Sunday, April 20, 2008

Hubungan Citra Merek (Brand Image) dan Keputusan Pembelian (Studi Kasus Bank Muamalat Indonesia Palembang)


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Banyak pakar ekonomi mengatakan bahwa krisis ekonomi yang melanda Bangsa Indonesia tahun 1998 yang lalu telah membuat kondisi perekonomian negara terpuruk. Betapa tidak, hampir semua sektor-sektor perekonomian mengalami “kelumpuhan”. Implikasi dari hal tersebut adalah ditandai dengan adanya penurunan pertumbuhan perekonomian nasional sebesar 13,2 %, sementara itu kenaikan harga melonjak sangat tinggi hingga mencapai 77,6% (A.Riawan Amin , 2003).

Bahkan, dampak dari krisis moneter yang telah terjadi sembilan tahun silam masih kita rasakan hingga saat ini. Walaupun pemerintah telah mengeluarkan kebijakan-kebijakan dalam rangka restrukturisasi perekonomian nasional seperti rekapitalisasi dan merger untuk membenahi sektor perbankan namun hal tersebut tidak terlalu banyak mengubah kondisi perekonomian negara.

Sekarang diawal tahun 2008, kondisi ekonomi bangsa masih belum bangkit dari krisisnya. Hampir sepuluh tahun semenjak krisis moneter, Indonesia belum bisa memberikan kesejahteraan untuk rakyatnya secara baik. Memang ada beberapa pencapaian di beberapa bidang kehidupan, namun belum mampu mendorong terjadinya perbaikan kesejahteraan rakyat secara signifikan. Perbaikan makroekonomi memang terjadi, namun umumnya hanya menyenangkan beberapa kelompok saja, meskipun diakui kondisi makroekonomi yang membaik mendukung upaya pemerintah menata ekonomi.

Salah satu kegiatan usaha yang paling dominan dan sangat dibutuhkan keberadaannya didunia ekonomi dewasa ini adalah kegiatan usaha lembaga keuangan perbankan secara umum dan lembaga keuangan syariah secara khusus. Fungsi perbankan sebagai lembaga intermediasi sangat berperan dalam menunjang pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Selain itu peranan perbankan syariah sebagai penunjang dari keputusan bisnis yang merupakan kebutuhan dari masyarakat untuk melakukan suatu aktivitas perekonomian.

Perkembangan perbankan bank syariah di Indonesia di mulai tahun 1992 dengan berdiri Bank Muamalat Indonesia (BMI). Kemudian lahir suatu UU No 7 Tahun 1992 tentang perbankan lalu mengalami perubahan sehingga keluar UU No 10 Tahun 1998. Perkembangan dari sisi perundangan tersebut adalah wujud pengakuan Bank Indonesia akan keberadaan bank syariah. Secara rinci dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut :

Tabel 1.1. Perkembangan Perbankan Syari’ah di Indonesia

Kelompok Bank

1992

1999

2004

2007

Bank Umum Syari’ah

1

2

3

3

BUK yang mempunyai UUS

0

1

15

25

Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah

9

78

86

109

Jumlah Kantor BUS & UUS

1

40

401

577

Sumber : Statistik Perkembangan Bank Syari’ah Bank Indonesia (data diolah)

Keterangan : BUK (Bank Umum Konvensional)

Kesuksesan Bank Muamalat Indonesia melewati krisis ekonomi tahun 1998 dan pengakuan Pemerintah melalui peraturan perundangan di atas telah menginspirasi tumbuh pesatnya perbankan syari’ah di Indonesia. Pada akhir tahun 2007 telah berdiri 3 Bank Umum Syari’ah (BUS), 25 Unit Usaha Syari’ah (UUS), 109 Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah (BPRS), dan 577 kantor BUS dan UUS. Pertumbuhan ini relatif cepat bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

Perkembangan dari sisi kelembagaan juga diikuti perkembangan dari sisi volume usaha. Hal ini tampak dari relatif cepatnya perkembangan pangsa kegiatan usaha perbankan syari’ah terhadap perbankan nasional. Jika dihitung dalam persentase, peningkatan pangsa perbankan syari’ah terhadap perbankan nasional yaitu total aktiva dari 1,42 persen menjadi 1,97 persen, Dana Pihak Ketiga (DPK) dari 1,38 persen menjadi 1,85 persen, dan pembiayaan dari 2,19 persen menjadi 2,80 persen. Secara rinci lihat tabel 1.2

Tabel 1.2. Perkembangan Pangsa Kegiatan Usaha Perbankan
Syari’ah terhadap Perbankan Nasional (%)

Keterangan

2005

2006

2007

Aset

1,42

1,57

1,97

Dana Pihak Ketiga (DPK)

1,38

1,60

1,85

Pembiayaan

2,19

2,58

2,80

Sumber : Statistik Perkembangan Bank Syari’ah Bank Indonesia (data diolah)

Bank Muamalat Indonesia (BMI) sebagai Bank Syari’ah pertama di Indonesia berdiri tahun 1991 dan mulai beroperasi tahun 1992 dengan modal awal 190 miliar rupiah. Ketika krisis ekonomi tahun 1998, BMI mengalami kerugian sebesar 105 miliar rupiah. Ekuitas mencapai titik terendah, yaitu 39,3 miliar rupiah, kurang dari sepertiga modal setor awal (www.muamalatbank.com).

Kini BMI telah menjadi bank syariah terkemuka di Indonesia dengan jumlah aktiva sebesar 5,2 triliun rupiah, modal pemegang saham sebesar 269,7 miliar rupiah serta perolehan laba bersih sebesar 48,4 miliar rupiah pada tahun 2004. Untuk BMI Cabang Palembang, laba yang berhasil dibukukan pada tahun 2007 sebesar7,52 miliar rupiah atau meningkat sebesar 342% dari tahun 2006 (Republika, 2008).

BMI sejak pendirian telah mendapat banyak penghargaan dari berbagai lembaga. Penghargaan tersebut diperoleh baik dari dalam maupun luar negeri (Lihat Tabel 1.3).

Tabel 1.3. Penghargaan yang telah diraih Bank Muamalat Indonesia

No

Lembaga/ Jenis

Kategori Penghargaan

1.

MUI Awards 2004

Penghargaan sebagai Bank terbaik yang menjalankan operasional secara syariah tahun 2004

2.

KLIFF AWARD 2004

The Most Outstanding Performance by an Islamic Bank. Dikeluarkan oleh Islamic Financial Forum yang berbasis di Kuala Lumpur melalui Centre for Research and Training (CERT) bekerja sama dengan Dow Jones Indexes New York - USA.

3.

Majalah MODAL

Peringkat 1 kategori The Top of Mind (Bank Syariah yang mudah diingat), hasil survey Karim Business Consultants (KBC) dan Majalah Modal edisi Maret 2004.

4.

SUPERBRANDS

Satu dari 101 perusahaan yang memiliki brand/merek yang kuat (Superbrands) di Indonesia.

5.

Majalah SWA

Peringkat ke 2 Terbaik dalam Tingkat Kepuasan Nasabah tahun 2000, Peringkat ke 6 sebagai Bank paling dikenal masyarakat dan Bank paling aman di atas bank asing dan bank swasta,

6.

Indonesian Best Brand 2005 "Top Five"

The Celestial Management sebagai Konsep Manajemen Paling Berpengaruh dan Innovation in Customer Mode of Entry

7.

Majalah Info Bank

Rating peringkat ke 17 Bank dengan predikat sangat bagus tahun 2002, Rating peringkat ke 7 Bank dengan predikat sangat bagus untuk kategori bank beraset Rp 1 triliun - Rp 20 triliun tahun 2003, Bank dengan predikat sangat bagus tahun 2004

8.

Majalah Pilars

epuluh Besar Bank dengan Predikat Teraman versi Majalah Pilars Bisnis tahun 2003

9.

AS/NZS ISO 9001 : 2000

Quality Manajemen system – Requirements

10.

Best Islamic Banks Poll 2005

Voted Best Islamic Bank in Indonesia by the readers of Islamic Finance News

11.

IIRA Bahrain

Bank Muamalat Raih AA Sharia Quality Rating

12.

Majalah Property & Bank

Bank Pelopor KPR Syariah di Indonesia

13.

International Islamic Bank Award (IIBA)

The Most Efficiency Bank
The Most Convenient Musholla

Sumber : www.muamalatbank.com

Penghargaan ini pada dasarnya adalah bukti eksistensi dan kontribusi BMI di dunia perbankan Indonesia. Penghargaan ini adalah bukti nyata bahwa BMI adalah salah satu bank syari’ah terbaik di Indonesia, bahkan di dunia.

Riset Karim Bussiness Consulting (KBC) memproyeksikan tahun 2005 menjadi tahun terakhir pertumbuhan perbankan syari’ah secara anorganik. Pertumbuhan bank syari’ah selanjutnya mulai mengarah pada pertumbuhan organik yakni memperbesar aset dan jaringan. Hal ini berarti perbankan syari’ah harus mulai mereview fokus pasarnya. Jika sebelum tahun 2005, pasar perbankan syari’ah terfokus pada pasar emosional (emotional market), maka pasca tahun 2005 perbankan syari’ah harus mulai menyiapkan strategi pemasaran untuk merebut pangsa pasar rasional (rational market). Paling tidak perbankan syari’ah harus menjadikan émotional market sebagai basis pasar utama, dengan terus memperkokoh posisinya di emotional market dengan memperkuat “warna Islam” (Hilman dkk: 2003).

Persaingan yang semakin ketat inilah yang saat ini sedang terjadi di dunia perbankan. Hal ini terjadi seiring dengan semakin pesatnya perkembangan bank syari’ah di Indonesia. Selain itu, kebijakan pemberlakuan office chanelling membuat suasana perebutan konsumen loyalis syari’ah semakin kental. Terlepas dari semua itu, pada dasarnya persaingan utama bank syari’ah, khususnya BMI bukanlah dengan sesama perbankan syari’ah, tetapi dengan perbankan konvensional itu sendiri. Fakta menunjukkan bahwa total aset perbankan syari’ah masih sangat kecil dibandingkan dengan total aset perbankan Indonesia.

Fenomena persaingan ini menuntut para pemasar untuk selalu menginovasi strategi bisnisnya. Salah satu asset untuk mencapai hal tersebut adalah melalui manajemen merek. Ekuitas merek yang kuat memungkinkan preferensi dan loyalitas dari konsumen terhadap perusahaan semakin kuat. Semakin besar prefensi dan loyalitas konsumen terhadap suatu merek produk, maka kesempatan perusahaan untuk mempertahankan dan mengembangkan pasar semakin besar. Di tengah persaingan yang semakin ketat, merek bisa menjadi senjata andalan untuk menarik perhatian dan mengikat loyalitas pelanggan. Merek yang sejati adalah merek yang memiliki ekuitas merek yang kuat. Suatu produk yang memiliki ekuitas merek yang kuat dapat membentuk landasan merek yang kuat dan mampu mengembangkan keberadaan suatu merek dalam persaingan apapun dalam jangka panjang. Konsumen menjadikan merek sebagai salah satu pertimbangan penting ketika hendak membeli suatu produk atau jasa. Pertimbangan tesebut didasari oleh banyak aspek, baik aspek yang rasional mapupun emosional. Secara rasional, konsumen percaya bahwa merek tertentu bisa memberikan jaminan kualitas. Secara emosional, merek tersebut dianggap mampu menjaga atau meningkatkan citra dan gengsi penggunanya. Keller (Shimp, 2003: 10) menyatakan bahwa menurut perspektif konsumen, sebuah merek yang memiliki ekuitas sebesar pengenalan konsumen atas merek tersebut dan menyimpannya dalam memori mereka beserta assosiasi merek yang mendukung, kuat, dan unik. Ekuitas merek dalam perspektif konsumen terdiri atas dua bentuk pengetahuan tentang merek, yaitu kesadaran merek (brand awareness), dan citra merek (brand image).

Kesadaran merek adalah dimensi dasar dari ekuitas merek. Kesadaran merek menunjukkan dua tingkat kesadaran; yaitu kenal akan merek (brand recognition) dan mampu mengingat merek (brand recall). Citra merek adalah jenis assosiasi yang muncul di benak konsumen ketika mengingat sebuah merek tertentu. Citra merek (brand image) merupakan salah satu komponen yang mempengaruhi loyalitas konsumen. Perusahaan yang kompetitif menggunakan citra merek untuk menarik perhatian dan mengikat loyalitas konsumen. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti permasalahan ini dengan judul ” Pengaruh Brand Image terhadap Keputusan Konsumen Menggunakan Jasa Perbankan (Studi Kasus Nasabah Bank Muamalat Indonesia Cabang Palembang)

1.2. Rumusan Masalah

1.

1.2. Rumusan Masalah

1. Seberapa besar pengaruh brand image terhadap keputusan konsumen menggunakan jasa perbankan, studi kasus nasabah BMI Cabang Palembang ?

2. Variabel apa yang dominan diantara variabel tersebut yang mempengaruhi keputusan konsumen menggunakan jasa perbankan, Studi kasus nasabah BMI Cabang Palembang ?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh brand image terhadap keputusan konsumen menggunakan jasa perbankan, studi kasus nasabah BMI Cabang Palembang.

2. Untuk mengetahui variabel yang dominan mempengaruhi keputusan konsumen menggunakan jasa perbankan, studi kasus nasabah BMI Cabang Palembang. Dengan demikian dapat lebih memfokuskan pada variabel yang dominan itu dalam menentukan kebijakan pemasaran/strategi pemasaran

1.4. Manfaat Penelitian

1. Dengan penelitian ini, dapat membantu perusahaan dalam membuat keputusan dibidang pemasaran sehingga perusahaan dapat meningkatkan penjualan.

2. Dengan penelitian ini, masyarakat dapat mengetahui seberapa besar pengaruh brand image terhadap keputusan pembelian konsumen. Sehingga dapat menambah wawasan mereka di bidang pemasaran khususnya kekuatan merek.

3. Penelitian ini dapat dijadikan referensi penelitian sejenis ataupun untuk pengembangan penelitian selanjutnya.

1.5. Metode Penelitian

1.5.1 Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian korelasional (Correlational Study). Penelitian ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara brand image terhadap keputusan konsumen menggunakan jasa perbankan, studi kasus nasabah BMI Cabang Palembang

1.5.2. Ruang Lingkup Penelitian

Untuk mempermudah analisa pembahasan dan agar tidak menyimpang maka penelitian pengaruh brand image terhadap keputusan konsumen menggunakan jasa perbankan, studi kasus nasabah BMI Cabang Palembang di batasi tiga variabel yaitu citra produsen, citra konsumen, citra produk.

1.5.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah nasabah BMI Cabang Palembang. Metode dalam pengambilan sampel adalah teknik non probability sampling dengan cara purposive sampling. Pengambilan sampel dengan metode ini bertujuan untuk mendapatkan sampel yang reprsentatif sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Kriteria tersebut adalah responden yang menggunakan jasa BMI, dan responden memiliki informasi yang cukup untuk diteliti. Dikarenakan keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya, peneliti menentukan 100 responden untuk penelitian ini.

­1.5.4. Jenis dan Sumber Data

Jenis data empiris ini didapat langsung dari penyebaran kuesioner yang berisi daftar pertanyaan berkenaan dengan brand image dan keputusan nasabah. Lokasi penelitian dilakukan di Kota Palembang, khususnya Kantor BMI yang ada di depan Palembang Indah Mall dan di Pasar KM. 5 Palembang.

Data sekunder penelitian ini adalah data yang diperoleh peneliti melalui buku-buku yang berkaitan dengan penelitian ini, literatur, artikel yang didapat dari majalah maupun website. Data sekunder dalam penelitian skripsi ini meliputi gambaran umum perusahaan, landasan teori yang diperlukan.

1.5. 5. Variabel penelitian

1.5.5.1. Identifikasi Variabel

Dalam penelitian ini, variabel yang akan diteliti adalah tiga elemen utama citra merek sebagai Independent Variabel (X) , yaitu :

1. Variabel citra produsen (Corporation Image)

2. Variabel citra konsumen (User Image)

3. Variabel citra produk.(Product Image)

Dan keputusan nasabah menggunakan jasa BMI sebagai variabel dependent (Y).

1.5.5.2 Batasan Operasional Variabel

Citra merek (brand image) merupakan sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan oleh konsumen terhadap merek tertentu. Ada tiga indikator dari brand image, yaitu :

a. Citra Perusahaan (Corporation Image) adalah sekumpulan asosiasi yang dipersesikan konsumen terhadap perusahaan yang membuat suatu produk atau jasa. Dalam penelitian ini citra pembuat meliputi: popularitas, kredibilitas serta jaringan perusahaan.

b. Citra Konsumen ( User Image) adalah sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap pemakai yang menggunakan suatu barang atau jasa. Meliputi : pemakai itu sendiri, gaya hidup/kepribadian, serta status sosialnya.

c. Citra Produk (Product Image) adalah sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap suatu produk. Meliputi artibut produk tersebut, manfaat bagi konsumen, penggunanya, serta jaminan.

Keputusan konsumen merupakan keputusan yang ditentukan oleh konsumen dalam menentukan pilihannya dalam pembelian sesuatu. Keputusan yang dimaksud adalah keputusan konsumen untuk menggunakan jasa BMI Cabang Palembang.

1.5.5.3 Pengukuran Variabel

Instrumen penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner ini dirancang menggunakan skala ordinal model likert. Pada tiap nomor pertanyaan disediakan lima kotak jawaban, dimana tiap kotak jawaban diberi kategori. Responden diminta memilih salah satu kotak diantara lima kotak jawaban yang disediakan sesuai dengan penilaian dengan membubuhkan tanda (P).

Skala likert pada variabel independent meliputi :

1. Sangat Berpengaruh diberi nilai lima

2. Berpengaruh diberi nilai empat

3. Cukup Berpengaruh diberi nilai tiga

4. Kurang Berpengaruh diberi nilai dua

5. Tidak Berpengaruh diberi nilai satu

Skala likert pada variabel dependent meliputi :

1. Sangat setuju diberi nilai lima

2. Setuju diberi nilai empat

3. Cukup Setuju diberi nilai tiga

4. Kurang Setuju diberi nilai dua

5. Tidak Setuju diberi nilai satu

1.5.6. Teknik Analisis

Analisis data dilakukan dengan dua acara, yaitu; analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Teknik analisis kuantitatif dilakukan pengolahan data dengan bantuan SPSS 11,5. Analisis yang dilakukan terhadap data antara lain; uji validitas, reabilitas, uji parsial (uji T) dan uji F, tabulasi silang, regresi berganda, dan korelasi untuk mencari antara variabel X (Citra Merek) dan variabel Y (Keputusan Nasabah).

Teknik analisis kualitatif dilakukan dengan cara menganalisis hasil analisis kuantitatif dengan menerapkan teori yang terkait. Hasil penelitian tersebut selanjutnya diinterprestasikan ke dalam bentuk pernyataan yang bersifat kualitatif. Hal ini dimaksudkan untuk menjelaskan makna analisis kuantitatif.

1.5.6.1 Analisis Regresi Berganda

Y= a + bX1+bX2+bX3

Teknik analisis data yang digunakan dalam menganalisia pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen adalah analisis regresi berganda dengan formula :

Dimana :

Y = Keputusan Pembelian Konsumen (Variabel dependent)

a = Nilai intercept (konstan)

b = Koefisien regresi

X1 = Citra Produsen (Corporation Image).

X2 = Citra Konsumen (User Image)

X3 = Citra Produk (Product Image)

Analisa Regresi dilakukan dengan menggunakan alat bantu program software aplikasi statistik SPSS (Statistic for Products and Services Solution) for windows 11.5. Analisa yang akan dilakukan sebelumnya perlu dilakukan uji data untuk menjaga agar data yang diperoleh sesuai dengan harapan. Uji data yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah uji validitas, reabilitas, , uji parsial (uji T) dan uji F terhadap data primer yang sudah diolah.

Uji validitas

Data dikatakan valid, jika pertanyaan pada kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang diukur oleh kuesioner tersebut. Butir-butir pertanyaan yang ada dalam kuesioner diuji terhadap faktor terkait. Jika ternyata tidak valid maka butir pertanyaan yang tidak valid tersebut akan disingkirkan dari kuesioner atau diperbaiki

Data dikatakan valid apabila nilai korelasi hitung data tersebut melebihi nilai korelasi tabelnya. Nilai r hitung adalah nilai-nilai yang berada dalam kolom ”corrected item total correlation”. Jika r hasil positif, dan r hasil > r tabel, maka butir pertanyaan atau variabel tersebut valid.

Uji Reabilitas

Uji reabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana alat pengukur dapat diandalkan. Uji reabilitas digunakan untuk mengukur ketepatan atau kejituan suatu instrument jika dipergunakan untuk mengukur himpunan objek yang sama berkali-kali akan mendapatkan hasil yang serupa.

Suatu kuesioner dikatakan reliabel jika jawaban yang diberikan responden terhadap pertanyaan adalah konsisten. Hubungan tersebut dinyatakan dengan koefisien “r”, koefisien r berkisar dari 0 sampai dengan 1 dan nilai r<0.6> dari 0.6 artinya butir pertanyaan/variabel tersebut adalah reliabel/ dapat dipercaya. Hal ini artinya data yang dipergunakan telah layak digunakan pada analisis berikutnya.

Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk memeriksa apakah nilai variabel tak bebas Y didistribusikan secara normal terhadap nilai variabel bebas X. Dalam penelitian akan diperiksa hubungan antara faktor Y (sebagai variabel tak bebas) dengan indikator-indikator terkait X (sebagai variabel bebas) dengan faktor yang dimaksud.

Uji normalitas dengan menggunakan uji One Sample Kolmogrov Smirnov Test. Suatu data dikatakan terdistribusi secara normal apabila nilai asymp Sig pada test tersebut bernilai > 0.05.

1.5.7. Metode Pengumpulan Data

Adapun metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

  1. Wawancara (interview)

Tatap muka langsung dan memberikan berbagai macam pertanyaan yang berkaitan dengan penelitian kepada responden.

  1. Kuesioner (quesionaire)

Peneliti memberikan pertanyaan berupa angket kepada responden untuk mendapat informasi.

  1. Studi Pustaka (library research)

Teknik pengumpulan data dengan mengumpulkan data melalui buku-buku, literatur-literatur, berbagai artikel yang dicari lewat website, majalah, maupun koran yang berkaitan dengan penelitian ini.

1.6. Sistematika Pembahasan

Agar pembahasan ini lebih mudah untuk dipahami, maka akan disajikan sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan diuraikan latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan, manfaat penelitian, dan sistematika pembahasan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Untuk mendapatkan pemahaman mengenai teori-teori yang akan digunakan, maka dalam bab ini akan diuraikan tentang pemasaran, merek, perilaku konsumen, kebutuhan konsumen.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan variabel yang terkait dalam penelitian.

BAB IV DATA DAN HASIL PENELITIAN

Bab ini akan menguraikan mengenai gambaran umum perusahaan dan deskripsi tentang produk yang menjadi objek penelitian

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan mengenai analisis tentang brand image terhadap keputusan konsumen menggunakan jasa perbankan, studi kasus Nasabah BMI Cabang Palembang.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bagian akhir dari penulisan ini yang berisikan kesimpulan terhadap hasil penelitian serta saran-saran yang kiranya dapat bermanfaat sebagai masukan ataupun pertimbangan bagi perusahaan, pembaca, dan penelitian-penelitian selanjutnya

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Bank dan Bank Syari’ah

Pengertian bank sebagaimana termaktub dalam UU No. 10 Tahun 1998 Pasal 1 butir ke-3 adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan dalam bentuk lainnya dengan tujuan meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sedangkan menurut Kasmir (2004:8), bank adalah sebuah lembaga keuangan yang kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa-jasa perbankan lainnya.

Jenis usaha bank yang berlaku di Indonesia ada 2, yaitu bank konvensional dan bank syari’ah. Bank konvensional adalah bank yang dasar usahanya hanya berdasarkan peraturan perbankan pada umumnya. Sedangkan bank syari’ah adalah selain menggunakan aturan perbankan pada umunya, juga dilandasi oleh prinsip-prinsip syari’ah Islam

Lebih jauh, bank syariah adalah bank yang menjalankan usahanya berdasarkan prinsip syariah Islam. Bank syari’ah menjadikan Al Qur’an dan Al Hadist sebagai acuan utama dalam operasinya. Prinsip syariah Islam tersebut menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam, misalnya dengan menjauhi praktek-praktek yang mengandung unsur riba dalam praktek perbankan (Purwaatmadja dan Antonio, 1992:2).

Bisnis perbankan syari’ah di Indonesia tergolong baru. Walaupun perkembangan perbankan syari’ah tergolong pesat beberapa tahun terakhir, namun volume usaha perbankan syari’ah masih tergolong kecil dibandingkan volume usaha total perbankan nasional. Selain itu, ketatnya persaingan mendorong para bankir syari’ah harus mampu menciptakan strategi pemasaran yang jitu. Salah satu strategi pemasaran yang terbukti efektif adalah strategi merek.

2.3. Merek

Sebuah merek yang terkenal dan terpercaya merupakan aset yang tidak ternilai. Keahlian yang paling unik dari pemasar profesional adalah kemampuannya untuk menciptakan, memelihara dan melidungi dan meningkatkan merek. Para pemasar menyatakan pemberian merek adalah seni dan bagian paling penting dalam pemasaran. American Marketing Association mendefenisikan merek adalah suatu nama, istilah, tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut, dan dimaksudkan untuk membedakannya dari barang-barang yang dihasilkan oleh pesaing.

Kotler (2000: 460) menjelaskan pada hakikatnya merek mengidentifikasikan penjual atau pembuat. Merek dapat berupa nama, merek dagang, logo, atau simbol lainnya. Merek sebenarnya janji penjual untuk secara konsisten memberikan keistimewaan, manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek-merek terbaik memberikan jaminan mutu.

Leslie menjelaskan bahwa merek mempunyai beberapa peran bagi perusahaan yang memasarkannya. Peran ekonomi yang penting adalah memungkinkan perusahaan untuk mencapai skala ekonomi dengan memproduksi merek tersebut secara massal. Peran ekonomi tidak ternilai lainnya adalah bahwa merek yang sukses dapat menjadi penghambat bagi pesaing yang ingin memperkenalkan merek yang sama. Merek mempunyai peran strategis yang penting dengan menjadi pembeda antara produk yang ditawarkan suatu perusahaan dengan merek-merek saingannya. Citra merek yang kuat memungkinkan pabrikan meraih kepercayaan langsung dari para pengecer dan pedagang perantara di pasar lainnya. (Shimp, 2000:8).

Dari perspektif konsumen, Chevron menyatakan bahwa merek yang terpercaya merupakan jaminan atas konsistensi kinerja suatu produk dan menyediakan manfaat apapun (dalam bentuk status atau gengsi) yang dicari konsumen ketika membeli produk tertentu. Lebih lanjut, merek adalah sebuah janji kepada konsumen bahwa dengan hanya menyebut namanya, timbul harapan bahwa merek tersebut akan memberikan kualitas yang terbaik, kenyamanan, status, dan lain-lain yang menjadi pertimbangan ketika melakukan pembelian (Shimp, 2000: 8) .

Kita hidup di dalam dunia merek. Namun beberapa merek lebih terkenal dan lebih dipercaya dari merek-merek lainnya. Sebagai contoh, dalam bisnis air mineral dalam kemasan (AMDK), Aqua lebih terkenal dibandingkan merek lainnya (Aira, Ades, Vit, dll). Kekuatan merek Aqua seringkali membuat konsumen saat memesan air mineral jenis lainnya dengan menyebut nama Aqua. Hal ini berarti Aqua memiliki brand equity yang lebih besar daripada produk AMDK lainnya.

2.3. Ekuitas Merek

Kekuatan merek (brand power) atau ekuitas merek (brand equity) dan pengelolaan merek (brand management) dapat menjadi sumber keunggulan bersaing yang berkelanjutan (sustainable competitive advantage, SCA) bagi perusahaan. Adanya pengakuan bahwa merek adalah aktiva atau ekuitas perusahaan, dan bahwa pengelolaan merek seharusnya diintegrasikan juga dalam manajemen strategis perusahaan telah memberi landasan bagi pengelolaan merek bagi keunggulan bersaing di masa mendatang (Elu, 1999: 9).

Menurut Aaker (1991: 22), ekuitas merek adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama dan simbolnya yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah barang atau jasa kepada perusahaan atau para pelanggan. Lebih dalam Keller menjelaskan bahwa menurut perspektif konsumen, sebuah merek memiliki ekuitas sebesar pengenalan konsumen atas merek tersebut dan menyimpannya dalam memori mereka beserta asosiasi merek yang mendukung, kuat, dan unik. Ekuitas merek dalam perspektif konsumen terdiri atas 2 bentuk pengetahuan tentang merek, yaitu kesadaran merek (brand awareness) dan citra merek (brand image).(Shimp, 2003: 10)

Gambar 2.1 Kerangka Ekuitas Merek Berbasis Konsumen

Sumber : Shimp, Terence A. 2003. Periklanan dan Promosi. Jakarta : Erlangga, hal 10 (Disesuaikan)

2.3.1 Kesadaran Merek (Brand Awarness)

Kesadaran (awareness) mengambarkan keberadaan merek di dalam pikiran konsumen, yang dapat menjadi penentu dalam beberapa kategori dan biasanya dan biasanya mempunyai peranan kunci dalam brand equity. Meningkatkan kesadaran adalah suatu mekanisme untuk memperluas pasar merek. Kesadaran juga mempengaruhi persepsi dan tingkah laku. Kesadaran merek merupakan key of brand asset atau kunci pembuka untuk masuk ke elemen lainnya. Jadi jika kesadaran itu sangat rendah maka hampir dipastikan bahwa ekuitas mereknya juga rendah.(Durianto dkk, 2004: 6)

Gambar 2.2. Piramida Kesadaran Merek



Puncak

Pikiran

Pengingatan kembali merek

Pengenalan Merek

Tidak menyadari merek

Sumber :Aaker, David A. 1997. Manajemen Ekuitas Merek. Jakarta : Mitra Utama, hal 92

Piramida kesadaran merek terdiri dari 4 tingkatan, antara lain; (1) Puncak pikiran (Top of Mind) merupakan merek yang disebutkan pertama kali muncul dalam benak konsumen, tanpa bantuan, (2) Pengingatan Kembali Merek (Brand Recall) adalah tingkat pengenalan suatu merek yang dapat diingat kembali oleh seseorang bantuan (unaided recall), (3) Pengenalan Merek (Brand Recognition) adalah tingkat minimal kesadaran merek. Dimana orang-orang baru mengenal kalau melihat atau mendengar identitas audio-visual merek lewat bantuan seperti logo, kemasan, nama, dan slogan (aided recall), dan (4) Tidak Menyadari Merek (Brand Unware) merupakan tingkatan paling rendah dalam piramida kesadaran merek, dimana pembeli tidak menyadari adanya suatu merek (Lihat gambar 2.2)

2.3.2 Citra Merek (Brand Image)

Dimensi kedua dari pengetahuan tentang merek yang berdasarkan konsumen (consumer-based brand knowledge) adalah citra dari sebua merek. Citra merek dapat dianggap sebagai jenis asosiasi yang muncul dalam benak konsumen ketika mengingat suatu merek tertentu. Asosiasi tersebut secara sederhana dapat muncul dalam bentuk pemikiran atau citra tertentu yang dikaitkan dengan suatu merek, sama halnya ketika kita berpikir tentang orang lain. Asosiasi ini dapat dikonseptualisasi berdasarkan jenis, dukungan, kekuatan, dan keunikan. Jenis asosiasi merek meliputi atribut, manfaat dan sikap. Atribut terdiri dari atribut yang berhubungan dengan produk misalnya desain, warna, ukuran dan atribut yang tidak berhubungan dengan produk, misalnya harga, pemakai dan citra penggunaan. Sedangkan manfaat mencakup manfaat secara fungsional, manfaat secara simbolis dan manfaat berdasarkan pengalaman. (Shimp, 2003:12)

Lebih dalam, Kottler (Simamora, 2004:63) mendefinisikan citra merek mendefinisikan citra merek sebagai seperangkat keyakinan, ide, dan kesan yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu merek. Karena itu sikap dan tindakan konsumen terhadap suatu merek sangat ditentukan oleh citra merek tersebut. Kotler juga menambahkan bahwa citra merek merupakan syarat dari merek yang kuat. Simamora (2002) mengatakan bahwa citra adalah persepsi yang relatif konsisten dalam jangka panjang (enduring perception). Jadi tidak mudah untuk membentuk citra, sehingga bila terbentuk akan sulit untuk mengubahnya. Citra yang dibentuk harus jelas dan memiliki keunggulan bila dibandingkan dengan pesaingnya. Saat perbedaan dan keunggulan merek dihadapkan dengan merek lain, muncullah posisi merek. Pada dasarnya sama dengan proses persepsi, karena citra terbentuk dari persepsi yang telah terbentuk lama. Setelah melalui tahap yang terjadi dalam proses persepsi, kemudian dilanjutkan pada tahap keterlibatan konsumen. Level keterlibatan ini selain mempengaruhi persepsi juga mempengaruhi fungsi memori (Mowen, 1995).

Komponen brand image terdiri atas 3 bagian, yaitu; (1) Citra pembuat (corporate image), yaitu sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap perusahaan yang membuat suatu produk atau jasa. Dalam penelitian ini citra pembuat meliputi: popularitas, kredibilitas serta jaringan perusahaan, (2) Citra pemakai (user image), yaitu sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap pemakai yang menggunakan suatu barang atau jasa. Meliputi : pemakai itu sendiri, gaya hidup/kepribadian, serta status sosialnya, dan (3) Citra Produk (product image), yaitu sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap suatu produk. Meliputi artibut produk tersebut, manfaat bagi konsumen, penggunanya, serta jaminan. (Simamora, 2004)

Sutisna dan Prawita (2001: 83), menjelaskan bahwa manfaat brand image adalah sebagai berikut; (1) Konsumen dengan citra yang positif terhadap suatu merek, lebih mungkin untuk melakukan pembelian, (2) Perusahaan dapat mengembangkan lini produk dengan memanfaatkan citra positif yang telah terbentuk terhadap merek produk lama, dan (3) Kebijakan family branding dan leverage branding dapat dilakukan jika citra produk yang telah ada positif.

Schiffman dan Kanuk (1997) menyebutkan faktor-faktor pembentuk citra merek adalah sebagai berikut; (1) Kualitas atau mutu, berkaitan dengan kualitas produk barang yang ditawarkan oleh produsen dengan merek tertentu, (2) Dapat dipercaya atau diandalkan, berkaitan dengan pendapat atau kesepakatan yang dibentuk oleh masyarakat tentang suatu produk yang dikonsumsi, (3) Kegunaan atau manfaat, yang terkait dengan fungsi dari suatu produk barang yang bisa dimanfaatkan oleh konsumen, (4) Pelayanan, yang berkaitan dengan tugas produsen dalam melayani konsumennya, (5) Resiko, berkaitan dengan besar kecilnya akibat atau untung dan rugi yang mungkin dialami oleh konsumen, (6) Harga, yang dalam hal ini berkaitan dengan tinggi rendahnya atau banyak sedikitnya jumlah uang yang dikeluarkan konsumen untuk mempengaruhi suatu produk, juga dapat mempengaruhi citra jangka panjang, dan (7) Citra yang dimiliki oleh merek itu sendiri, yaitu berupa pandangan, kesepakatan dan informasi yang berkaitan dengan suatu merek dari produk tertentu.

2.4. Cara Membangun Merek

Menurut Freddy Rangkuti (2004: 5), membangun merek yang kuat tidak berbeda dari membangun sebuah rumah. Untuk memperoleh bangunan rumah yang kukuh, kita memerlukan fondasi yang kuat. Cara membangun merek adalah sebagai berikut: (1) Memiliki positioning yang tepat. Merek dapat diposisikan dengan berbagai cara, misalnya dengan menempatkan posisinya secara spesifik di benak pelanggan. Membangun positioning adalah menempatkan semua aspek dari brand value (termasuk manfaat fungsional) secara konsisten sehingga selalu menjadi nomor satu dibenak pelanggan, (2) Memiliki brand value yang tepat. Brand value juga mencerminkan brand equty secara real sesuai dengan customer values-nya, dan (3) Memiliki konsep yang tepat. Tahap akhir untuk mengkomunikasikan brand value dan positioning yang tepat kepada konsumen harus didukung oleh konsep yang tepat.

2.5. Keputusan Strategi Merek

Menurut Kotler (2000) ada lima pilihan strategi merek yang dapat digunakan oleh perusahaan yaitu:

1. Perluasan lini (Line extension), yaitu. Perluasan lini ini dilakukan jika perusahaan memperkenalkan unit produk tambahan dalam kategori produk yang sama dengan merek yang sama Contoh: Pantene mengeluarkan shampoo untuk rambut rontok, rambut berketombe, rambut kering, rambut berminyak, dan lain sebagainya.

2. Perluasan merek (Brand Extension), yaitu suatu strategi yang dilakukan perusahaan untuk meluncurkan suatu produk dalam kategori baru dengan menggunakan merek yang sudah ada. Contoh: Pepsodent mengeluarkanproduk mouthwash, permen dan sikat gigi

3. Multi-merek (Multibrand), adalah suatu strategi perusahaan untuk memperkenalkan merek tambahan dalam kategori produk yang sama. Sebagai contoh adalah P&G memproduksi sebelas merek deterjen. Indofood meluncurkan berbagai merek untuk produk mie instannya.

4. Merek baru (new brand), yaitu strategi perusahaan meluncurkan produk dalam suatu kategori baru, tetapi perusahaan tidak mungkin menggunakan merek yang sudah ada lalu menggunakan merek baru. Contoh: Coca Cola memproduksi minuman bersoda tetapi memiliki rasa buah-buahan diberi merek Fanta, dan (5) Merek bersama (cobrand), yaitu dua atau lebih merek yang terkenal dikombinasikan dalam satu tawaran, sebagai contoh Aqua-Danone.

2. 6. Proses Pengambilan Keputusan

Untuk meraih keberhasilan, pemasar menilai lebih jauh bermacam-macam faktor yang mempengaruhi pembeli dan mengembangkan pemahaman mengenai bagaimana konsumen mengambil keputusaaan pembelian, jenis keputusan pembelian dan langkah-langkah dalam proses pembelian.

Schiffman dan Kanuk (Samarwan, 2003:415) mendefinisikan suatu keputusan sebagai pemilihan suatu tindakan dari dua atau lebih pilihan. Seorang konsumen yang hendak melakukan pilihan haruslah memiliki pilihan alternatif karena jika tidak maka itu bukanlah situasi konsumen melakukan keputusan. Suatu keputusan tanpa pilihan disebut sebagai sebuah Hobson’s Choice.

Tabel 2.1 Model Perilaku Pembeli

Stimulus Pemasaran

Stimulus

lainnya

Karakteristik Pembeli

Proses Keputusan Pembeli

Keputusan Pembeli

Produk

Harga

Distribusi

Promosi

Ekonomi

Teknologi

Politik

Budaya

Budaya

Sosial

Pribadi

Psikologi

Pengenalan masalah

Pencarian informasi

Keputusan pembeli

Perilaku pembeli

Pilihan produk

Pilihan merek

Pilihan pemasok

Penentuan saat pembelian

Jumlah pembelian

Sumber : Phillip Kotler dan Sweet Hoong Ang, et.all. Manajemen Persfektif Asia. Buku 1. 2002. Hal.222.

Titik tolak memahami pembeli adalah model tanggapan rangsangan (stimulus response model) seperti yang diperlihatkan pada tabel 2.1. rangsangan pemasaran dan lingkungan masuk kedalam kesadaran pembeli. Karakteristik dan proses pengambilan keputusan pembeli menghasilkan keputusan pembeli tertentu lainnya. Tugas manajer adalah memahami apa yang terjadi dalam kesadaran pembeli antara datangnya stimulus luar dan keputusan pembelian.

2.7 Kerangka Pikiran

Uma Sekaran (2006: 127) menjelaskan bahwa kerangka pikiran atau kerangka konseptual merupakan fondasi seluruh proyek penelitian. Kerangka penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 2.3. Kerangka Pikiran Penelitian

Sumber : diolah dari landasan teori (2007)

Kerangka di atas menjelaskan bahwa brand image (citra merek) yang memiliki tiga indikator, yaitu corporate image, user image dan product image mempengaruhi keputusan konsumen dalam menentukan apakah akan membeli ata tidak suatu produk merek tertentu.

2.11. Penelitian Terdahulu

Penelitian serupa pernah dilakukan oleh saudari Verawati Sinaga dengan judul skripsi ” Pengaruh Citra Merek (Brand Image) Terhadap Proses Keputusan Pembelian Konsumen (Studi Pada Pengguna Kosmetik Merek Avon Di Kota Bandung)

Dari hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa Citra merek Avon dibenak sebagian besar konsumen adalah positif, sehingga semakin positif persepsi konsumen terhadap citra merek maka semakin besar pula proses keputusan pembelian konsumen terhadap kosmetik merek Avon di kota Bandung. Berdasarkan hasil penelitian pada PT Avon Indonesia mengenai pengaruh citra merek terhadap proses keputusan pembelian konsumen kosmetik merek Avon diwilayah kota Bandung dengan menggunakan koefisien korelasi Rank Spearman didapat nilai koefisien korelasi sebesar 0,452 sedangkan koefisien determinasi sebesar 20,43 %. Hal ini berarti bahwa pengaruh citra merek terhadap proses keputusan pembelian konsumen yaitu sebesar 20,43 % sedangkan sisanya sebesar 79,57 % dipengaruhi faktor lain.

Selain saudari Verawati Sinaga, penelitian serupa juga pernah dilakukan oleh saudari Yulia Hamdaini Putri (2008) dengan judul ” Pengaruh Brand Image terhadap Loyalitas Konsumen (Studi pada Konsumen Mie Sedaap di Kota Palembang).

BAB III

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

3.1 Sejarah Singkat Pendirian Bank Muamalat Indonesia

Bank Muamalat adalah bank pertama yang menggunakan sistem dan operasi berdasarkan syariah Islam di Indonesia. Ide kongkrit pendirian Bank Muamalat ini berawal dari Lokakarya Bunga Bank dan Perbankan yang diselenggarakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 18-20 Agustus 1990 di Cisarua, Bogor. Kemudian Musyawarah nasional (Munas) IV MUI pada tanggal 22-25 Agustus 1990 di Hotel Sahid Jaya Jakarta mempertegas kembali ide pendirian bank berdasarkan syariah Islam ini. Atas dasar Munas IV MUI inilah, bank berdasarkan syariah Islam mulai didirikan di Indonesia.

Setelah Munas IV MUI, kelompok kerja (pokja) dibentuk untuk mempersiapkan pendirian bank berdasarkan syariah Islam. Pokja ini membentuk tim kecil untuk menyiapkan buku panduan bank tanpa bunga. Tim kecil ini diketuai oleh Dr. M. Amin Aziz sedangkan Pokja-nya diketuai oleh Projo Kusumo. Tim perbankan MUI melakukan pendekatan konsultasi dengan pihak-pihak terkait serta menyelenggarakan pelatihan calon staf melalui Management Development Program di LPPI Jakarta.

Partisipasi Presiden Soeharto sebagai pemrakarsa pendirian bank syariah pertama di Indonesia dan beberapa Menteri Kabinet Pembangunan V dalam proses pendiriannya semakin memantapkan pelaksanaan perencanaan tersebut. Hal ini dapat dilihat dari 277 pemegang saham pendiri Bank Muamalat sebagian besar adalah menteri-menteri muslim Kabinet Pembangunan V. Demikian juga, keberhasilan pengumpulan dana tidak akan tercapai tanpa peran aktif pengusaha muslim. Kesediaan Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila meminjamkan dana tanpa imbalan untuk setoran awal dalam pengajuan izin pendirian bank layak kita hargai. Keberadaan Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) se-Indonesia khususnya peran pribadi Prof. Dr. BJ. Habibie mendorong lebih jauh terealisasinya pendirian bank syariah.

Setelah kurang lebih setahun tercetusnya ide mendirikan bank tanpa bunga tersebut, dengan memanjatkan kehadiran Allah SWT, tanggal 1 November 1991 terlaksana penandatanganan Akte Pendirian PT. Bank Muamalat Indonesia di Hotel Sahid Jaya Jakarta, di hadapan Notaris Yuda Paripurna, SH. Dengan Akte Notaris No.1 tanggal 1 November 1991. Akta pendirian ini telah disahkan oleh Menteri Kehakiman RI dalam SK No.C-2413.HT.01.01.Th.92 tanggal 21 Maret !992 dan diumumkan dalam Berita Negara No.34 tanggal 28 April 1992.

Didukung oleh sekelompok pengusaha dan cendikiawan muslim, pendirian Bank Muamalat juga menerima dukungan masyarakat, terbukti dari komitmen pembelian saham perseroan senilai Rp 84 Milyar pada saat penandatanganan akte pendirian perseroan tersebut. Selanjutnya, masyarakat Jawa Barat diundang oleh Presiden Soeharto pada tanggal 3 November 1991 di Istana Bogor dalam acara silaturahmi peringatan pendirian tersebut yang bertujuan untuk penjualan saham Bank Muamalat. Dari hasil acara ini, diperoleh tambahan komitmen dari masyarakat Jawa Barat yang turut menanam modal senilai Rp 106 Milyar.

Bank Muamalat Indonesia mulai beroperasi 1 Mei 1992 berdasarkan SK Menteri Keuangan RI No.1223/MK.013/1991 tanggal 5 November 1991 yang diikuti oleh izin usaha sebagai bank umum keputusan Menteri Keuangan RI No.430/KMK.013/1992 pada tanggal 24 April 1992. Menteri Keuangan RI dan Gubernur Bank Indonesia meresmikan mulai beroperasinya Bank Muamalat pada acara Soft Opening yang diadakan di gedung Arthaloka, Jl. Jendral Sudirman No.2 Jakarta 10220. Berdasarkan SK Menkeu No.131/KMK.017/1995 tanggal 30 Maret 1995 Perseroan dinyatakan sebagai bank yang beroperasi dengan sistem bagi hasil. Perseroan secara resmi mulai beroperasi sebagai bank devisa sejak tanggal 27 Oktober 1994 berdasarkan SK Direksi Bank Imdonesia No.27/76/Kep/Dir. Anggaran Dasar Bank telah mengalami perubahan dari waktu ke waktu, terakhir dengan akta notaries Yuda paripurna, SH. No.24 tanggal 18 September 2003, khususnya mengenai perubahan modal dasar. Perubahan tersebut telah disahkan oleh Menteri Kehakiman dan HAM RI No.C-03065.HT.01.04 tahun 2004.

3.2 Visi dan Misi Bank Muamalat Indonesia

Bank Muamalat sebagai bank syariah pertama di Indonesia akan tetap memegang komitmen untuk mewujudkan visi dan misinya. Visi BMI adalah menjadi bank syariah utama di Indonesia, dominan di pasar spiritual, dikagumi di pasar rasional. Sedangkan misi BMI adalah menjadi ROLE MODEL Lembaga Keuangan Syariah dunia dengan penekanan pada semangat kewirausahaan, keunggulan manajemen dan orientasi investasi yang inovatif untuk memaksimumkan nilai kepada stake holder.

3.3 Logo Bank Muamalat Indonesia

Bank Muamalat sebagai bank syariah pertama di Indonesia, hadir tidak hanya sebagai solusi bagi pengelolaan dana masyarakat Islam namun juga bagi masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Komitmen tersebut tersirat pada Logo BMI berikut :

Gambar. 3.1 Logo Bank Muamalat Indonesia



Sumber : www.muamalatbank.com.

Logo Bank Muamalat Indonesia terdiri dari tiga huruf hijaiyah, yaitu Daal, Yaa, dan Nuun. Logo tersebut membentuk akar kata Diin yang berarti agama. Diin jga berarti perhitungan yang teliti (accurate), ketaatan (abedience discipline), dan ganjaran (reward return). Rangkaian huruf ini juga merupakan akar kata Daiyn yang berarti memberi atau menerima pinjaman. Rangkaian huruf ini juga merupakan akat kata yang membentuk kata Madinah yang berarti manajemen, berkhidmat dan berbuat baik, kemenangan dan tempat peradaban. Lambang ini secara keseluruhan menunjukkan suatu rangkaian kegiatan ekonomi yang aktif dan harmonis di dalam suatu negeri yang subur dan peradaban tinggi serta berdasarkan nilai-nilai agama yang luhur

3.4 Struktur Organisasi Bank Muamalat Indonesia

Bank Muamalat memiliki struktur organisasi yang diciptakan sesuai dengan perkembangan kebutuhan. Oleh karena itu, struktur ini dapat berubah jika kebutuhan berubah pula. Berdasarkan prinsip tersebut maka struktur organisasi Bank Muamalat adalah relatif dan fleksibel. Sesuai dengan Anggaran Dasar dan Akte Pendirian dalam pernyataan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada 17 Juni 1993 yang dibuat di hadapan Notaris, perseroan dipimpin dan dikelolah oleh Dewan Direksi di bawah pengawasan Dewan Pengawas Syariah dan Dewan Komisaris.

Struktur Organisasi Bank Muamalat Indonesia ditetapkan di Jakarta, 26 September 2006 M / 03 Ramadhan 1427 H.

Gambar 3.2 Struktur Organisasi Bank Muamalat Indonesia

mber : www.muamalatbank.com.

Adapun penjelasan dari struktur organisasi Bank Muamalat Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Shareholder Meeting atau Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

RUPS merupakan dewan tertinggi dalam organisasi Bank Muamalat Indonesia yang bertindak sebagai pemilik modal yang berpartisipasi membeli saham Bank Muamalat Indonesia.

2. Sharia Supervisory Board atau Dewan Pengawas Syariah

Fungsi dan tanggung jawab dari dewan ini adalah melakukan pengkajian ilmiah dan pengawasan terhadap produk dan jasa perbankan yang dipasarkan agar senantiasa sesuai dengan syariah Islam. Secara organisasi dewan ini mempunyai kedudukan yang sejajar dengan Dewan Komisaris. Badan inilah yang membedakan antara struktur organisasi Bank Muamalat Indonesia dengan struktur organisasi pada lembaga perbankan konvensional.

3. Board of Commissioners atau Dewan Komisaris

Dewan Komisaris mempunyai fungsi dan tanggung jawab untuk meneliti, mengkaji, mengevaluasi dan mengawasi produk dan jasa yang dipasarkan agar senantiasa sesuai dengan asas perbankan syariah dan keputusan RUPS.

4. President Director atau Direktur Utama

Direktur utama sebagai pelaksana yang akan melaksanakan tugas manajemen haruslah dilakukan secara utuh sehingga tercapai kemajuan perusahaan. Oleh karena itu, untuk mempermudah pelaksanaannya direktur dapat mendelegasikan sebagian tugasnya kepada bidang di bawah wewenangnya yang dinilai mampu menjalankan tugasnya dengan baik. Pembagian tugas antar direktur ini diatur menurut kesepakatan bersama yang dituangkan dalam program kerja.

Direktur Utama membawahi langsung Grup Administrasi dan Unit Usaha serta menunjuk direktur masing-masing bagian untuk membantunya dalam menjalankan perusahaan, yaitu Compliance and Corporate Support Director, Administration and Financing Director, dan Business Director.

3.5 Gambaran Umum Bank Muamalat Kantor Cabang Palembang

Bank Muamalat Kantor Cabang Palembang mulai beroperasi sejak tanggal 28 Oktober 2004 dengan dukungan fasilitas sebuah kantor berlokasi di Jl. Jendral Sudirman No. 676 Km.5 Palembang Telp. 0711-421544, 421545, 412328 Fax. 0711-412225. Kemudian pada bulan Juni 2006 sebuah kantor kas beralamat di Jl. Jendral Sudirman No. 447 sebagai fasilitas pendukung penyampaian jasa mulai beroperasi. Sekarang Bank Muamalat Cabang Palembang telah berkantor di Komplek Ilir Barat Depan Palembang Indah Mall.

Berikut ini adalah struktur organisasi Bank Muamalat Kantor Cabang Palembang yang masih berlaku hingga saat ini.

Gambar 3.3 Struktur Organisasi BMI Cabang Palembang



Text Box: Kas & Teller Liza Trisna & Yeni L

Sumber : Buku Pintar Personalia Bank Muamalat. 2005. hal. 21.

Berikut ini adalah gambaran tugas dari masing-masing Kru Muamalat Kantor Cabang Palembang :

1. Bussiness Manager

a. bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas rutin operasional dalam cabang yang bersangkutan, yang meliputi bidang kas dan teller, sundires/back office, operasi pembiayaan, operasi transaksi devisa, signature verfication dan sebagainya.

b. bertanggung jawab atas ketepatan dan kelengkapan pelaporan eksternal seperti laporan ke Bank Indonesia, pembayaran pajak dan sebagainya.

c. melakukan penelitian dan pengkajian proses operasional dan layanan yang efektif dan efisien, singkat, tepat dan aman. Kemudian memberikan usulan kepada cabang regional untuk diteruskan pada kantor pusat atas prosedur yang mendukung hal tersebut.

d. melakukan perencanaan dan pelaksanaan peningkatan kualitas Kru Muamalat, khususnya pada bidang perbankan syariah dan tugas masing-masing.

2. Operational Manager

a. bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas rutin operasional dalam cabang yang bersangkutan yang meliputi bidang kas dan teller, sundiers/back office, operasi pembiayaan, operasi transaksi devisa, signature verrification dan sebagainya.

b. bertanggung jawab atas kelengkapan dan ketepatan pelaporan eksternal yang dibuat oleh cabang yang bersangkutan.

e. melaksanakan perencanaan dan bertanggung jawab atas peningkatan layanan kepada nasabah baik cabang maupun kantor dibawah kantor cabang yang berada di wilayahnya.

f. melakukan penelitian dan pengkajian proses operasional dan layanan yang efektif dan efisien, singkat, tepat dan aman. Kemudian memberikan usulan kepada cabang regional untuk diteruskan pada kantor pusat atas prosedur yang mendukung hal tersebut.

3. Account Manager

a. bertugas dan bertanggung jawab terhadap penghimpunan dana dan penyaluran dana serta penjualan jasa-jasa perbankan syariah lainnya.

b. melakukan program aliansi dengan instansi lain yang telah ditetapkan oleh kantor pusat untuk bekerjasma dalam rangka perluasan jaringan dan dikoordinasikan dengan cabang regional.

c. melaksanakan perencanaan dan bertanggung jawab atas pencapaian dan penyaluran dana dan penghimpunan dana cabang yang bersangkutan.

d. melakukan perencanaan dan bertanggung jawab atas peningkatan kualitas aktiva produktif cabang yang bersangkutan khususnya penyaluran dana yang ditangani.

e. melakukan pembinaan Dai Muamalat dan bertanggung jawab atas target-target pendanaan dan penyaluran dana pada kantor cabang atau kantor dibawah kantor cabang.

4. Kas dan Teller

a. bertanggung jawab terhadap pelaksanaan teknis penyetoran dan penarikan dana oleh nasabah di kantor cabang.

5. Costumer Services

a. bertanggung jawab terhadap pemberian layanan informasi bagi nasabah.

b. bertugas sebagai operator layanan jasa perbankan via phone banking melalui SALAMUAMALAT.

6. Back Office/Sundires

a. bertanggung jawab terhadap penyimpanan dan pengelolaan data, baik data transaksi maupun data administrasi kantor cabang yang bersangkutan.

3.6. Produk Bank Muamalat Indonesia Produk Muamalat terbagi menjadi dua, yaitu Produk Penghimpun Dana (Shahibul Maal) dan Produk Pengelola Dana (Mudharib). Produk Penghimpuanan dana terdiri dari Tabungan Ummat, Tabungan Ummat Junior, Shar-E, Tabungan Haji Arafah, Giro Wadiah, Deposito Mudharabah, Deposito Fulinves, dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) Muamalat. Sedangkan produk bagi Pengelolaan Dana (Mudharib terdiri dari Piutang Murabahah, Piutang Istishna, Pembiayaan Mudharabah, Pembiayaan Musyarakah, dan Rahn (Gadai Syariah).

3.7 Perkembangan Bank Muamalat Indonesia

Pada saat berdiri tahun 1992, Bank Muamalat Indonesia hanya mempunyai satu kantor pusat dan satu kantor cabang. Rata-rata pertumbuhan kantor cabang dari Bank Muamalat Indonesia setiap tahunnya hanya satu. Pada tahun 2006 telah berdiri 46 kantor cabang, 11 kantor cabang pembantu, dan 86 kantor kas. Secara total pada tahun 2006 telah berdiri 144 tempat layanan syaria’ah Bank Muamalat Indonesia. Untuk lebih jelas perhatikan tabel 3.1. Selain itu, pada tahun 2006 layanan syari’ah Bank Muamalat Indonesia dapat diperoleh di 1200 titik SOPP (Sistem Online Payment Point) Kantor Pos seluruh Indonesia.

Tabel 3.1 Perkembangan Jaringan Kantor Bank Muamalat

2001

2002

2003

2004

2005

2006

Kantor Pusat

1

1

1

1

1

1

Kantor Cabang

13

13

33

40

42

46

Kacab pembantu

5

7

8

9

11

11

Kantor kas

37

46

80

78

77

86

Jumlah

56

67

122

128

131

144

Sumber : www.muamalatbank.com

Dari sisi perkembangan kinerja keuangan, BMI menunjukan kecenderungan meningkat tiap tahunnya. Pada tahun 2002, total aktiva adalah sebesar 2,1 triliun rupiah sedangkan tahun 2006 total aktiva menjadi 8,3 triliun rupiah. Dana pihak ketiga yang terkumpul tahun 2002 adalah sebesar 1,7 triliun rupiah, tahun 2006 menjadi 6,8 triliun rupiah. Dari sisi laba bersih perusahaan, tahun 2002 adalah sebesar 24,8 miliar rupiah, sedangkan tahun 2006 laba bersih menjadi 108,36 miliar rupiah. Untuk lebih lengkap lihatlah table 3.2.

Tabel 3.2 Perkembangan Keuangan BMI 2002-2006

(Rp. Milyar)

2002
Audited

2003
Audited

2004
Audited

2005
Audited

2006
Audited

Total Aktiva

2,123.51

3,308.68

5,209.80

7,427.05

8,370.59

Total Pembiayaan

1,747.87

2,373.04

4,184.70

5,887.74

6,628.09

Total Dana Pihak Ketiga

1,696.71

2,508.87

4,330.56

5,750.23

6,837.43

Total Modal Disetor

165.30

26,969.00

269.69

492.79

492.79

Total Ekuitas

181.49

307.35

339.11

763.41

786.44

Pendapatan Margin dan Bagi Hasil

0.00

0.00

0.00

0.00

0.00

Laba Operasional

34.86

36.44

74.63

159.18

174.77

Laba (Rugi) Bersih

24.80

23.17

48.36

106.66

108.36

Sumber : www.muamalatbank.com

3.8. Penghargaan Terhadap Bank Muamalat Indonesia Kinerja positif dan ketangguhan Bank Muamalat telah membuahkan hasil, diantaranya pengakuan dari International antara lain Islamic Finance News Awards 2005 dari International Islamic Finance News dengan predikat Best Islamic Bank in Indonesia, Internasional Islamic Bank Award (IIBA) 2005 dengan predikat The Most Efficient, Superbrands 2004 & 2005, KLIFF Award (2004) sebagai The Most Outstanding Performance. Sedangkan penghargaan lokal antara lain InfoBank Golden Thropy 2006, Bisnis Indonesia Award 2006 dengan kategori Bank Nasional Terbaik 2006 “Top Five”, Manggala Bhakti Husada Arutala 2006 dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia sebagai institusi yang telah berperan aktif dan berkontribusi secara nyata dalam penanggulangan masalah tembakau di Indonesia. Innovation Award 2005 dengan predikat Customer Mode of Entry dari Majalah SWA bekerjasama dengan MARS, BPPT dan Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia. Infobank Award 2006 dengan predikat “SANGAT BAGUS” (untuk 5 tahun berturut-turut), dan Indonesian Best Brand 2005 “Top Five” dari Majalah SWA bekerjasama dengan MARS, dari majalah Property & Bank yang memberikan Award sebagai Bank Pelopor KPR Syariah di Indonesia serta Top Of Mind (TOM) dari Karim Business Consulting (KBC).

Bersambung (Bab IV-V) (Doain ya semoga lancar Bab selanjutnya...!)


2 comments:

Anonymous said...

Asw, rekan dedi, kebetulan saya lagi nyari teori tentang brand image, jadi minta izin copy bisa gak ya?

putri
akubayanganmu@yahoo.com

thx

Anonymous said...

Mas mau nanya
untuk bank yang akan buka unit usaha syariah atau bank syariah bagaimana strategi yang paling baik?terutama lokasinya, apakah harus bertempur dijakarta atau mendahulukan daerah lainnya. Apakah punya artikel/paper mengenai potensi perbankan mikro syariah?

Terima Kasih
Indra