Saturday, April 25, 2009

Di Balik Angka Pemilu 2009

Oleh: M Qodari
(Direktur Eksekutif, Indo Barometer, Jakarta)

Usai pemilu legislastif, sekarang ini adalah momentum yang tepat untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja partai politik (parpol) kita. Parpol yang baik merupakan keharusan apabila kita ingin meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia. Partai politik yang buruk akan melahirkan demokrasi yang lemah. Sebaliknya, partai politik yang baik akan melahirkan demokrasi yang kuat.

Terhadap kinerja parpol kita, pada dasarnya hanya ada dua jenis penilaian yang bisa diberikan. Pertama, berhasil. Kedua, gagal. Kriteria penilaian itu pun secara umum bisa dibagi dua. Pertama, kriteria berbasis angka. Kedua, kriteria berbasis non-angka. Karena keterbatasan ruang untuk memudahkan evaluasi kinerja parpol, dalam kesempatan ini fokus evaluasi akan dilakukan pada kinerja Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sambil tetap membahas partai-partai lainya.

Kriteria angka
Evaluasi ini akan dimulai dari kriteria angka. Kriteria angka itu sendiri dapat dibagi dalam beberapa kategori. Kriteria pertama adalah kirteria persentase suara. Parpol yang persentase suaranya naik dianggap berhasil dan yang turun dianggap gagal. Jika kriteria ini dipakai, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bisa dianggap sukses karena suaranya meningkat dari 7,3 persen di Pemilu 2004 menjadi sekitar 8,5 persen dalam Pemilu 2009 ini. Namun, yang lebih sukses tentulah Partai Demokrat (PD) yang suaranya naik hampir tiga kali lipat, dari 7,5 persen di tahun 2004 menjadi sekitar 20,5 persen di tahun 2009 ini.

Jika PKS dan PD dianggap sukses karena suaranya naik, parpol yang 'kurang sukses' karena suaranya turun adalah Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).Adapun Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) tidak ikut dimaksukkan evaluasi ini karena baru sekali ikut pemilu. Sementara itu, kenaikan dan penurunan suara Partai Amanat Nasional (PAN) belum bisa disimpulkan secara definitif karena beberapa quick count (QC) berbeda persentase suaranya.

Kriteria angka berikutnya adalah kriteria peringkat. Jika kriteria peringkat yang dipakai, PKS juga bisa disebut berhasil karena peringkat PKS naik dari nomor 6 di Pemilu 2004 ke nomor 4 di Pemilu 2009. Yang paling berhasil tentu saja PD yang posisinya meloncat dari peringkat 5 di Pemilu 2004 ke peringkat 1 di Pemilu 2009. PAN juga sukses karena naik karena dulu peringkat 7 sekarang peringkat 5.

Adapun parpol yang gagal adalah Golkar (turun dari peringkat 1 di Pemilu 2004 ke peringkat 2 atau 3 di Pemilu 2009, ini pastinya menunggu hasil hitungan resmi KPU), PPP (turun dari peringkat 4 ke 6), dan PKB (dari peringkat 3 ke peringkat 6). PDIP di tahun 2004 menempati peringkat 2. Di Pemilu 2009, mungkin PDIP bertahan di peringkat 2 atau mungkin turun ke peringkat 3, tergantung hitungan resmi KPU nanti.

Untuk kriteria kenaikan dan penurunan kursi di DPR RI, analisis masih tentatif karena penghitungan resmi KPU belum selesai. Penghitungan ini menjadi lebih rumit karena adanya variabel baru dalam penghitungan kursi DPR RI, yakni aturan ambang batas atau parliamentary threshold untuk pemilu DPR RI. Namun, dari penghitungan sementara, beberapa partai yang jumlah kursinya diperkirakan menurun adalah Golkar, PDIP, PPP, dan PKB. Sementara itu, yang naik adalah PKS dan PD.

Kriteria berbasis angka lainnya adalah soal penyebaran kekuatan parpol. Parpol yang berhasil adalah parpol yang kekuatannya menyebar lebih merata di Pemilu 2009 ini. Parpol yang gagal adalah parpol yang tidak mampu memperluas wilayah kekuatannya. PKS termasuk sangat berhasil karena dulu partai ini hanya kuat di Banjabar (Banten, Jakarta, Jawa Barat), namun kini dapat merebut banyak kursi di wilayah lain, seperti Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dan seterusnya. PD juga sangat berhasil. Posisi PD hampir selalu masuk tiga besar di berbagai provinsi. Bahkan, PD bisa menjadi peraih suara tertinggi di beberapa daerah yang dulu dikuasai partai lain, seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatra Utara, dan seterusnya.

PDIP dan Golkar pada hakikatnya tetap mempertahankan penyebaran suaranya yang bersifat nasional. Namun, suara Golkar dan PDIP menurun di berbagai wilayah. Yang jelas gagal adalah PKB yang wilayah kekuatannya tidak keluar dari Jawa Timur dan Kalimantan Selatan. Bahkan, suara PKB di Jawa Timur yang dulu peringkat 1 kini turun ke peringkat 3 di bawah PD dan PDIP.

Kriteria Nonangka
Di luar kriteria angka sebagaimana dipaparkan di atas, penilaian tentang keberhasilan dan kegagalan parpol juga perlu mempertimbangkan beberapa kriteria penting lainnya yang beyond numbers (di luar/di balik angka-angka). Beberapa kriteria nonangka itu meliputi ideologi, organisasi, sumber daya, dan kepemimpinan.

Evaluasi terhadap empat kriteria nonangka ini kiranya lebih penting daripada kriteria angka karena bersifat lebih jangka panjang dan mendalam ketimbang angka-angka. Kriteria nonangka ini penting diikutsertakan dalam evaluasi ini karena dua alasan. Pertama, kriteria ini mencerminkan kapasitas parpol yang sesungguhnya untuk menjalankan perannya secara maksimal. Kedua, kriteria angka menyimpan jebakan persoalan tersembunyi. Ada partai yang menurut kriteria angka mencapai kesuksesan besar, ternyata menyimpan hal yang serius ketika ditinjau dari kriteria nonangka.

Kriteria ideologi, misalnya. Kriteria ini sangat penting bagi parpol karena parpol pada hakikatnya merupakan wadah perjuangan bagi orang-orang yang memiliki ideologi yang sama untuk mewujudkan ideologi itu dalam kehidupan bangsa dan negara. Adapun ideologi yang dimaksud di sini adalah "suatu sistem gagasan yang menyeluruh tentang kondisi masyarakat yang ada sekarang dan kondisi masyarakat yang dicita-citakan, berikut cara-cara untuk mewujudkannya".

Kriteria ideologi ini penting untuk parpol agar dia memiliki orientasi yang jelas ke mana parpol ini akan dibawa. Jika suatu parpol eksis tanpa ada suatu landasan ideologi yang jelas, parpol tersebut sebetulnya hanya menjadi 'mesin suara' yang mengantarkan caleg menjadi anggota DPR/DPRD atau tokoh partai menjadi capres, cawapres, menteri, ataupun jabatan publik lainnya. Jika ini yang terjadi, eksistensi parpol tersebut sulit diharapkan untuk membawa kemaslahatan publik yang besar, selain nasibnya tak akan berumur panjang.

Dalam konteks ini, hanya sedikit parpol besar kita yang telah memiliki landasan ideologi yang dijabarkan secara jelas, menyeluruh, dan detail dalam satu dokumen yang utuh (sebutlah: "platform partai"). Sampai sejauh ini, saya baru menemukan satu partai yang membuat platform partai, yakni PKS. Saya belum menemukan dokumen sejenis untuk Golkar yang notabene partai senior dan PD yang merupakan pemenang Pemilu 2009.

Kriteria organisasi itu penting sebagai institusi yang menjalankan begitu banyak peran, termasuk di antaranya agregasi politik, komunikasi politik, rekrutmen politik, kaderisasi kepemimpinan, pendidikan politik, dan seterusnya. Partai politik harus memiliki organisasi yang solid dan modern. Apalagi tugas demikian harus dilaksanakan pada skala nasional yang sangat luas. Parpol dengan organisasi lemah (termasuk dalam kriteria organisasi ini adalah kualitas kader) tidak dapat diharapkan untuk menjalankan aneka peran di atas. Bahkan, ada parpol yang organisasinya begitu buruk sehingga untuk mengurus dirinya sendiri pun tak mampu.

Dalam aspek ini, PKS termasuk partai yang dianggap sukses. Organisasinya rapi dan kadernya solid. Parpol yang juga dianggap memiliki organisasi yang baik adalah Golkar. Adapun parpol yang organisasinya masih dianggap lemah adalah PDIP, PKB, dan PPP. Catatan khusus harus diberikan pada PD yang dalam Pemilu 2009 kali ini menang, namun sesungguhnya kemenangan itu bukan dilahirkan oleh organisasi yang kuat.

Kriteria sumber daya terutama menyangkut kemampuan parpol membiayai aneka kegiatan mereka sehari-hari. Ini salah satu persoalan terbesar parpol Indonesia sekarang ini. Kebanyakan parpol belum cukup kuat secara finansial. Dalam konteks ini, PKS masih kurang sebab PKS kalah sumber daya dibandingkan Golkar dan PDIP yang notabene memang lebih senior. Juga, kalah sumber daya dari PD yang tokohnya sekarang presiden berkuasa. Pekerjaan rumah semua partai itu adalah bagaimana bisa mengumpulkan sumber daya yang tidak keluar dari koridor hukum dan dapat berfungsi dalam jangka panjang.

Kriteria terakhir adalah kriteria kepemimpinan. Kepemimpinan dalam parpol penting karena dua alasan. Pertama, kepemimpinan dalam parpol merupakan "bahan baku" untuk kepemimpinan nasional. Kedua, kepemimpinan atau tepatnya ketokohan yang kuat dalam parpol merupakan magnet suara yang bisa membuat suara partai membesar secara signifikan. Dalam kriteria ini, PKS belum memiliki tokoh yang bisa menjadi magnet suara bagi masyarakat Indonesia sehingga bisa membuat PKS menjadi parpol terbesar di Indonesia.

Parpol yang sukses dengan tokoh yang menjadi magnet politik ada di PD dengan SBY sebagai tokohnya dan PDIP dengan Megawati Soekarnoputri sebagai figur utamanya. Golkar, PAN, PKB, dan PPP nasibnya mirip dengan PKS karena belum memiliki figur yang popularitasnya seluas SBY dan Megawati. Memang, parpol tidak boleh tergantung pada figur selamanya, namun mesin politik yang kuat tanpa figur yang juga kuat akan sulit mengalami akselerasi kemenangan. Inilah empat pekerjaan rumah parpol-parpol Indonesia ke depan, yaitu membangun platform ideologi yang jelas; organisasi dan kader yang kuat; sumber daya yang memadai; dan ketokohan yang mampu menjadi magnet politik nasional.

Monday, March 2, 2009

Kawan...Mahasiswa...!


Kawan...
Apakah benar masa itu berarti melupa
Apakah benar masa itu mendendam
Apakah benar kisah itu terpendam
Apakah benar cerita itu terbang

Perjuangan adalah rentang 
Tak kan lekang walau sebatang
Tak akan tumbang walau terhalang

Perjuangan itu butuhmu teman
Karena ia tahu, kau lah cita
Cita yang dinanti peradaban
Cita yang diharapkan Indonesia

Kembali rentangkanlah...
Bentangkan semua harapan...
Kejarlah bintang-bintang itu...
Biar tak ada lagi sesal masa...
Atas keberadaan kita...
Biarkan bangga sejarah...
Akan adanya kita...
Biar kita tak hilang...
Lebam menciut dalam cekamnya alam...

Taklukanlah...
Karena sesungguhnya...
Kita adalah sang penakluk...

"SELAMAT BERJUANG.....!"
"HIDUP MAHASISWA......!"
"JAYALAH INDONESIA.

Wednesday, February 25, 2009

Detik Terakhir


Pagi itu, meski langit telah mulai menguning, burung-burung gurun enggan mengepakkan sayap. Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbata memberikan petuah, "Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua hal pada kalian, sunnah dan AlQur'an. Barang siapa mencintai sunnahku, berati mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan bersama-sama masuk surga bersama aku." Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang teduh menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan napas dan tangisnya. Ustman menghela napas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba. "Rasulullah akan meninggalkan kita semua," desah hati semua sahabat kala itu. Manusia tercinta itu, hampir usai menunaikan tugasnya di dunia.

Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan sigap menangkap Rasulullah yang limbung saat turun dari mimbar. Saat itu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu, kalau bisa. Matahari kian tinggi, tapi pintu Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya. Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam.

"Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?" "Tak tahulah aku ayah, sepertinya ia baru sekali ini aku melihatnya," tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap putrinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Satu-satu bagian wajahnya seolah hendak di kenang. "Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malakul maut," kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tak ikut menyertai. Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap diatas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini. 

"Jibril, jelaskan apa hakku nanti dihadapan Allah?" Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. "Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu," kata jibril. Tapi itu ternyata tak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan. "Engkau tidak senang mendengar kabar ini?" Tanya Jibril lagi. "Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?" "Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku:

'Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada didalamnya," kata Jibril. 

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugasnya. Perlahan ruh Rasulullah ditarik Tampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. "Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini." Lirih Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril membuang muka. "Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. " Siapakah yang tega, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik, karena sakit yang tak tertahankan lagi. "Ya Allah, dahsyat niat maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku." Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya. "Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku, peliharalah shalat dan santuni orang-orang lemah di antaramu."

Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan.Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. 

"Ummatii, ummatii, ummatiii?" - "Umatku, umatku, umatku"



Ending


Kawan… tentu kata “ending” bukanlah kata yang asing untuk kita, bukan?. Di negeri ini banyak pengandaian bijak yang menjelaskan bahwa “Tiada pertemuan tanpa akhir”. Tentu sangat akrab kita dengan pengandaian tiada padang tanpa pasir, tiada pertemuan tanpa akhir, bukan?. Pun sebagai seorang muslim kerangka iman kita dikuatkan dengan bahasa ending ini. Ending dibahasakan pada rukun iman ke-lima,yaitu percaya kepada hari kiamat. Kepercayaan, yang merupakan harga mati ketika memilih Islam sebagai way of life. Kiamat adalah ending dari keberlangsungan semesta ini. 

Kawan… bukankah “kematian” juga adalah ending? Ending dari kehidupan setiap makhluk yang merasakan ”kehidupan”. Ending dari keangkuhan kehidupan seorang Fir’aun adalah ketika dia dipendam-matikkan di Laut Merah. Pengembaraan alam pasti akan berujung. Pengarungan samudra pasti akan bertepi. Itu juga adalah bahasa ending. Ditemukannya benua baru, Benua Amerika oleh Cristopher Columbus adalah ending dari petualangannya mencari daratan India. Untuk itulah pada awalnya penduduk asli amerika di sebut Indian. 

Kawan...tentu Anda pernah mendengar istilah Happy Ending, bukan? Kondisi akhir yang mengharu-birukan kita pada luapan kebahagian. Happy ending yang tiada tara sebagai manusia adalah ketika menutup kehidupan dalam keadaan Khusnul Khotimah, dan berhak mengecap nikmatnya syurga Allah SWT. Syurga adalah piala yang begitu didamba di ending yaumil akhir ini. Happy ending seorang Columbus adalah ketika menemukan Benua Amerika. Happy ending seorang Archimedes ketika dia tidak sadarkan diri dan berteriak ”Uereka” menemukan kepahaman yang dicari selama beberapa waktu sebelumnya. Pun Anda, saya yakin juga akrab dengan keadaan yang penuh dengan ”Happy Ending” ini.

Kawan...bagaimana jika kita membuat antitesis dari Happy Ending adalah Sad Ending. Sad ending yang berarti akhir yang sangat memilukan. Kepiluan yang tiada tara seorang Fir’aun adalah ketika ia harus mengakhir kehidupannya dalam keadaaan Su’ul Khotimah di Laut Merah dan di jebloskan ke Neraka Jahannam, bukan? Kesedihan yang membara dari sebuah kompetisi adalah kekalahan dan menjadi pecundang. Atau lingkup terkecil, kepiluan yang begitu menyakitkan bagi seseorang pelajar adalah ketika tidak lulus ujian. 

Lalu...bagaimana Anda melihat bahasa Ending itu. Jika saya mengasosiasikan bahwa ending itu adalah bahasa lain dari Vision. Visi berbicara bagaimana seseorang melihat masa depan. Melihat masa depan berarti juga melihat kemungkinan ending itu. Itu berarti juga ending itu bisa direncanakan. Happy atau sad ending berarti juga pilihan. Pilihan untuk bermimpi melihat masa depan itu, apakah berakhir kebahagian atau kepiluan. Ending berarti juga ada ruang kuasa kita untuk mengarahkan ending itu. Namun, kita juga harus menyadari bahwa tidak seratus persen semuanya berada di bawah kuasa manusia. Ada ruang di mana kita harus berserah diri hanya kepada Allah SWT. Kawan...segeralah membangun visi itu, biarkan peluang Happy Ending itu semakin terbuka. Uereka...Wallahu’alam

Monday, February 23, 2009

Entahlah...

Entahlah...
Alam begitu tak ku mengerti
Masih menyimpan selaksa misteri

Entahlah...
Aku juga kadang tak mengerti diri
Ia masih gelap dengan sejuta sisi

Entahlah...
Mungkin juga aku akan berlari
Belari dari gegap gempita hati

Entahlah...
Barangkali aku tak kan lagi berseri
Menapaki sisa-sisa hari

Entahlah...
Aku hanya ingin diam teredam
Pedam dalam kepasrahan hati

Entahlah...
Mungkin aku tak kan mampu kembali
Menyisir masa-masa penuh ilusi

Entahlah...
Aku hanya mampu berharap dari-Mu
Berharap akan keberpihakan takdir-Mu

Entahlah...
Apakah aku masih mampu bermimpi
Mengenapi cita mengarungi semesta ini

Konferensi Islam Tawarkan Islam Sebagai Solusi Krisis Global

Colchester (ANTARA News) - Konferensi Islam ke-3 yang digelar Islamic Society, sebuah lembaga mahasiswa Muslim di University of Essex, menawarkan Islam sebagai solusi.

Konferensi itu merupakan kelanjutan dua konferensi sebelumnya pada 2008 yang bertajuk "A Jpurney to Islamic Values" dan 2007: "Islam as a Moderate Religion", ujar Amika Wardana, dosen jurusan Pendidikan Sejarah dari Universitas Negeri Yogyakarta yang mengambil program Doktor Sosiologi di University of Essex, kepada koresponden Antara, London, Minggu.

Amika mengatakan, konperensi yang mengusung tema "Islam Bbeyond the Veil?" itu menampilkan lima pembicara, di mana empat di antaranya merupakan penduduk Muslim Inggris dan seorang ahli psikologi pendidikan dari Kerajaan Saudi Arabia.

Sekretaris Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Inggris Raya itu menyatakan apresiasinya pada kegiatan yang digelar University of Essex dan juga mempertanyakan apakah Islam betul-betul memberikan solusi untuk berbagai masalah dalam kehidupan masyarakat Barat sekarang ini.

Amika, yang mengkaji interaksi antarkomunitas Muslim di Inggris Raya, khususnya antara yang berasal dari Indonesia, Pakistan dan Arabia, mengatakan bahwa setiap Muslim baik secara individu maupun sebagai sebuah komunitas harus menyadari bahwa mereka adalah bagian dari kompleksitas dunia ini.

Dikatakannya, untuk terlibat aktif dalam menyelesaikan masalah dunia ini, bukan saatnya lagi menerapkan strategi konfrontasi, membuat perbedaan yang tidak tersatukan antara Islam dan barat yang tidak Islami.

"Model Clash of Civilisation" yang digunakan oleh mantan Presiden George W. Bush dan juga Osama Bin Laden adalah bukan cara yang tepat untuk menghadirkan kedamaian di bumi ini," ujar suami Norma Sari Wardana itu.

Menurut Amika yang menyelesaikan master di University of Nottingham Graduate pada 2007 itu, cara berpikir semacam itu hanya akan menciptakan kehancuran dan pertentangan yang tidak akan pernah terselesaikan dalam kehidupan manusia.

Ia juga mengharapkan komunitas Muslim di Indonesia yang mayoritas mengambil pelajaran dari komunitas-komunitas Musim yang minoritas di Eropa.

Kaum Muslimin harus mampu menampilkan Islam sebagai nilai lebih dalam kehidupan pribadi dan masyarakatnya baik itu ketika menjadi kelompok mayoritas maupun minoritas, ujarnya.


Slogan

Ketua Islamic Society University of Essex, Abdullah Al-sheddy mengatakan, konferensi dengan polemik yang disampaikan sejarahwan Bernard Lewis, menempatkan Islam yang bukan saja sebagai agama, tetapi juga sebagai "way of life" (pandangan hidup) yang berkembang dalam keseluruhan materi konferensi.

Dubes RI untuk Qatar, Rozi Munir tahun lalu diundang khusus untuk mengikuti konperensi yang tahun ini dihadiri lebih dari 300 undangan yang separuhnya adalah warga Inggeris.

Muslim Inggris, Abdul Raheem Green sebagai pembicara pertama mengatakan, pernyataan Islam sebagai solusi kehidupan manusia modern masih tampak sebagai slogan belaka dan membutuhkan kerja keras dari kaum Muslimin untuk mewujudkannya.

"Nilai solutes Islam juga harus lebih realistis pada beberapa masalah tertentu saja bukan untuk semua masalah," ujar pria kelahiran Daar-es-Salaam, Tanzania, dari keluarga Agnostik-Katolik.

Menurut Abdul RaheemGreen, menempatkan Islam sebagai satu-satunya solusi bagi semua masalah adalah sebuah kesalahan yang dikemudian hari malah menjadi boomerang bagi masa depan Islam.

Dikatakannya apabila kaum Muslimin menginginkan sikap toleran dari masyarakat Kristen-Katolik dan juga pro-sekularisme di Inggris, maka Islam juga harus menunjukkan toleransinya kepada agama-agama yang lain.

Sedangkan pembicara lainnya Khola Hasan dan Dr. Yahya Al-Baheth, masing-masing membahas tentang pentingnya implementasi atau diakuinya Hukum Islam khususnya berkaitan dengan perkawinan dan warisan di Inggris dan peran penting keluarga dalam menciptakan generasi Muslim yang kuat.

Khola, penyandang master dalam bidang Perbandingan Hukum Internasional dari SOAS (School of Oriental and African Studies) ini mengingatkan perempuan Muslim adalah kelompok yang rentan menjadi korban tidak diakuinya Hukum Islam dalam sistem hukum di Inggris.

Banyak perempuan yang pernikahannya tidak terdaftar di Civil Magistrate tidak mendapatkan bagian pensiun dari suaminya yang meninggal atau tidak bisa menuntut cerai karena suaminya melakukan tindak kekerasan, ujar Khola Hasan.

Sementara itu, Tarek El-Diwany, konsultan di bidang perbankan dan keuangan Islam, mengkritik merajalelanya riba dalam sistem keuangan dan perbankan dunia.

Menurutnya, resesi ekonomi global yang terjadi saat ini adalah satu dampak dari masih dipertahankannya riba. Akibatnya, semua orang dari seluruh negara di dunia, khususnya negara Dunia Ketiga, memiliki beban hutang dan tidak mungkin bisa dilunasinya karena adanya praktek riba dalam sistem keuangan dunia.

Secara khusus alumni program studi Akuntasi dan keuangan dari University of Lancaster ini mencontohkan Indonesia yang harus sekuat tenaga menguras seluruh sumber daya alamnya untuk membayar hutang ke negara-negara maju Eropa Barat dan Amerika Utara.

Di akhir ceramahnya, Tarek menegaskan Sistem Perbankan Syariah pun masih mempraktekkan sistem riba ini, meskipun dengan nama lain. Ini hanya permainan semantik saja, tapi keduanya (sistem perbankan konvensional dan syariah) masih berdasarkan riba.

Konferensi ini ditutup dengan paparan Dr. Muhammad Abdul Bari, Sekretaris Jenderal Muslim Council of Britain, yang menuding media Barat yang terus menerus menampilkan narasi teror dalam pemberitaan media berkenaan dengan Islam dan dunia Muslim.

Adalah menjadi kewajiban setiap Muslim di manapun dia berada untuk bekerja keras menunjukkan bahwa keislamannya bukanlah ancaman bagi orang lain.

Pernyataan ini ditanggapi Abdul Raheem Green yang mengingatkan bahwa setiap Muslim di Inggris selayaknya mengenal semua tetangga tempat dia tinggal, mengunjungi ketika ada yang terkena musibah dan menawarkan bantuan apabila ada yang membutuhkan.

"Bukankah ini diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW," katanya.

Iklan PKS: Disruption atau Destruction


Mendekati Pemilu Legislatif (Pileg) 2009, partai-partai secara masif mulai beriklan. Partai yang menurut catatan media cetak mengeluarkan pembiayaan iklan yang paling besar adalah Partai Demokrat (PD) dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Sebagai partai yang memerintah (ruling party), PD tentu saja ingin memperkuat positioning-nya sebagai partai yang "Berjuang untuk Rakyat". Iklan PD memaparkan fakta dan angka keberhasilan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Sedangkan Partai Gerindra sebagai pendatang baru beriklan secara masif dan kontinyu untuk memperkenalkan partai dan capres Gerindra Prabowo Subianto.


Partai beriklan untuk membangun dan memperkuat positioning dirinya. Positioning adalah upaya partai untuk memasuki benak konstituen, mencari ruang untuk menempatkan diri di antara partai lainnya. Positioning yang tepat dapat meningkatkan dukungan terhadap partai dengan membuka potensi pemilih baru. Ada dua cara untuk mendulang pertambahan suara. Yang pertama, langkah ekspansif. Langkah ini membuka pasar di luar basis pemilih lama, Yang kedua adalah secara penetratif dimana partai cenderung memperdalam perolehan di basis suara.


Iklan partai yang terakhir mendapat perhatian dan ulasan yang cukup banyak di media adalah iklan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). PKS memang sedang menghadapi dilema dengan positioning. Sebagai partai yang menempatkan menteri-menteri di kabinet SBY-JK agak sulit bagi PKS untuk menyerang incumbent sebagaimana yang dilakukan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang memang menempatkan dirinya sebagai penantang (oposisi).


Sementara itu di lain pihak, PKS sendiri sulit untuk melakukan kapitalisasi atas keberhasilan-keberhasilan dari pencapaian incumbent karena kader PKS hanyalah menteri. Hal ini berbeda dengan Partai Golkar (PG) yang menempatkan kadernya sebagai wapres sehingga pemanfaatan klaim "keberhasilan" Kabinet SBY-JK dapat dibenarkan (justified). Tak heran, iklan PG dengan percaya diri mengangkat tema seperti swasembada beras, resolusi konflik, dan anggaran pendidikan sebesar 20%.


Iklan PKS bertemakan "pertikaian para elit" yang muncul kemudian merupakan upaya untuk mengubah lanskap politik yang terlihat mulai ajeg. PKS berupaya memberikan perspektif baru yang menguntungkan dirinya dalam lanskap politik tersebut (reframe). Berdasarkan survei-survei terakhir posisi 3 (tiga) besar masih ditempati PD, PDIP dan PG. Perolehan suara antara ketiga partai ini juga relatif tidak terlalu jauh. Sementara itu, jarak antara sang Tiga Besar dengan partai-partai dibawahnya cukup jauh. Capres yang diprediksi akan bertarung sengit adalah Susilo Bambang Yudhoyono dan Megawati Soekarno Putri. Capres lainnya menyusul kemudian berturut-turut adalah Sri Sultan, Prabowo Subianto dan Capres dari PKS Hidayat Nurwahid.


Sebagai partai yang berambisi untuk memperoleh sekitar 20% suara (yang tentu juga berambisi menempatkan kadernya sebagai capres), PKS telah mengambil langkah taktis dengan menyatakan diri sebagai Partai Terbuka untuk memudahkan ekspansi demi memperluas segmen pemilih. Selama ini PKS dikenal sebagai partai kanan (agama). Namun PKS kini mengaku sebagai partai yang secara ideologi tidak jauh berbeda dengan PG dan PD, yaitu partai tengah. Dengan demikian, segmen pemilih partai-partai tersebut bisa dimasuki PKS. Untuk mendukung pesan tersebut, PKS meluncurkan iklan tokoh-tokoh pahlawan dari semua spektrum ideologi politik. Tokoh Muhammadiah, NU, Soekarno bahkan sampai Soeharto ditampilkan. Iklan tersebut mendapat reaksi negatif dari para politisi yang merasa "memiliki" tokoh-tokoh tersebut.


Khusus untuk tokoh Soeharto, kritik terhadap PKS menyebabkan partai ini mendapatkan pemberitaan negatif dari media massa. Bahkan di kalangan elit PKS juga terjadi silang pendapat, dan terkesan ada yang disalahkan. Iklan ini gagal mendongkrak pesan dan hasil yang ingin dicapai karena disusul temuan survei yang menunjukan bahwa suara PKS tidak mampu masuk menjadi tiga besar.


Keajegan situasi ini (baca: lanskap yang masih didominasi PD, PG dan PDIP) menimbulkan kekhawatiran pada PKS. Taktik baru pun diluncurkan, yaitu disruption. Disruption dapat diterjemahkan sebagai "mengacaukan". Mengacaukan bertujuan untuk mengubah atau mengguncang lanskap politik yang ada. sehingga terbangun lanskap baru. Diharapkan dengan taktik ini terbuka celah bagi PKS untuk masuk menggantikan salah satu dari pemain tiga besar atau setidaknya mendorong perspektif adanya Empat Besar.


Dengan latar belakang demikian, iklan "pertikaian para elit" ini diluncurkan. Teks iklan tersebut dapat dibaca sebagai "para elit ini hanya bertikai, PKS mendorong persatuan". Iklan ini juga dapat ditafsirkan menjadi dua. Yang pertama,"Partai besar lain negatif, PKS Positif". Tafsiran kedua :"PKS sejajar dengan partai-partai besar lainnya karena ditampilkan dalam frame yang sama".


Tafsiran pertama bertujuan untuk membangun diferensiasi yang membedakan PKS dengan partai-partai lainnya, yaitu PKS sebagai pendorong terjadinya persatuan. Langkah ini senafas dengan iklan sebelumnya (iklan hari pahlawan) yang menampilkan berbagai tokoh, termasuk Soeharto. Ketika iklan "hari pahlawan: mendapat tanggapan negatif, PKS menyatakan bahwa setiap tokoh-tokoh tersebut memiliki jasa baik yang seharusnya dihargai dan diingat.Kesalahan yang pernah dilakukan sebaiknya dimaafkan. PKS juga berdalih iklan tersebut juga merupakan bagian dari upaya membangun rekonsiliasi. Iklan "pertikaian para elit" yang muncul belakangan dapat dianggap sebagai langkah penguat pesan-pesan tersebut.


Tafsiran kedua tampilan iklan "pertikaian para elit" (baca: partai di tiga besar) adalah PKS menyejajarkan dirinya dengan Tiga Besar. Langkah ini menggunakan taktik komparasi agar PKS mampu menciptakan efek kesejajaran.


Di below the line, PKS juga melakukan taktik Disruption. Isu yang dimainkan adalah koalisi pencalonan presiden. Para kader PKS"dibebaskan"berbicara terkait capres-cawapres dan koalisi. Setelah menyatakan sebagai partai terbuka, wacana koalisi Islam-Nasionalis pun digulirkan. Diharapkan kandidat dari PDIP dapat disandingkan dengan kandidat dari PKS.


Namun wacana ini meredup setelah PDIP gagal menetapkan calon wapresnya beberapa waktu lalu. Elit PKS pun mulai membangun wacana lain dengan mencalonkan Sri Mulyani sebagai wakil presiden dengan menyatakan bahwa Sri Mulyani lebih menguasai konsep ekonomi ketimbang Jusuf Kalla. Menyusul memanasnya situasi PD dengan PG, salah seorang pengurus teras DPP PKS pun mewacanakan kemungkinan koalisi dengan PG. Wacana yang paling mutakhir dari PKS (melalui pengurus teras DPP) adalah menyatakan akan kembali berkoalisi dengan PD karena konsituen PKS menginginkannya. Bolak-baliknya PKS mendorong kandidat capres/capres dan koalisi melalui taktik "mengacaukan" ini tiada lain adalah untuk mencari positioning bagi PKS.


Taktik Disruption ini kalau pun gagal tidak akan banyak merugikan PKS. Oleh karena itu, tafsir tambahan terhadap iklan "pertikaian elit politik" ini bisa dikembangkan menjadi destruction (penghancuran). Pemunculan iklan ini secara intens dan luas dengan memanfaatkan medium televisi hanya akan meningkatkan apatisme masyarakat terhadap politisi dan partai politik. Iklan terkadang hanya memperteguh pesan sehingga apatisme masyarakat akan memperteguh persepsi mereka terhadap citra negatif partai. Hal ini akan berimbas pada rendahnya partisipasi pemilih. Berdasarkan pengalaman di Pilkada, kondisi ini cenderung menguntungkan partai yang memiliki basis massa yang loyal dan mesin politik yang andal.


PKS tentunya tidak punya intensi memanfaatkan disruption dalam tafsiran yang terakhir. Sebagai partai dakwah tentunya PKS akan menjaga etika politik dan bersikap konstruktif. Apalagi Hidayat Nurwahid pernah menghimbau agar MUI mengeluarkan fatwa haram bagi golput.

sumber: http://www.maknainformasi.com/blog/?p=148

Menjadi Politisi Dakwah


dakwatuna.com - Apakah politisi dapat menjadi da’i? Atau apakah dai dapat menjadi politisi? Dan apakah mungkin kegiatan dakwah menjadi kegiatan politik? Atau sebaliknya kegiatan politik menjadi kegiatan dakwah? Menjawab beberapa pertanyaan di atas tidaklah mudah, apabila kita melihat persepsi masyarakat tentang dakwah dan politik. Dakwah dan politik adalah dua ‘kata’ yang kontra bagi mereka. Hal itu karena politik dipahami sebagai aktifitas dunia, sedang dakwah dipahami sebagai aktifitas akhirat. Yang pada gilirannya dipahami bahwa dakwah tidak pantas memasuki wilayah politik, dan politik haram memasuki wilayah dakwah. Dakwah adalah pekerjaan para ustadz, dan politik pakerjaan para politisi. Jika seorang ustadz yang menjadi politisi, ia harus menanggalkan segala atribut dan prilaku ke-ustadz-annya, dan harus mengikuti atau beradaptasi dengan perilaku para politisi. Demikian pula apabila seorang politisi menjadi ustadz ia pun harus menanggalkan baju politiknya, dan jika tidak, ia akan tetap dicurigai menggunakan agama sebagai alat politik.

Tapi, pertanyaan di atas akan menjadi mudah untuk dijawab, apabila politik dipahami sesuai dengan definisi aristoteles bahwa politik adalah: “Segala sesuatu yang sifatnya dapat merealisasikan kebaikan di tengah masyarakat.” Definisi ini meliputi semua urusan masyarakat, temasuk di dalamnya masalah akhlak yang selama ini menjadi wilayah kerja dakwah, sebagaimana dipahami masyarakat.

Dan atau apabila dipahami definisi politik menurut Al Imam Asy Syahid Hasan Al Banna, yaitu:

“Politik adalah hal memikirkan tentang persoalan-persoalan internal maupun eksternal umat.” Intermal politik adalah “mengurus persolalan pemerintahan, menjelaskan fungsi-fungsinya, merinci kewajiban dan hak-haknya, melakukan pengawasan terhadap para penguasa untuk kemudian dipatuhi jika mereka melakukan kebaikan, dan dikeritik jika mereka melakukan kekeliruan.” Sedang yang dimaksud dengan eksternal politik adalah “memelihara kemerdekaan dan kebebasan bangsa, mengantarkannya mencapai tujuan yang akan menempatkan kedudukannya di tengah-tengah bangsa lain, serta membebaskannya dari penindasan dan intervensi pihak lain dalam urusan-urusannya.”

Baik internal maupun eksternal politik, sama-sama mencakup ajakan kepada kebaikan, seruan berbuat makruf dan pencegahan dari kezaliman, yang selama ini menjadi wilayah kerja dakwah.

Dengan pemahaman 2 definisi di atas, dapat kita simpulkan bahwa politik dan dakwah adalah dua kegiatan yang sangat terkait, dan sangat mungkin dakwah menjadi kegiatan politik, atau politik menjadi kegiatan dakwah, atau dapat disebut two in one. Bahwa dakwah adalah politik apabila ia berperan memahamkan masyarakat kepada hak dan kewajiban mereka. Dan bahwa politik adalah dakwah jika ia berperan mengajak masyarakat berbuat baik, memfasilitasi mereka berbuat makruf dan menutup semua pintu bagi masyarakat untuk berbuat zalim dan dizalimi.

Secara operasional, bahwa dakwah adalah politik dan politik adalah dakwah dapat dipahami dengan baik oleh setiap muslim apabila pertama, memahami universalitas Islam; kedua, memahami risalah penciptaan manusia; dan ketiga, mengatahui cara merealisasikan risalah tersebut sesuai dengan ajaran Islam. Sehingga setiap muslim harus menjadi da’i sekaligus menjadi politisi. Karena itulah Hasan Al Banna mengatakan, “Sesungguhnya seorang muslim belum sempurna keislamannya kecuali jika ia menjadi seorang politisi, mempunyai pandangan jauh kedepan dan memberikan perhatian penuh kepada persoalan bangsanya.”

Lalu bagaimana menjadi politisi dakwah? Berikut ini sub-sub bahasan yang menjelaskan lebih rinci mengenai masalah ini:

1. Kedudukan Politik Dalam Islam

Islam agama sempurna, mencakup seluruh urusan kehidupan manusia yang terdiri dari kehidupan individu, keluarga, masyarakat, dan negara, serta segala aktifitas yang meliputnya, seperti ekonomi, politik, pendidikan, hukum dan lain sebagainya. Islam tidak memilah antara kehidupan dunia dan akhirat. Dalam setiap aktifitas mengandung unsur dunia dan akhirat sekaligus.

Shalat misalnya, dalam persepsi banyak orang ia adalah amalan akhirat angsih. Tapi jika ditelaah lebih dalam, dapat ditemukan bahwa shalat adalah amalan akhirat sekaligus amalan dunia. Ia menjadi demikian karena, pertama, shalat dilaksanakan di dunia, pahalanya saja yang diperoleh di akhirat; kedua, shalat itu dzikir, dan setiap yang berdzikir pasti mendapatkan ketenangan, dan ketenangan itu kebutuhan asasi manusia dalam beraktifitas. Rasulullah saw jika sedang gundah, beliau berkata kepada Bilal: “Tenangkanlah kami dengan shalat hai Bilal!” dan yang ketiga, shalat sangat dianjurkan dilaksanakan dengan berjamaah, dan bagi yang melaksanakannya mendapatkan derajat 27 kali lipat dari pada yang shalat sendirian. Shalat berjamaah membuat kita - dengan sendrinya - bersilaturahim, mendidik kita hidup bermasyarakat dan bernegara yang teratur dan rapi. Dalam shalat berjamaah harus ada imam dan makmum yang semua tindakannya harus sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya, makmum harus taat pada imam, mengikuti semua gerakan dan perintah imam, apabila tidak maka shalat sang makmum tidak sah. Dan apabila sang imam salah atau khilaf, maka wajib bagi makmum untuk menegurnya sampai imam kembali kepada yang benar. Demikian pula seharusnya yang terjadi dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.

Contoh yang lain, kegiatan jual beli, dalam persepsi banyak orang, ia adalah kegiatan dunia angsih. Padahal jika ditelaah lebih mendalam, maka ia pun sekaligus menjadi kegiatan akhirat. Hal itu, karena walaupun zhahirnya jual beli adalah amalan dunia, tapi karena di dalamnya ada aturan main yang harus di patuhi oleh masing-masing penjual dan pembeli, dan jika mereka patuh pada atauran itu, maka keduanya mendapatkan pahala yang akan diperolehnya di akhirat, tapi jika salah satu atau keduanya menyalahi atuaran tersebut, maka yang berbuat salah mendapatkan dosa, yang hukumannya akan ia dapatkan pula di akhirat. Oleh karena itu Rasulullah saw besabda, “pedagang yang jujur mendapatkan naungan arasy pada hari kiamat.”

Dengan demikian, semua amalan, baik mahdhah maupun gairu mahdhah di dalam Islam, memiliki kedudukan yang sama, termasuk di dalamnya politik. Bahkan jika politik berarti kekuasaan, Utsman bin ‘Affan ra berkata: “Al Qur’an lebih memerlukan kekuasaan dari pada kekuasaan membutuhkan Al Qur’an.”

Karena politik bagian dari keuniversalan Islam, maka setiap muslim meyakini bahwa Islam memiliki sistim politik yang bersumber dari Allah, dicontohkan oleh Rasulullah dan dikembangkan oleh para sahabat dan salafussaleh, sesuai dengan dinamika perkembangan hidup manusia setiap masa. Berikutnya setiap muslim pun siap menjalankan sistem itu, dan tidak akan menjalankan sistim yang lain, karena kahawatir akan tergelincir pada langkah-langkah syaitan. Itulah bagian dari pengertian firman Allah SWT; “Hai orang-orang yang beriman! Masuklah kalian ke dalam Islam secara kaffah (menyeluruh). Dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syatan. Sesungguhnya syaitan itu bagi kalian adalah musuh yang nyata.” Qs. al Baqarah: 208.

2. Peran Politik Dalam Dakwah

Allah telah menetapkan risalah penciptaan manusia, yaitu beribadah kepada-Nya, kemudian menjadikannya khalifah dalam rangka membangun kemakmuran di muka bumi bagi para penghuninya yang terdiri dari manusia dan alam semesta.

Agar risalah ini menjadi abadi dalam sejarah peradaban manusia, Allah SWT ‘merekayasa’ agar dalam kehidupan terjadi hubungan interaksi ‘positif’ dan ‘negatif’ di antara semua makhluk-Nya secara umum, dan di antara manusia secara khusus. Yang dimaksud dengan interaksi positif ialah, adanya hubungan tolong menolong sesama makhluk. Sedangkan interaksi negatif ialah, adanya hubungan perang dan permusuhan sesama makhluk. Allah SWT berfirman: “…Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian manusia dengan sebahagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai yang dicurahkan atas semesta alam.” Qs. Al Baqarah: 251.

Keabadian risalah tersebut sangat tergantung pada hasil dari setiap interaksi baik yang positif maupun negatif. Jika yang melakukan tolong menolong adalah orang-orang saleh, yang pada gilirannya mereka saling menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan; dan jika berada dalam peperangan, dimenangkan pula oleh orang-orang saleh itu, maka pasti yang akan terjadi adalah keabadian risalah.

Tapi jika yang melakukan tolong menolong adalah orang-orang buruk yang bersepakat melaksanakan kejahatan dan permusuhan, dan selanjutnya mereka pula yang memenangkan peperangan, maka pasti yang akan terjadi adalah kehancuran.

Disinilah letak politik berperan dalam dakwah. Dakwah mengajak pada kebaikan, melaksanakan risalah penciptaan manusia, menyeru kepada yang makruf dan mencegah semua bentuk kemungkaran, sementara politik berperan memberikan motivasi, perlindungan, pengamanan, fasilitas, dan pengayoman untuk terealisasinya risalah tersebut.

Sejarah telah membuktikan, bahwa naskah-naskah Al Qur’an yang sangat ideal pernah menjadi kenyataan dalam kehidupan sehari-hari umat manusia. Pada zaman Nabi saw, seorang Bilal bin Rabah yang hamba sahaya pada masa jahiliyah menjadi orang merdeka pada masa Islam, dan memiliki kedudukan yang sama dengan para bangsawan Quraisy, seperti Abubakar Siddiq dan Umar bin Khattab. Ini karena Islam yang didakwahkan oleh Rasulullah saw mengajarkan persamaan derajat, sekaligus beliau sebagai pemimpin umat - dan tidak salah jika dikatakan pemimpin politik umat - menjamin realisasi persamaan derajat itu sendiri. Sehingga pernah suatu ketika beliau marah kepada seorang shabatnya yang mencela warna kulit Bilal.

Pada zaman yang sama, ketika Nabi saw mengirim pasukannya ke negeri Syam, beliau berpesan agar pasukan itu tidak menebang pohon kecuali untuk kebutuhan masak, melarang membunuh anak-anak, perempuan, orang tua yang tidak ikut berperang dan orang yang telah menyerah, beliau juga melarang membunuh orang yang sedang beribadah di gereja, dst. Ini semua adalah buah dari ajaran Islam yang termaktub dalam Al-Qur’an.

Sepeninggalan beliau, Rasulullah digantikan oleh Abubakar Siddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin ‘Affan dan Ali bin Abi Thalib secara berurutan. Pada zaman keempat sahabat itu, keadaan yang telah dibangun oleh Rasulullah saw tidak berubah, semua warga dibawa kepemimpinan khilafah menjalankan hak dan kewajiban, mendapatkan persamaan derajat, tidak ada yang dizalimi kecuali mendapatkan haknya, atau berbuat zalim kecuali telah mendapatkan sangsi. Keadaan ini berlangsung sampai masa keemasan Islam di Damaskus, kemudian di Bagdad dan Andalusia.

Tapi seirng dengan perkembangan berikutnya, umat menjauh dari agamanya, kegiatan agama dijauhkan dari kegiatan realitas kehidupan masyarakat sehari-hari, demikian pula sebaliknya, hingga sampailah zaman itu pada generasi kita.

Kita bersedih dengan keadaan kita, umat Islam sebagai umat terbesar di alam raya ini, tapi terzalimi hak-haknya, umat Islam sebagai penduduk mayoritas di negeri tercinta ini, tapi terbantai di Maluku dan di Poso, tidak boleh menjalankan syariat agamanya secara kaffah, dihambat para pemimpinya yang saleh untuk memimpin bangsanya, tidak diberi kesempatan yang sama dalam mengembangkan ekonominya, dst.

Mungkinkah sejarah kita hari ini berulang seperti sejarah generasi pertama umat ini. Sangat mungkin! Tentu apabila kita mau memenuhi syarat-syaratnya. Sebagiannya telah kami sebutkan dalam makalah ini, yaitu dakwah dan politik sebagai instrumen terlaksananya ajaran Islam harus menyatu menjadi karakter setiap muslim, atau dengan kata lain menjadi poltisi dakwah.

3. Karakteristik Politisi Dakwah

Setiap muslim berkewajiban menjadi da’i, paling tidak, untuk dirinya dan keluarganya, sebagaimana Rasulullah saw berwasiat: “Sampaikanlah tentang ajaranku walaupun satu ayat.” Dan sekaligus secara perlahan menjadi politisi dakwah, sebagaimana telah kami ungkapkan sebelumnya. Adapun sifat dan karakter yang dimiliki para politisi dakwah adalah sebagai berikut:

A. Memiliki Keperibadian politik.

Kepribadian politik adalah sekumpulan orientasi politik yang terbentuk pada diri seseorang dalam menyikapi dunia politik. Ia memiliki tiga aspek.

Pertama, Doktrin-doktrin yang menagndung makna politis, baik secara langsung maupun tidak langsung. Doktrin-doktrin yang tidak langsung meliputi:

(a) Doktrin khusus yang berkaitan dengan ketuhanan, manusia, alam semesta, pengetahuan dan nilai-nilai. Yaitu:

* Keyakianan bahwa Allah swt adalah musyarri’ (Pembuat hukum).
* Keyakinan bahwa al wala’ (loyalitas) dan al bara’ (anti loyalitas) adalah konsekuensi aqidah, loyal hanya kepada Allah, Rasul dan orang-orang beriman. Dan kepada selainnya tidak akan pernah loyal.
* Keyakinan bahwa semua manusia sama dalam hal penciptaan, hak dan kewajibannya.
* Keyakinan bahwa manusia adalah khalifah di muka bumi, dengan tujuan memakmurkan bumi sesuai dengan syariat Allah, dan bahwa alam ini ditundukkan untuknya.
* Keyakinan bahwa sumber nilai-nilai adalah wahyu.

(b) Doktrin khusus tentang masyarakat, perubahan sosial, dan perempuan. Yaitu:

* Keyakinan bahwa karakteristik dan prinsip masyarakat muslim adalah akhlak.
* Keyakinan bahwa perubahan sosial adalah atas dasar kemauan dan gerak manusia itu sendiri, berangkat dari pembinaan individu, kemudian keluarga, masyarakat dan negara.
* Keyakianan bahwa perempuan memiliki hak-hak politik sama dengan hak-hak politik laki-laki.

Sedang doktrin-doktrin yang mengandung makna politis secara langsung adalah:

(a) Doktrin khusus tentang keadilan dan kedamaian sosial.

(b) Doktrin tentang strategi moneter, kemerdekaan dan kebangkitan ekonomi.

(c) Doktrin khusus tentang hukum dan kekuasaan, bahwa hukum Islam sebagai sumber kekuasaan; umat sebagai lembaga pengawas dan yang mengangkat dan menurunkan pemerintah; syura adalah keniscayaan; keadilan ditegakkan; kebebasan dan persamaan derajat adalah hak dan kebutuhan setiap orang.

(d) Doktrin khusus tentang kepahlawanan dan kewarganegaraan.

(e) Doktrin khusus tentang kemerdekaan kultural; kewajiban membebaskan diri dari penjajahan; dan kewajiban berjihad di jalan Allah.

Kedua, Pengetahuan dan wawasan politik, masalah ini akan dibahas pada point memiliki kesadaran politik.

Ketiga, Orientasi dan perasaan politik. Para politisi dakwah yang telah meyakini doktrin-doktrin di atas, disertai dengan pengetahuan dan wawasan yang luas tentang politik, maka pasti ia memiliki orientasi dan perasaan politik. Diantaranya: Loyal kepada pemerintah yang menegakkan syariat Islam; rasa ukhuwah insaniyah dan islamiyah, serta rasa persamaan derajat dengan orang lain; hasrat melakukan perubahan sosial dengan ishlah dan tarbiyah; menghindari kekerasan; menghargai pendapat orang-orang berpengalaman; sikap positif terhadap aktivitas positif; benci kesewenang-wenangan; cinta kemerdekaan; rasa kewarganegaraan dan kepahlawanan; rasa benci dan tunduk kepada bangsa lain; mendukung gerakangerakan-gerakan kemerdekaan di seluruh dunia; bermusuhan dengan penjajah dan seterusnya.

Kesemua orientasi dan perasaan politik tersebut sangat penting, dan seharusnya politisi dakwah membangunnya pada dirinya dan pada umat Islam serta pada masyarakat umum.

B. Memiliki kesadaran politik.

Kesadaran poltik yang musti dimiliki oleh seorang politisi dakwah adalah:

Pertama, Kesadaran misi, yaitu kesadaran terhadap ajaran Islam itu sendiri, atau kesadaran akan doktrin-doktrin yang telah disebutkan di depan. Ia meliputi pada penyadaran akan dasar-dasar aqidah, akhlak, sosial, ekonomi dan plitik Islam; Juga meliputi pada penyadaran akan pentingnya aplikasi Islam, sebagai asas identitas umat; Selanjuntnya meliputi pula pada penyadaran terhadap karakteristik konseptualnya. Misalnya ia adalah konsep universal untuk seluruh zaman dan tempat.

Kedua, Kesadaran gerakan, yaitu kesadaran terhadap ajaran islam tidak akan terwujud di tengah masyarakat dan negara kecuali ada organisasi pergerakan yang berkomitmen dengan asas Islam, dan bekerja untuk mewujudkannya.

Ketiga, Kesadaran akan problematika politik yang terjadi di masyarakat, yang meliputi probelematika politik nasional, regional dan internasional. Contoh untuk problematika nasional adalah penegakan hukum Islam dengan usulan agar UUD 1945 pasal 29 diamandemen, dan memasukkan ke dalamnya tujuh kata piagam Jakarta.

Keempat, Kesadaran akan hakikat dan sikap politik, yaitu kemapuan politisi dakwah memahami peristiwa poltik dan sadar akan sikap kekuatan-kekuatan politi dalam menghadapi berbagai peristiwa politik itu sendiri. Kesadaran semacam ini tidak mungkin ada tanpa kemampuan mutabaah terhadap berbagai peristiwa dan berbagai kekuatan politik baik melalui media massa maupun kajian-kajian.

Keempat kesadaran poltik tersebut, dapat disimpulkan bahwa kesadaran misi adalah kesadaran permanen; kesadaran gerakan adalah kesadaran permanen dan fleksibel; kesadaran problematika politik adalah kesadaran fleksibel berdasarkan pandangan yang permanen; dan kesadaran sikap politik adalah kesadaran fleksibel sesuai jenis peristiwa.

C. Berpatisipasi dalam kegiatan-kegiatan politik.

Paertisipasi politik seseorang sangat bergantung orientasi politiknya yang telah terbentuk oleh doktrin-doktrin politik yang telah diyakininya. Maka seorang politisi dakwah yang telah meyakini bahwa menegakkan pemerintahan Islam dalah kewajiban, pasti akan berparisipasi pada setiap kegiatan politik yang kan menuju ke sana. Dalam rangka menggapai keyakinan tersebut, seorang politisi dakwah dapat berpartisipasi; pertama, dalam bentuk individu dengan menjadi anggota organisasi politik; sedang yang kedua, dalam bentuk memberikan solusi atas realita dan problematika masyarakat.

Contoh untuk bentuk yang pertama adalah, lahirnya parati-partai politik yang sebelumnya hanya berbentuk gerakan-gerakan dakwah yang terorganisir rapi dan sistematis, yang kemudian setiap anggota gerakan menjadi anggota partai politik secara otomatis. Dan mensukseskan setiap kegiatan partai tersebut pada setiap jenjang struktur yang menjadi hak dan wewenangnya.

Sedang contoh untuk bentuk yang kedua adalah, keikutserataan seorang politisi dakwah dalam aksi-aksi politik, seperti demonsntrasi menentang kebijakan nasional ataupun internasional yang merugikan agama Islam, atau keikutsertaan seorang politisi dakwah dalam pelayanan sosial, misalnya dengan membantu warga yang sedang mendapatkan musibah atau bencana alam, atau dengan melakukan upaya menghilangkan buta huruf di masyarakat, atau dengan mengadakan aksi mengangkat masyarakat dari bawah garis kemiskinan dls.

4. Langkah-langkah Menjadi Politisi Dakwah

Semoga dengan uraian di depan dapat menghilangkan keterbelahan pemahaman bahwa dakwah dan poltik adalah sesuatu yang kuntra, dan tidak dapat disatukan dalam satu aktifitas. Semoga pula dapat ‘menggoda’ kita untuk menanam saham kebaikan dalam rangka membangun peradaban dunia, yang sesuai kehendak Allah, melaui aktifitas dakwah dan politik. Akan tetapi dari mana kita memulai?

Pertama, Membangun kembali pemahaman kegamaan kita, bahwa agama Islam itu agama yang syamil, mencakup seluruh aspek kehidupan; bahwa agama Islam itu asasnya aqidah, batangnya amal ibadah dan buahnya adalah akhlak; bahwa agama Islam itu diamalkan di dunia dan pahalanya diperoleh di akhirat; bahwa agama Islam itu diturunkan Allah untuk semua manusia, dan sterusnya. Pemahaman ini harus dibangun melalui peroses belajar mengajar. Islam mengajarkan bahwa belajar dilakukan dengan dua hal: Satu, dengan membaca fenomena-fenomena alam dan literatur-literatur; dan dua, dengan belajar melalui guru. Kedua metode tersebut harus dilakukan oleh stiap muslim, tidak boleh hanya salah satunya. Sebab dengan membaca saja seseorang dapat tersesat, atau dengan melalui guru saja, seseorang memiliki wawasan yang sempit. Karena dengan demikian, kita sebagai politisi dakwah dapat mengamalkan Islam penuh tanggung jawab, tidak berdasarkan hawa nafsu.

Kedua, Membangun kembali kebersamaan kita, bahwa kita itu bersaudara, tidak dipisahkan oleh batasan darah, suku dan bangsa, apalagi hanya dibatasi oleh perbedaan organisasi keagamaan atau perbedaan madzahab; bahwa kita itu perlu kerjasama dan berjamaah, karena memang setiap amalan dalam agama Islam sangat dianjurkan dilakukan dalam berjamaah; bahwa kita tidak dapat merealisasikan sebagian besar ajaran agama Islam kecuali dengan bersama-sama. Kebersamaan dapat dibangun dengan kemampuan kita melepaskan egoisme individu masing-masing kita, sehingga kita dapat menerima dan memberi nasehat orang lain, serta mampu bersabar atas kekurangan dan perbedaan dalam kebersamaan. Sehingga kebersamaan ini membuat politisi dakwah menjadi kuat dan dapat segera mencapai cita-citanya.

Ketiga, Mengenal kembali potensi dan kelebihan diri kita; bahwa masing-masing kita memiliki kelebihan yang berbeda dengan orang lain; bahwa kelebihan kita dapat menjadi keunggulan yang menutupi kekurangan orang lain; bahwa keunggulan kita dapat menghapus kelemahan kita. Yang penting, dengan keunggulan itu dapat kita jadikan sebagai sarana yang memanjangkan umur pahala kita. Sehingga kita menumbuhkannya secara terus dan menjadi politisi dakwah melalui keunggulan tersebut.

Keempat, Memahami kembali realitas kehidupan kita; bahwa kita hidup pada hari ini, bukan hari kemarin yang sangat mungkin kulturnya jauh berbeda dengan hari ini; bahwa kehidupan itu penuh dengan dinamika, sehingga kita politisi dakawah dituntut memiliki kemampuan mengaktualisasikan ajaran Islam, dalam bentuk sarana, metode, dan cara sesuai zaman, tanpa harus keluar dari frame dasar agama ini.

Akhirnya, Telah menjadi harapan kami, semoga kita dapat menjadi politisi dakwah yang mempelopori pelaksanaan ajaran Islam, secara bersama-sama, berangkat dari keunggulan kita masing-masing, dalam nuansa memperhatikan keadaan, perubahan dan dinamika zaman, yang pada gilirannya Islam tidak hanya tertulis dalam Al Qur’an, tergambar dalam Sunnah dan tertarjamah dalam buku-buku, tapi menjadi kenyataan di muka bumi. Atau tidak hanya menjadi gambar dan maket, tapi dapat menjadi bangunan yang kokoh, yang semua orang dan makhluk dapat bernaun dan tinggal dengan damai dalam bangunan tersebut. Allahu a’lam

Friday, February 6, 2009

Evaluasi Bank Syariah 2008 dan Outlook 2009




Ditulis oleh Agustianto

Fakta menunjukkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan lembaga perbankan syari’ah mengalami kemajuan yang sangat pesat, baik di dunia internasional maupun di Indonesia. Konsep perbankan dan keuangan Islam yang pada mulanya di tahun 1970-an hanya merupakan diskusi teoritis, kini telah menjadi realitas faktual yang mencengangkan banyak kalangan.


Pada era modern ini, perbankan syariah telah menjadi fenomena global, termasuk di negara-negara yang tidak berpenduduk mayoritas muslim. Berdasarkan prediksi McKinsey tahun 2008, total aset pasar perbankan syariah global pada tahun 2006 mencapai 0,75 miliar dolar AS. Diperkirakan pada tahun 2010 total aset mencapai satu miliar dolar AS. Tingkat pertumbuhan 100 bank syariah terbesar di dunia mencapai 27 persen per tahun dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan 100 bank konvensional terbesar yang hanya mencapai 19 persen per tahun


Di Indonesia, pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariah juga tumbuh makin pesat, secara fantastis. Krisis keuagan global di satu sisi telah membawa hikmah bagi perkembangan perbankan syariah. Masyarakat dunia, para pakar dan pengambil kebijakan ekonomi, tidak saja melirik tetapi lebih dari itu mereka ingin menerapkan konsep syariah ini secara serius. Di Indonesia prospek perbankan syariah makin cerah dan menjanjikan. Bank syariah di negeri ini, diyakini akan terus tumbuh dan berkembang.



Perkembangan industri lembaga syariah ini diharapkan mampu memperkuat stabilitas sistem keuangan nasional. Apalagi dengan pertumbuhan industri yang rata-rata mencapai 60% dalam lima tahun belakangan ini. Penyebaran jaringan kantor perbankan syariah saat ini megalami pertumbuhan pesat. Jika pada tahun 2006 jumlah jaringan kantor hanya 456 kantor, sekarang ini jumlah tersebut menjadi 1440 (Data BI Okt 2008, Lihat tabel). Dengan demikian jaringan kantor tumbuh lebih dari 200 %. Jaringan kantor tersebut telah menjangkau masyarakat di 33 propinsi dan di banyak kabupaten/kota. Sementara itu Jumlah BUS (Bank Umum Syariah) juga bertambah 2 buah lagi, sehingga sampai Oktober 2008 menjadi berjumlah lima Bank Umum Syariah. Pada tahun 2009, akan hadir 8 Bank Umum Syariah lagi, sehingga total Bank Umum Syariah menjadi 12 buah.



Penghimpunan dan Penyaluran dana
Pada tahun 2008, jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syariah mencapai Rp.37,7 triliun. Pertumbuhan DPK (Dana Pihak Ketiga) perbankan syariah 36,7 % (yoy).. Pertumbuhan tabungan mudharabah mencapai 31,65% dan deposito mudharabah mencapai 38,79% yang merupakan proporsi terbesar pada triwulan ketiga tahun 2008.



Sementara itu pembiayaan yang diberikan kepada UMKM oleh industri perbankan syariah dengan nominal mencapai Rp27,18 Trilyun (72,13%) sampai dengan posisi September 2008. Pembiayaan kepada non UMKM mencapai Rp10,5 Trilyun (27,87%). pertumbuhan pembiayaan kepada sektor UMKM sampai dengan posisi September 2008 (ytd), sebesar 38,91%.


Selama tahun 2008, ROA perbankan syariah mencapai 2,5% dan ROE mencapai 76,7%, rasio BOPO pada triwulan ketiga tahun 2008 sebesar 73,6%. Kontribusi utama dari piutang murabahah yang mencapai 45,3% dari seluruh total pendapatan perbankan syariah. Yahun 2008 kondisi permodalan perbankan syariah (tier 1) dibandingkan dengan pembiayaan yang diberikan masih tergolong rendah (dibawah 8%)


Perkembangan BPRS
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) juga mengalami perkembangan yang cukup tinggi. Jika pada tahun terdapat 114 BPRS, sedangkan pada tahun 2008 meningkat menjadi 128 BPRS. Assetnya pada tahun 2007 sebesar Rp 1207 milyar meningkat menjadi Rp 1.575 milyar (1,57 T) di tahun 2008 (Posisi September). Total pembiayaan BPRS tercatat sebesar 1,25 trilyun dengan pertumbuhan pembiayaan sebesar 41,8% Sementara pertumbuhan DPK yang mencapai sebesar 26,1% dengan total DPK yang berhasil diserap sebesar Rp.896,91 miliar. NPF BPRS terus mengalami penurunan, baik secara gross maupun nett mengalami penurunan dibandingkan posisi 2007 dengan persentase masing-masing dari 7,99% menjadi 6,92% dan 6,62% menjadi 5,11

Keterangan200520062007I-2008II-2008III-2008
Jumlah Kantor105105114117124128
Total Aset60.49790.6321.207.1981.295.1451.456.4511.575.915
Total Pembiayaan43.59163.629879.744944.4121.112.7631.247.657
Total DPK35.35753.015711.250772.220865.319896.909
FDR123.29%120.02%123.69%122.30%128.60%139.11%
NPF (Gross)10.60%8.29%7.99%7.90%7.51%6.92%
NPF (Netto)9.47%7.09%6.62%6.44%5.54%5.11%



Berdasarkan fakta-fakta tersebut dapat dikataan bahwa industri perbankan syariah menunjukkan ketangguhannya sebagai salah satu pilar penyokong stabilitas sistem keuangan nasional. Dengan kinerja pertumbuhan industri yang fantantis boleh membuat para pakar tersenyum, namun harus diingat bank-bank syariah harus ditetap dikawal, dan didesak untuk senantiasa istiqamah dalam penerapan manajemen resiko, syarah complience dan menerapkan Godd Syariah Govanrnance. Para pengawas Syariah harus aktif dan produktif dan tidak boleh sungkan untuk menegur setiap penyimpngan. Jika bank syariah dinilai menyimpang, akan berakibat pada resiko reputasi yang pada giliranya akan mengakibatkan risiko likuiditas. Hal ini dapat memundurkan bank-bank syariah di masa epan. Peneltian terkini (2008) yang dilakukan Bank Indonesia kerjasama dengan Earnt & Young, menunjukan bahwa resiko reputasi akibat mengabaikan syariah berdampak buruk bagi kemajuan dan perkembangan perbakan syariah.


Dampak Makro Ekonomi


Melemahnya kondisi perekonomian negara-negara maju sebagai tujuan utama ekspor negara-negara berkembang, akan mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi nasional. Secara tidak langsung kondisi makro ini akan mempengaruhi bank syariah, karena bank syariah tak terlepas dari perkembangan ekonomi nasional. Namun bank syariah relatif lebih aman dari pengaruh tersebut.



Eksposure pembiayaan perbankan syariah yang masih dominan pada aktifitas perekonomian domestik, dipercaya akan menjaga pertumbuhan pembiayaannya pada tingkat yang relatif tinggi sampai dengan akhir tahun 2008. Sejak dikembangkannya pada tahun 1992, bank syariah di Indonesia tumbuh rata-rata 60%. Pada tahun 2009 mendatang pertumbuhan bank syariah di perkirakan akan mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi.


Kinerja ekonomi sektor riil berupa peningkatan inflasi diikuti penurunan konsumsi yang terus terjadi sejak awal tahun tahun 2008 memberikan tekanan pada pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah mulai triwulan ke-2 tahun 2008.


Outlook 2009


Secara umum krisis keuangan global belum secara signifikan mempengaruhi kinerja perbankan nasional, dimana pertumbuhan pembiayaan (kredit) perbankan yang masih tinggi dengan tingkat pembiayaan (kredit) bermasalahnya yang masih terjaga di bawah 5%. Jika suku bunga meningkat, maka ia akan menekan pertumbuhan DPK (termasuk aset) perbankan syariah, begitu pula sebaliknya jika suku bunga cenderung turun DPK bank syariah akan meningkat. Pada saat ini suku bunga cendrung menurun, maka DPK di tahun 2009 akan terus meningkat.


Pada tahun 2009, bank syariah di Indonesia, diyakini akan terus tumbuh. berkembangnya industri lembaga keuangan syariah ini diharapkan mampu memperkuat stabilitas sistem keuangan nasional. Apalagi dengan pertumbuhan industri yang rata-rata mencapai 60% dalam lima tahun belakangan ini. Tentunya, berbagai upaya terus dilakukan agar pangsa pasar bank syariah terus meningkat. Untuk itu, IAEI dan MES serta assosiasi ekonomi syariah lainnya terus berjuang meningkatkan pertumbuhan bank syariah dengan berbagai program. Bank Indonesia selaku bank sentral, telah memberikan peran dan komitmen yang luar biasa dalam pengembangan bank syariah.


Pada tahun 2009, implementasi Grand Strategy Public Education perbankan syariah akan dilaksanakan secara penuh.oleh Bank Indonesia dan komponen ekonomi syariah, seperti IAEI, MES, ASBISINDO dan lain-lain. Karena itu bank syariah akan mengalami high growth di masa krisis global ini. Pada akhir tahun 2007 terjad percepatan pertumbuhan terlihat mulai terjadi pada akhir tahun 2007 sampai dengan puncaknya bulan Agustus 2008. (Lihat tabel berikut)


Tabel itu menunjukkan bahwa di masa krisis keuangan global terjadi percepatan pertumbuhan bak syariah secara signifikan.


Proyeksi Bank Syariah 2009


Bank Indonesia telah menyusun proyeksi pertumbuhan perbankan syariah nasional pada tahun 2009. Menurut proyeksi tersebut ada 3 skenario pertumtuhan bank syariah di masa depan.


Pertama, Skenario Proyeksi Pesimis
• Menurut skrenerio ini, di mana pertumbuhan berlangsung secara organic diproyeksikan sebesar 25% dengan total asset 57 triliun. Proyeksi pesimis ini didasarkan pada kondisi perlambatan makroekonomi akibat krisis ekonomi global. Meskipun demikian, tetap terjadi pertumbuhan anatara lain dikarenakan keberhasilan edukasi publik dan promosi perbankan yang dilakukan baik oleh Bank Indoensia sendiri, bank-bank syariah dan organisasi IAEI (Ikatan Ahli Ekonomi islam Indonesia).


Kedua, Skenario Proyeksi Moderat
• Menurut skenerio kedua, pertumbuhan bank syariah diproyeksikan mencapai 37 %, dengan total asset Rp 68 triliun. Proyeksi moderat ini didasarkan pada beberapa indikator, Pertama, Terjadinya proses konversi beberapa UUS menjadi BUS. Pada tahun 2009 setidaknya lahir 9 Bank Umum Syariah baru, sehingga nantinya jumlah total menjadi 12 Bank Umum Syariah. Kelahiran bank umum ini dipastikan akan mendongkrak pertumbuhan bank syariah secara signifikan.
• Kedua, Momentum krisis ekonomi global akan meningkatkan preferensi terhadap perbankan syariah, karena makin banyak umat yang tersadarkan akan keunggulan keunggulan bank syariah.
• Ketiga, UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah sebagai kepastian hukum berhasil mendorong peningkatan kapasitas bank-bank syariah.
• Yang terakhir (keempat) ialah adanya multiplier effect positif akibat aktifivas politik (Pemilu). Cukup banyak partai yang menawarkan program pembangunan ekonomi berdasarkan syariah.


Skenario Proyeksi Optimis

• Menurut skenerio ketiga, pertumbuhan bank syariah diproyeksikan mencapai 75 %, dengan total asset Rp 87 triliun. Angka proyeksi ini bukannya tidak mungkin jika kita melihat sejumlah indikator. Ingat, pada tahun 2004 perbankan syariah tumbuh 74 %, sehinga dinilai sebagai era booming bank syariah pertama. Jadi jika untuk tahun 2009 diproyeklsikan tubuh 75 % adalah sesuatu yang mungkin dan masih wajar. Proyeksi optimis ini didasarkan pada beberapa indikator, Pertama Berdirinya BUS baru dan Konversi beberapa UUS menjadi BUS sebagaimana dipaparkan di atas. Dengan demikian, bank Umum syariah tumbuh tiga kali lipat, dari hanya 3 buah menjadi 12 buah. Ditambah lagi sejumlah Unit Usaha Syariah.

• Kedua, Soisialisasi dan edukasi makin luas. Mulai tahun 2009 sejumlah organisasi Ekonomi Islam bersinergi untuk gerakan besar sosialisasi dan edukasi, IAEI dengan dukungan Bank Indonesia bekerjasama dengan sejumlah assosiasi, seperti MES (Masyarakat Ekonomi Syariah) , ASBISINDO (Assosiasi Bank Islam Indonesia), FOSSEI dan PKES (Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah) bersatu menggelar banyak program edukasi yang bersifat nasional dan internasinal.

• Ketiga, Semakin banyak Perguruan Tinggi yang membuka program Studi Ekonomi Islam dan meluluskan sarjana Ekonomi Islam, dan semakin banyak dosen ekonomi Islam yang menyebarkan ekonomi Islam. Selaijn itu, sejumlah ulama muda tamatan Universitas Timur Tengah makin banyak kuliah S2 dan S3 ekonomi Islam, seperti di Program pascasarjana Universitas Az-Zahra. Mereka akan menjadi da’i-dai yang cerdas tentang ilmu ekonomi dan perbankan Islam. Kehadiran mereka diperkirakan akan menggeser pandangan sempit masyarakat dan tokoh agama yang sering menyamakan bank syariah dengan bank konvensional. Ghirah dan semangat juang mereka demikan tinggi, karena mereka telah memahami secara ilmiah dan empiris betapa riba, gharar dan maysir menjadi punca kehancuran ekonomi dunia dan Indoneaia.


• Keempat, dengan semakin besarnya asset perbankan syariah, maka biaya program promosi besar, sehingga pengetahuan masyarakat makin meningkat yang pada gilirannya mereka akan memilih bak syariah.
• Kelima, UU Perbankan Syariah & UU SBSN mendapat dukungan dari Amandemen UU Perpajakan sebagai kepastian hukum, berhasil mendorong peningkatan kapasitas bank-bank syariah melalui peran investor asing.
• Keenam, momentum krisis ekonomi global akan meningkatkan preferensi terhadap perbankan syariah dan dampak minimal dari gejolak pasar keuangan


Dari tiga skenerio yang dikemukakan di atas, skenerio yang paling mendekati kebenaran adalah skenerio moderat, yakni pertumbuhan 37 %, dengan total asset Rp 68 triliun. Namun demikian, mungkin saja pertumbuhannya melebihin angka moderat tersebut, Karena kemungkinan itulah maka dibuat juga proyeksi pertumbuhan yang optimis, yakni pertumbuhan mencapai 75 %, dengan total asset Rp 87 triliun.


Penulis : Sekjen IAEI dan Dosen Pascasarjaa UI, Dosen S2 Trisakti dan S2 Universitas Paramadina.