakah Islam kontemporer. Marhalah demi marhalah pergerakan Nabi dikupas dengan amat memikat, seraya dibedah karakteristiknya, lalu direkonstruksi ke dalam iklim Harakah Islam modern.


Ketika banyak pergerakan Islam kontemporer layu sebelum berkembang, buku ini insya Allah memberikan suntikan energi yang dahsyat sekali, sehingga menjadi referensi ‘wajib' bagi para aktivis da‘wah dan harakah Islam, para peminat tarikh Islam, juga menjadi bacaan bermutu bagi kaum muslimin pada umumnya. Lebih dari itu, publikasi karya ini bukan hanya karena “keasyikan intelektual” penulisnya, tapi justru lahir dari pengalaman riilnya yang sudah malang melintang dalam belantara Harakah Islam. Inilah “roh” yang menjadikan buku ini hidup.


• Tercerabut dari sejarahnya.


• Banyak pergerakan modern menuai kegagalan


• yang biasanya dirangkai dengan pesan agar semua itu menjadi ibrah (pelajaran) bagi kita


• Kritis.


• Bagaimana penulis begitu lincah sekali dalam menggambarkan tahap demi tahap pergerakan Nabi.


• Kajian fiqih juga akan kering, bila tidak merujuk pada sirah Nabi.


• Sirah mengajarkan kearifan. • Bukan keasyikan intelektual semata, rasikhun fil-ilm.


• Bila gerakan Islam gagal di tengah jalan, penting menyimak buku ini


• Tidak hanya menyajikan fakta, tapi juga membentangkan analisa yang radikal, seraya membandingkannya dan merekostruksinya ke dalam era pergerakan Islam mutakhir


• Sebuah penulisan sejarah yang baru • Pendekatan yang asyik. • Berangkat dari pengalaman riil


• Memberikan analisa yang—harus dibilang—mengagumkan.


• Kajian yang ekstensif


SUMBER :http://www.robbanipress.co.id/resensi/m.htm

Sunday, January 6, 2008

Inferiority Complex dan Strategi Berempati

(Sebuah Renungan Perjalanan Indralaya-Palembang)


Tepat detak waktu menunjuk pukul 14.30 Minggu, 6 Januari 2008, saya sedang berada di tengah deru perjalanan menuju bumi perjuangan, Indralaya. Seperti biasanya, transportasi yang saya naiki adalah Si Hijau Putih Bertulis Bus Mahasiswa. Kendaraan yang sejatinya diperuntukkan bagi mobilisasi mahasiswa dari Palembang Indralaya, namun telah lumrah menjadi kendaraan umum antara Palembang Darussalam sebagai pusat peradaban dan Indralaya sebagai kota penyangga. Perjalanan yang seperti biasanya selalu terisi dengan beraneka bentuk aksi dan ekspresi para penumpangnya. Gelak canda berurai tawa atau dengkur lelap dibuai mimpi menjadi pemandangan yang mendominasi sepanjang perjalanan.

Desah gemuruh perjalanan dan desing perlintasan antar kendaraan semakin menyemarakkan perjalanan. Tak terasa separuh perjalanan telah berlalu. Tepat setelah terminal, sekelompok yang sepertinya keluarga besar melambai tangan mengharap tumpangan. Mobil pun berhenti. Sang kernet pun beraksi dan berteriak “Kosong..kosong..Silakan naik Bu..”. Sesampai di dalam mobil sang ibu menampak secercah sedih berbalut kesal dengan bohong kecil Si Kernet. Ternyata bus penuh sesak penumpang. Memang ada kursi kosong, tapi hanya cukup tuk duduk anak gadis kecilnya. Sang ibu berserta beberapa anaknya pun terpaksa berdiri.

Saya yang kebetulan sedang berdiri, karena tempat duduk saya telah diperuntukkan bagi seorang ibu yang naik selanjutnya dan tidak kebagian kursi. Lekat saya memandang Sang Ibu dan anak-anaknya. Tampak jelas bahwa keluarga ini mungkin berasal dari status sosial terbelakang (Baca:Miskin). Indra penciuman dan penglihatan saya pun seakan membenarkan itu. Pandang saya pun saya sapu ke seantaro ruang bis kota. Tepat di depan sang ibu ada seseorang yang saya kenal sebagai seorang perempuan yang menyebut dirinya ”Pelayan Tuhan”, seorang aktivis mahasiswa yang aktif mengusung misi gereja. Seorang yang menyebut dirinya pengembala yang akan mengiring domba-domba menuju keimanan Yesus. Di belakang Si Ibu berdiri ada beberapa mahasiswa yang saya kenal menamakan dirinya sebagai aktivis mahasiswa yang sering aktif dengan kegiatan keislamannya, yang sejatinya merupakan para penyeru dakwah. Ikhwan dan akhwat begitu sering mereka dipanggil. Selain, itu ada beberapa orang lainnya yang tidak saya kenal. Dalam hati, saya berharap semoga ada diantara mereka yang segera meraih peluang kasih itu. Terutama beberapa orang yang mengerti bahwa itu tak seksedar empati, itu adalah ibadah, itu adalah dakwah, itu adalah kasih. Saya mendamba ada diantara mereka segera berdiri dan berkata ”Bu silakan duduk”.

Drama alamiah itu pun terjadi. Sang Ibu tampak lelah berbalut letih tak kuasa lagi berdiri. Tanpa menghiraukan tatap di sekitarnya Sang Ibu langsung saja mengelepak lepas di lantai bis. Sang Ibu sepertinya tanpa berpikir bahwa hal yang dilakukannya adalah hal yang di luar kebiasaan. Orang beradab dan beradat mungkin menyebut itu adalah tindakan yang memalukan. Atau barangkali juga orang yang mengerti ”Bahwa malu dan kebersihan adalah sebagian daripada iman”, menjustifikasi Sang Ibu adalah orang yang menyiakan sebagian dari imannya. Atau secara sarkasme ada yang menyebut Sang Ibu orang yang bermasalah akalnya.

Melihat keadaan ini, hati saya terenyuh. Margin kepedulian saya bergetar. Saya tak habis pikir mengapa mereka seperti tak peduli dengan keadaan ini. Mengapa mereka tak mau mengerti kelelahan dan keletihan Sang Ibu. Pernahkah terpikir oleh mereka jikalau yang menggelepak itu ibu mereka. Betapa teririsnya hati itu. Jikalau memang masih ada hati. Tentu pilu serasa disayat buluh sembilu. Ata barangkali juga sembilu tak mampu menyakiti. Tak satupun diantara mereka meningkatkan kualitas simpatinya menjadi empati dengan menganti belas kasihan dengan tindak kontributif yang berefek positif. Teman saya yang ikhwan tampak asyik terlelap dalam deru mimpi dengan kupingnya dihiasi senandung MP3. Begitu pun yang akhwat tampak ngobrol santai dengan akhwat di sebelahnya. Apalagi mereka yang lain, tampak tak menyemburatkan kepedulian apapun.

Akh...aku terlalu terbawa perasaan. Aku sentak diriku dari lamun sadarku. Namun ternyata benar. Walaupun sepertinya sudah terlambat. Temanku yang akhwat itu pun bangkit pedulinya. Atau barangkali juga tak enak karena lintas pandang saya berharap padanya. Dengan lembut Si Akhwat memegang pundak Sang Ibu. Si akhwat sepertinya menawarkan bantuan. Sang Ibu tampaknya tidak bersedia. Akhirnya Sang Ibu menitip duduk anak gadis kecilnya pada Si akhwat. Aku pun sedikit lega melihat keadaan ini. Aku memaklumi keputusan Sang Ibu.

Terpikir di imajiku barangkali Sang Ibu berpikir siapa sih aku diantara penumpang. Aku hanyalah wong cilik. Mana mau mereka menghormatiku, apalagi menghargaiku dengan mengorbankan tempat duduknya bagi ku. Atau barangkali juga dia mau bilang ”Dik udah terlambat jika mau peduli, saya sudah keburu lelah dan lupa malu, nggak usah deh aku dikasihani”. Kusentak lagi imajiku, nggak mungkin Sang Ibu berpikir demikian. Tatapku kembali ke depan menuju laju deru bis kota.

Drama perjalanan pun masuk ke babak kedua. Entah mengapa Si Gadis Kecil merasa tak kerasan berada di pangkuan Si Akhwat. Dia meneteskan air mata layaknya ingin menagis. Dia meminta turun dari pangkuan Si Akhwat. Si Akhwat sepertinya tak kuasa membendung keinginan Si Gadis Kecil. Atau barangkali juga senang karena beban pangkuannya berkurang dan bau apek Si Gadis pun akan hilang jauh dari penciuman. Si Gadis Kecil dengan tangisnya kembali kepangkuan ibunya yang mengelepak di lantai bis. Saya melihat sepertinya Sang Ibu juga sepertinya juga sedang menangis. ”Barangkali dia lagi berkecil hati atau kesal pada anaknya” pikir saya. Eh...gayung pun bersambut. Lembayung kasih pun bersahut. Teman saya yang notebene-nya adalah aktivis gereja (Baca:Gadis Gereja:GaJa) menawarkan kasihnya pada Si Ibu. Ternyata Sang Ibu tetap tidak bersedia. Kembali Si Gadis Kecil beralih pangkuan dari Sang Ibu pada Si GaJa. Si GaJa menyeka dengan lembut tetes mata Si Gadis Kecil. Entah kenapa tangis Si Gadis Kecil mulai berangsur reda. Dia kelihatab tenang berada di pangkuan Si GaJa. Aku pun tertegun dengan keadaan ini.

Logika manusiawi ku mulai hitung-hitungan. Ku coba lontarkan tanya pada imajiku. Mengapa ya Sang Ibu bersikap begitu, sepertinya ia mengalami kondisi psikologis yang disebut dengan “Inferiority Complex”, perasaan rendah diri? Mengapa ya drama egoisme or nggak saling peduli sepanjang perjalanan Indralaya-Palembang semakin menjadi, semakin biasa aja penumpang yang kuat, baik itu mahasiswa ataupun umum, baik itu ikhwan maupun akhwat tidak bersedia mengalihkan hak duduknya kepada yang sepertinya lebih perlu, lemah fisik karena usia, jenis kelamin, dll? Mengapa ya Si Gadis Kecil tidak kerasan dipangkuan Si Akhwat dan tampak tenang di pangkuan Si GaJa?.
Cling...Uareka...”Jangan-jangan berempati juga perlu strategi ya?” Peduli adalah fitrah milik semua orang, lepas dari apapun agama, suku, dan bangsanya. Secara logika memang orang lemah pantas dikasihani oleh orang yang kuat. Tapi, ternyata adakalanya bentuk tindak kasihan adalah hal yang menghinakan orang yang dikasihani. Ternyata simpati..tak cukup kata simpati, tetapi perlu empati dalam bentuk tindakkan nyata. Ternyata empati pun tak cukup sekedar tindakan, tetapi perlu strategi, biar dapat diterima oleh objek empati, bukan malah menyinggung, dan menyakiti hati. Empati pun ternyata butuh totalitas, tak sekedar bumbu tampak luar belaka. Melibatkan ekspresi hati dan fisik yang tulus. Berempati pun ternyata perlu momentum. Berempati di saat yang tepat untuk orang yang tepat. Berempati pun perlu berlomba-lomba, karena jikalau kita terlambat, peluang empati itu akan diambil orag lain.

Tapi, yang pasti Rasulullah SAW telah mencontohkan banyak bentuk empati yang berkualitas. Belum lekang dari ingatan kita, masuk Islamnya Si Yahudi Tua dan Buta, hanya karena Rasulullah sering selalu menyuapinya dengan kasih nan tulus tanpa tanding, sekalipun oleh sekaliber Seorang Abu Bakar. Para sahabat pun telah mencontohkan, betapa lebih pedulinya pasukan Islam terhadap ”Sarang Burung yang bersarang di tenda” daripada bebahan tenda penginapan mereka. Mereka tidak membongkarnya hanya takut akan menzholimin Sang Keluarga Burung. Pertanyaan besarnya adalah bagaiman kualitas empati kita ? Masihkah kita akan mentolerir ngantuk kita sepanjang perjalanan untuk mengejamkan diri tidak membagi hak duduk pada ibu nan renta, ibu hamil nan lelah, dan bapak tua nan papa ? Kita harus memahami perasaan rendah diri (inferiority complex) adalah kondisi psikologis yang rentang ketersinggungan. Untuk itu perlu strategi untuk mewujudkan empati kita. Biar Si Rendah itu meninggi dan percaya diri bahwa dia tidak sendirian.

Thursday, January 3, 2008

Tokoh Perubahan 2007: The Sound of Moral

"First and foremost, we should be governed by common sense. But common sense should be based on moral principles first. And it is not possible today to have morality separated from religious values."

Vladimir Vladimirovich Putin

Itulah suara terdalam dari seorang Putin, presiden Rusia. Seorang agen dinas rahasia KGB di masa Soviet yang komunis. Putin dinilai berhasil membawa negerinya untuk bangkit kembali sehingga majalah Time menobatkannya sebagai Person of the Year tahun 2007. Bagi Putin, nilai-nilai religius merupakan pijakan moral yang utama dalam memerintah. Globalisasi memang bukan sekadar memungkinkan menyatukan warna dunia dalam seketika, tapi juga mambangkitkan identitas agar tak tergerus. Dan religi adalah the ultimate values yang paling kukuh untuk menjadi pilar. Itulah pilihan terbaik untuk tetap "menoleh ke kanan". Indonesia akan mampu bangkit dari keterpurukannya jika masyarakatnya berpegang pada nilai-nilai religi yang berakar kuat di masyarakatnya.

Seperti dua tahun belakangan ini, pada hari ulang tahunnya, 4 Januari, Republika mengumumkan pemenang anugerah Tokoh Perubahan 2007. Kali ini adalah untuk yang ketiga. Mereka bagai angin semilir. Damai dan menyejukkan. Pelan namun menyibakkan. Itulah ciri Tokoh Perubahan 2007 pilihan Republika tahun ini. Mereka adalah Maftuh Basyuni, Deddy Mizwar, Habiburrahman El Shirazy, Andrea Hirata, Yusuf Mansyur, dan Ratna Megawangi.

Pada 2005, Republika memilih delapan tokoh yang menebarkan energi positif dan optimisme. Pada 2006, anugerah diberikan kepada tujuh tokoh yang menunjukkan pribadi pekerja keras. Kali ini, Republika memilih enam tokoh penyuara moralitas dalam memandu masyarakat. Merekalah pelantun the sound of moral.

Maftuh Basyuni adalah khas sosok pesisir utara Jawa: lugas dan berani. Membenahi Departemen Agama adalah tekadnya yang sangat kuat. Kemudahan, penghematan, pelayanan, dan membasmi praktik korupsi, percaloan, maupun mengail di air keruh dari 200-an ribu jamaah haji adalah upaya perbaikan yang terus-menerus ia lakukan. Adakalanya ia terpeleset seperti pada musim haji tahun lalu. Upayanya membenahi layanan katering haji mendapat perlawanan keras, bahkan sabotase dari pihak-pihak berkuasa di Arab Saudi.

Maftuh juga berbenah di bidang lain yang menjadi urusan departemennya seperti masalah pendidikan, birokrasi, dan pengelolaan anggaran maupun aset Depag. Ia tak banyak bicara dan lebih banyak bekerja, tanpa mengenal kompromi. Perlahan citra dan kinerja Depag pun membaik. Untuk kali pertama, Tokoh Perubahan didominasi seniman, yaitu Deddy, Habib, dan Andrea. Deddy bisa menghadirkan visinya yang kokoh di tengah terpaan produk sinetron dan film layar lebar yang dipenuhi roman picisan, pornografi, dan horor. Walau karyanya dipenuhi dengan idealisme namun ia bukan karya apik yang sunyi dari tepuk tangan.

Terbukti dari rating yang tinggi dan iklan yang penuh serta tiket yang laku keras dan masa tayang yang lama di bioskop papan atas. Karyanya juga mendapat berbagai penghargaan di berbagai festival. Hal itulah yang membedakan Deddy dengan sineas lain yang juga sama-sama berdiri di garda depan produk bermutu. Bukan hendak mengecilkan yang lain, namun Deddy bisa membuktikan kualitas kreativitasnya yang tetap bergemuruh.

Karya Deddy tak melulu pada kualitas teknis perfilman. Ia juga menukik pada isinya itu sendiri. Bukankah pembeda utama antara seni cerita dengan seni lainnya adalah ceritanya itu sendiri? Bukankah berkesenian ditujukan untuk masyarakat dan bukan untuk para seniman sendiri? Bukankah berkesenian bukan sekadar menghibur tapi juga untuk pencerahan jiwa? Bukankah seniman juga butuh uang untuk hidup dan berkarya lagi? Semua dijawab tuntas oleh Deddy lewat Lorong Waktu, Kiamat Sudah Dekat, Para Pencari Tuhan, dan Naga Bonar Jadi 2.

Ada ungkapan penghibur bahwa karya yang baik tak selalu karya yang paling banyak digemari. Itu memang betul. Tapi, alangkah eloknya jika selain karya itu baik tapi juga digemari. Itulah yang terjadi pada Habib atau akrab disapa Kang Abik. Novelnya, Ayat-ayat Cinta, memang meniti di atas cerita kisah cinta seorang mahasiswa. Sebuah model yang klise.

Namun caranya bercerita, munculnya kejutan di setiap babak, bingkai multikultural dan multikeyakinan para tokoh utama yang terlibat, dan keindahan cinta tanpa syahwat merupakan eksotisme novelnya. Bahkan, dari segi bingkai multikultural dan multikeyakinan, Ayat-ayat Cinta masih lebih kuat dibandingkan dengan karya klasik Buya Hamka, Di Bawah Lindungan Ka'bah. Ya, Hamka baru telah lahir dalam sastra Islami. Di sana ada tawa, kerinduan, juga tangis. Tentu yang lebih utama, sebagaimana ditulis dalam sampulnya, inilah novel pembangun jiwa. Novel yang mampu menggugah dan menginspirasi para pembacanya untuk menjadi pribadi-pribadi yang baik.

Andrea Hirata tetap berkukuh bahwa dia bukanlah novelis. Bukan pula sastrawan. Bukan juga pembaca sastra yang baik. Apa yang ia tulis ia akui sebagai sebuah buku tentang pendidikan. Kesahajaan itulah yang membuat novelnya begitu otentik dan menyegarkan. Ia seakan makhluk baru dalam dunia sastra Indonesia. Andrea memang orang yang muncul dari dunia antah berantah dalam jagad sastra Indonesia. Justru karena itu bahasa dan ungkapannya begitu asli. Ia tak mewarisi dan tak terpengaruh siapa-siapa. Padahal novelnya, Laskar Pelangi, ia tulis hanya dalam tiga pekan. Bukankah ia seorang penulis yang luar biasa?

Sebagai seorang karyawan PT Telkom tentu ia sangat sibuk. Namun, kecintaan dan dorongannya untuk memberikan hadiah pada ibu gurunya yang sedang terbaring sakit membuatnya teramuk menulis. Apa yang ia tulis adalah kisah nyata dan pengalaman pribadinya beserta teman-temannya yang tergabung dalam persahabatan Laskar Pelangi saat mereka di SD. Apa yang ia tulis adalah wajah nyata Indonesia tentang kemiskinan dan berbagai akibatnya, apalagi di wilayah terpencil di Belitung. Namun, berbagai keterbatasan itu bukanlah pintu mati jika di sana ada seorang guru yang menghayati dan mencintai profesinya. Tunas-tunas muda itu begitu keranjingan untuk belajar dan menyerap ilmu. Seperti kata Andrea, Laskar Pelangi memang bukan [sekadar] novel, dia adalah mata air di padang makna.

Di tengah gejala hedonisme, individualisme, pamer kekayaan, dan penderitaan akibat rentetan musibah dan krisis ekonomi berkepanjangan, Ustadz Yusuf Mansyur menyeru tentang "kenikmatan dan keuntungan" bersedekah. Ia pun mengeluarkan rumus matematika sedekah. Setiap pengeluaran akan ada pemasukan yang berlipat. Ia menyerukan solidaritas sosial.

Akhirnya, Ratna Megawangi. Dosen IPB yang lebih banyak dikenal lewat tulisan-tulisannya soal kesetaraan gender dari perspektif Islam merupakan pribadi yang telah enam tahun bergelut mengembangkan pendidikan yang bertumpu pada pembentukan karakter. Ia berjuang tanpa berisik. Bersama-sama para mantan mahasiswanya, kini ia telah mendirikan lebih dari 100 sekolah taman kanak-kanak di berbagai daerah. Melalui jalan sunyi, ia berharap Indonesia bisa menuainya ketika anak didiknya besar kelak. nasihin masha

Langkah Mengukir Prestasi

Oleh KH Abdullah Gymnastiar

Sungguh beruntung mereka yang dikaruniai Allah dengan potensi dan bakat untuk unggul. Dan lebih beruntung lagi mereka yang dikaruniai kemampuan mengoptimalkan potensi dan bakatnya sehingga menjadi manusia unggul serta prestatif.

Setiap orang pada dasarnya memiliki potensi untuk unggul. Namun, pada kenyataannya, betapa banyak pula orang yang cukup potensial tapi tidak pernah menjadi manusia unggul. Betapa banyak orang yang memiliki bakat terpedam dan tetap terpendam tak tergali, karena dia tak tahu ilmu untuk mengoptimalkannya. Oleh karena itu, mungkin yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana caranya untuk menjadi seorang pribadi prestatif? Setidaknya ada lima hal yang dapat memacu seseorang menjadi pribadi prestatif, yakni sebagai berikut:

1. Percepatan Diri
Salah satu kunci untuk memacu prestasi diri adalah kemampuan mengelola waktu. Orang yang akan unggul adalah orang yang berbuat lebih banyak dari orang lain dalam rentang waktu yang sama. Jatah waktu kita dalam sehari adalah sama yaitu 24 jam. Marilah kita mulai dari sekarang dalam waktu sama, tapi isi beda!

Yahya bin Hubairah, guru Ibnu Qayyim Al-Jauziah berkata: ''Waktu adalah barang paling berharga untuk kau jaga. Menurutku, ia adalah barang yang paling mudah hilang darimu. Waktu adalah hidup kita, orang bodoh adalah mereka yang diberi modal waktu namun disia-siakan.''

Sosok pribadi unggul pantang berbuat sia-sia. Sebaiknya kita menjaga waktu sebab semua yang kita perbuat pasti butuh waktu, sedangkan ia sangat berharga. Dalam Al Qur'an : ''Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syetan dan syetan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.'' (QS Al Israa: 27 ).

Keunggulan itu lebih dekat dengan orang yang paling efektif dalam memanfaatkan waktu. Islam adalah agama yang sangat menekankan pentingnya waktu. Allah SWT telah mendisiplinkan kita dengan rutinitas shalat lima waktu dalam sehari-semalam. Seorang mukmin pasti terjaga dengan waktu shalatnya.

Segala bentuk kemalasan, keengganan harus dibuang jauh kalau kita ingin masa depan cerah. Bagi yang mendambakan keunggulan, ketika melihat orang lain belajar lima jam sehari, maka dia harus punya bonus waktu belajar lebih dari porsi lima jam itu. Demikianlah, salah satu ciri orang yang unggul adalah memiliki kebiasaan melakukan sesuatu dimana orang lain enggan melakukannya

Maka, tidak ada waktu yang sia-sia. Ajaran Islam sangat menghormati dan menghargai waktu serta melarang kesia-siaan. Rasulullah SAW bersabda, ''Di antara tanda kebaikan akhlak manusia muslim itu adalah meninggalkan apa yang tidak perlu.'' (HR Turmudzi). Untuk itu, kalau kita melakukan sesuatu, pikirkan manfaatnya. Tanyakan pada nurani, ''Bagaimana kalau saya mati dalam keadaan melalaikan waktu?'' Naudzubillah.

2. Sistem yang Kondusif
Andaikata kita susah memiliki percepatan diri, maka kita harus masuk ke dalam sistem atau lingkungan yang membuat kita bisa bergerak lebih cepat.

Misalnya, ada dua ekor kupu-kupu. Kupu-kupu yang satu masuk kedalam mobil dan mobil pun melesat maju. Sedangkan kupu-kupu yang lain tidak masuk ke mobil, hanya terbang menggunakan sayapnya. Lalu ukur dalam waktu lima menit, mana yang lebih dulu sampai ke tujuan? Jelas akan ada beda kecepatan dan jarak tempuh yang signifikan. Kupu-kupu yang terbawa mobil tentu lebih unggul.

Tapi, kalau mobilnya berhenti atau mogok, maka mungkin yang lebih cepat adalah dengan terbang sendiri. Artinya, system yang kita masuki sangat mempengaruhi percepatan diri. Salah dalam memilih lingkungan, akibatnya akan segera kita rasakan. Kita harus mencari sistem lingkungan dan teman-teman pergaulan yang berkualitas, unggul, terjaga, memiliki kehalusan budi pekerti.

Lembaga atau organisasi yang memiliki sistem yang unggul, banyak yang telah dapat membuktikan dirinya tampil dalam kehidupan bermasyarakat. Kalau ingin memiliki pribadi prestatif dan tangguh, pastikan untuk tidak salah dalam memilih pergaulan. Sebab, salah dalam memilih lingkungan, salah dalam memilih sistem, berarti telah salah dalam memilih kesuksesan. Ingatlah akan riwayat, ''Bergaul dengan tukang minyak wangi akan terbawa wangi dan bergaul dengan pandai besi akan terbawa bau bakaran.''.

Apabila kita salah dalam memilih teman, salah dalam memilih lingkungan, salah dalam memilih sistem, berarti kita telah salah dalam memilih masa depan. Sebab bergaul dengan metal akan kebawa metal; bergaul dengan tukang pacaran akan terbawa pacaran; bergaul dengan santri akan kebawa nyantri. Begitulah. Maka, carilah lingkungan atau sistem yang baik, yang dapat mengkatrol tata nilai kehidupan kita menjadi lebih baik.

3. Berdaya Saing Positif
Kiat menjadi unggul yang ketiga adalah memiliki naluri berdaya saing positif. Dalam setiap kesempatan dan lingkungan, kita harus memiliki naluri berdaya saing positif .

Sebenarnya setiap orang memiliki naluri untuk berlomba-lomba dalam kebajikan. Celakanya, kita sering melihat pesaing kita itu sebagai musuh yang dapat merintangi kita untuk berbuat kebajikan. Melihat sesuatu yang sama atau bahkan lebih, sering dipandang sebagai sebuah ancaman. Padahal jika kita lihat hal itu dengan hati yang jernih, maka pesaing itu adalah karunia Allah yang tak ternilai.

Yang membuat kita terpuruk sebenarnya bukan musuh, tapi kualitas dan kemampuan kita sendiri yang terbatas. Tidak perlu emosional, saingan adalah aset, bukan ancaman. Kita hancur justru bisa oleh diri sendiri. Kalau niat salah, itu bisa menghancurkan. Orang yang memiliki mental bersaing secara positif, justru akan menanggapi adanya saingan dengan senang hati, seolah dia mendapat sparring patner yang akan memacu kerja lebih berkualitas.

Sebuah ungkapan, ''Lebih baik jadi juara kedua di antara para juara umum, daripada jadi juara pertama di antara yang lemah.'' Orang-orang yang suka iri hati, sebel, dongkol kepada prestasi orang lain, biasanya tidak akan unggul. Berani bersaing secara sehat dan positif adalah kunci menuju gerbang kesuksesan.

4. Mampu Bersinergi (Berjamaah)
Masih ingat kota Hiroshima dan Nagasaki di Jepang yang bulan Agustus 1945 luluh lantak oleh bom atom Sekutu? Ya, ingatan kita akan segera menerawang, ketika bagaimana sebuah benda yang besarnya tidak lebih dari tubuh manusia itu bisa meratakan hampir seisi kota dengan hanya satu kali ledakan yang sangat dahsyat.

Menurut para ahli fisika, ledakan dahsyat ini terjadi karena adanya sinergi beberapa proses berantai, yaitu sinergi antara atom satu yang bersinggungan dengan atom yang lain. Atom-atom itu saling bersinggungan satu sama lain. Dalam waktu yang beberapa detik saja jutaan bahkan miliaran atom telah saling bersinggungan menghasilkan benturan kekuatan yang sangat dahsyat.

Belajar dari fenomena atom, jika kita ingin unggul, nikmati hidup berjamaah. Kita harus senang hidup berjamaah dengan yang lain. Tapi tentu saja berjamaah dengan arti positif, karena adakalanya dalam berjamaah itu juga saling melemahkan, saling melumpuhkan.

5. Manajemen Qalbu
Tidak bisa tidak, bagi pribadi yang ingin unggul dan prestatif, maka dia harus mampu mengendalikan suasana hatinya. Rasulullah SAW bersabda, ''Ingatlah dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging. Kalau segumpal daging itu baik, maka akan baiklah seluruh tubuhnya. Tetapi, bila rusak, niscaya akan rusak pula seluruh tubuhnya. Segumpal daging itu bernama hati.'' (HR Bukhari -Muslim).

Dalam organisasi, misalnya, kita harus mampu mengelola konflik. Ingat, konflik bukan untuk dihindari atau dihilangkan. Konflik adalah untuk dikelola agar menjadi sebuah kekuatan yang positif. Banyak fakta membuktikan bahwa rubuhnya organisasi itu karena pengelolaan hati para pengurusnya kurang baik. Ingatlah pepatah, ''Kekayaanku adalah hatiku, apapun yang engkau lakukan, yang penting adalah jangan kau curi hatiku.''

Selamat menderita bagi orang yang busuk hati. Maka, bagi siapapun yang tidak bisa menata hati, waktu kita akan habis meladeni kebusukan hati itu. Kita akan terhambat, tidak akan berprestasi karena energi habis untuk memikirkan orang lain.

Untuk dapat mengelola hati dengan baik, maka bekal yang utama adalah ilmu, ingatlah konsep perubahan. Seseorang itu berubah bukan karena tahu, tapi karena paham. Orang bisa paham karena ada informasi atau ilmu. Bagaimana kita dapat membersihkan hati ini jika tidak tahu ilmu tentang hati?

Oleh karena itu dari sekarang sisihkanlah waktu, tenaga, biaya untuk menggali ilmu. Ingat, upaya itu selain untuk tahu, adalah juga untuk paham. Setelah tahu ilmu, segera amalkan! Bagi mereka yang ahli dalam menjaga hati, insa Allah lulus menjadi pribadi unggul.

Wallahu a'lam bisshawab. ***