Monday, November 3, 2008

ISLAM, INDONESIA DAN KESEJAHTERAAN


Oleh : Ma'mur Hasanuddin (Anggota Komisi III DPR) 


Indonesia, selalu dikenang dengan keindahan alamnya, dimana tanah-tanah yang subur telah menumbuhkan berbagai tanaman yang menghidupi masyarakatnya. Allah SWT telah memberikan kondisi alam yang serba seimbang bagi rakyat Indonesia. Disini tidak ada panas yang terlalu, tidak pula ada dingin yang terlalu, tidak ada malam yang berkepanjangan, tidak pula ada siang yang berkepanjangan. Semua berjalan seimbang. 

Kekayaan alam Indonesia sungguh luar biasa. Kita tidak perlu repot memperhatikan data statistik mengenai kekayaan alam kita, datangnya orang-orang asing beserta instrument korporasi dan diplomatiknya dari berbagai belahan dunia untuk mengeksploitasi kekayaan alam kita, baik dari sisi pertanian dan perkebunan (zaman imperialis kuno), maupun barang tambang (imperialis modern) dapat menjadi indikator yang nyata betapa luar biasanya kekayaan alam kita. Eksploitasi itu telah berlangsung ratusan tahun dan masih terus terjadi sampai hari ini. 

Timbul kegelisahan ketika kita memikirkan mengenai kekayaan alam kita itu lalu membandingkannya dengan realitas kemiskinan yang dihadapi rakyat kita. Tanah-tanah yang subur seakan tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya berupa pangan, sehingga tragedi kemisikinan menjadi fenomena yang tak terbantahkan. Fenomena bunuh diri dimana-mana, orang tua membunuh anaknya, anak-anak muda menjadi pengedar narkoba, masyarakat yang larut dalam khayalan datangnya "uang kaget", masyarakat yang menikmati ketakhayulan, anak muda yang bermimpi untuk segera menjadi "idola", masyarakat yang bangga menjadi peminta-minta, masyarakat yang kehilangan kepercayaan dan harga diri, dan lain sebagainya menjadi berita yang seolah biasa karena begitu seringnya. Dan jika ditelusuri umumnya bersumber dari persoalan yang sama, yakni kesulitan ekonomi akibat beban hidup yang semakin tinggi. Di negeri yang kaya raya, rakyatnya hidup sengsara, begitulah kesimpulan umum kita semua. 

Tentu kita tidak bisa membiarkan hal ini menjadi realitas yang statis tanpa perubahan. Karena hal tersebut merupakan pengingkaran dari hakikat kemerdekaan yang telah diperjuangkan oleh para pahlawan. Perjuangan merebut kemerdekaan, sesungguhnya adalah keinginan untuk melepaskan diri dari belenggu ketidakmerdekaan yang memenjara rakyat selama ini. Belenggu itu wujud dalam bentuk kemiskinan, kebodohan dan penindasan. Inilah belenggu yang ingin kita hancurkan. Oleh karenanya cita-cita kita ketika mendirikan Negara tidak lain adalah untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia. Masyarakat yang sejahtera, bangsa yang cerdas dan dunia yang tertib belum kita lihat wujudnya dalam skala nasional, baik selama orde lama maupun orde baru. Itulah sebabnya kata reformasi diperjuangkan. Sehingga dapat dikatakan bahwa esensi dari reformasi tidak lain adalah keinginan untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan itu sendiri, yakni masyarakat yang sejahtera, bangsa yang cerdas dan dunia yang tertib.

PENJAJAHAN ITU MASIH TERJADI. 

Apa sebenarnya yang terjadi dari realitas kemiskinan di negeri kaya raya ini ? Para ahli ekonomi melihatnya dalam dua pendekatan. Pertama kemiskinan yang terjadi dianggap sebagai kemiskinan struktural. Dimana masyarakat miskin karena kebijakan struktur Negara yang menyebabkan mereka menjadi miskin. Pendekatan pembangunan yang hanya memprioritaskan kepentingan segelintir orang menyebabkan sebagian besar rakyat tidak memiliki akses yang memadai untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Dan hal ini secara sadar telah dilakukan oleh Negara dengan kebijakan-kebijakan pembangunannya. 

Kedua, para ahli berpendapat bahwa yang terjadi sebenarnya adalah kemisikinan kultural. Pandangan ini mengatakan bahwa kemiskinan yang terjadi sesungguhnya karena budaya masyarakat yang kurang produktif, malas, tidak memiliki visi tentang kesejahteraan dan lain sebagainya. Budaya miskin ini disebabkan oleh kurangnya pendidikan yang memadai. Diantara perdebatan kedua pendapat tersebut, ada hal yang sebenarnya masih terjadi sampai hari ini, namun kurang begitu disadari. Padahal dampaknya sangat jelas dimana hal tersebut telah menyebabkan kemiskinan yang nyata, yakni penjajahan. Hakikat dari penjajahan adalah pemiskinan, karena penjajah ingin menghisap kekayaan negeri yang dijajah untuk sebesar-besarnya kemakmuran mereka. Portugis, Belanda dan Jepang datang ke bumi nusantara di masa lalu untuk memasarkan produk industri mereka seraya menghisap hasil bumi kita. Rakyat mereka sejartera karenanya, sementara rakyat kita menjadi termiskinkan dan hidup sengsara. Apakah setelah proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945 para penjajah itu langsung angkat kai dari bumi pertiwi? 

Profesor Veth seorang peneliti Indonesia diawal abad 20 pernah mengatakan Indonesia sejak awalnya selalu menjadi bangsa yang terjajah. Dalam tulisannya ia menyitir sebuah syair; "dipantainya tanah jawa rakyat berdesak-desakan, datang selalu tuan-tuannya setiap masa,mereka beruntun-runtun bagai runtunan awan, tapi anak pribumi sendiri tak pernah kuasa". Fenomena penjajahan sebagaimana dikatakan Veth ini dikuatkan oleh Yusuf Qardhawi dalam bukunya Menyongsong Abad 21. Beliau mengingatkan : "meskipun kolonialisme militer Barat telah membawa pulang slogan-slogannya dan meninggalkan jajahannya namun ia meninggalkan penjajahan yang lebih berbahaya dan lebih dalam pengaruhnya dalam kehidupan, yaitu kolonialisme peradaban". Agaknya analisis Veth tidak terlalu jauh meleset. Jika kita cermati, saat ini modal asing bergerak dari Sabang sampai Merauke, mencari tanah-tanah yang subur, baik untuk lahan pertanian, industri maupun pertambangan. Mereka membangun kerajaan-kerajaan bisnis yang megah di atas tanah Indonesia, mereka duduk di atas singgasana layaknya seorang raja, sementara anak Indonesia sebagai pewaris syah bumi pertiwi ini cukup gembira dengan menjadi pekerja mereka. Banjirnya barang-barang impor yang membasmi habis industri dalam negeri dibiarkan tanpa kendali atas nama globalisasi. Pasar-pasar tradisional kita gulung tikar karena konsumennya dirampas pasar-pasar modern yang berdiri seenaknya dengan melawan aturan. Berbagai sektor industri menghadapi hari-hari yang penuh frustasi karena kehilangan proteksi di tengah ganasnya rimba raya globalisasi industri. 

Inilah penjajahan itu. Inilah lambang ketidakmerdekaan kita. EVALUASI KEBIJAKAN PUBLIK Kebijakan publik yang tepat memberikan pengaruh yang signifikan dalam upaya kita keluar dari tragedi kemiskinan dinegeri yang penuh dengan kekayaan. Dalam teorinya ada tiga dimensi yang harus diperhatikan dalam pendekatan kebijakan publik, yaitu dimensi tindakan yang legal atau sah secara hukum atau authoritative choice, dimensi hipotesis atau hypothesis, dan dimensi tujuan atau objective (Briedgmen dan Davis, 2004). 

Dimensi pertama tidak hanya menyangkut pada siapa yang mengeluarkan kebijakan, tetapi juga bagaimana kebijakan itu bisa lahir dalam konteks lembaga atau institusi resmi mana saja yang sudah memberikan persetujuan atas lahirnya kebijakan itu. Persetujuan lembaga resmi itu pun harus pula didasarkan pada partisipasi kelompok, baik masyarakat maupun birokraksi yang terkait dengan lembaga resmi tersebut. 

Pada dimensi kedua terkandung keharusan bagi kebijakan publik untuk dilahirkan berdasarkan pendekatan teoritis, modelistik, atau hipotesis mengenai sebab-akibat. Artinya kebijakan publik juga bermakna metodologis ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan oleh orang yang memang memiliki wewenang menghasilkan kebijakan publik tersebut. Selain itu, dimensi kedua ini juga menyiratkan adanya antisipasi atas berbagai kemungkinan yang bisa terjadi akibat implementasi kebijakan publik itu. Bukan sebuah kebijakan publik yang baik jika ia hanya berhenti pada tataran instruksi tanpa masuk pada tataran antisipasi, meski tidak harus secara eksplisit dinyatakan. 

Sedangkan pada dimensi ketiga, sebuah kebijakan publik harus memiliki kejelasan tujuan. Jika ada beberapa tujuan maka instruksi pada kebijakan itu harus secara jelas mengarah pada tercapainya semua tujuan. Makna berikutnya pada dimensi ini adalah adanya tahap yang nyata dan sistematis dalam ruang waktu yang terukur hingga tujuan tersebut bisa tercapai. Berdasarkan pendekatan tersebut di atas kita dapat melakukan evaluasi atas praktek kebijakan publik yang telah terjadi selama ini serta bagaimana dampaknya bagi kesejahteraan publik. 

Dalam hal dimensi pertama, kita menyaksikan pada era orde baru kebijakan pembangunan bersifat sangat sentralistik, dimana partisipasi publik sangat lemah, sementara DPR selaku wakil rakyat yang sedianya dapat menjadi saluran aspirasi rakyat cenderung hanya menjadi tukang stempel dari seluruh kebijakan pemerintah. Kita mendengar istilah executive heavy, dimana presiden selaku pembuat kebijakan terlalu kuat. Akibatnya pemerintah nyaris tanpa kendali ketika menyusun kebijakan-kebijakannya. Saat ini terbuka peluang bagi masyarakat untuk berpartisipasi lebih besar dalam penentuan kebijakan publik, terlebih di era otomi daerah. Partisipasi masyarakat yang lebih luas ini diharapkan dapat mendorong terciptanya kebijakan publik yang akomodatif terhadap aspirasi dan kepentingan publik yang lebih luas, khususnya dalam bidang kesejahteraan. Dalam hal pendekatan pembangunan, kita telah mengalami model pembangunan dengan pendekatan gotong royong (kata lain dari sosialis di zaman Soekarno) di era orde lama, kita juga telah menggunakan pendekatan kapitalis yang berorientasi pasar di era orde baru. Kedua pendekatan tersebut terbukti gagal memberikan kesejahteraan yang adil bagi seluruh rakyat Indonesia. Bersama orde lama kita miskin bersama, bersama orde baru kesenjangan antara si miskin dan si kaya luar biasa. Untuk itu kita perlu mempertimbangkan pendekatan baru dalam kebijakan publik, khususnya dalam bidang ekonomi.

Pendekatan Islam patut dipertimbangkan untuk menggantikan semua kegagalan yang telah kita alami. Dari sisi tujuan pembangunan, orde baru telah menjadikan pertumbuhan ekonomi yang tinggi sebagai tujuan yang paling penting. Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa hal ini telah menghasilkan kemajuan yang berarti, namun juga telah mewariskan berbagai permasalahan mendasar yang harus diselesaikan. Pembangunan ekonomi pada masa lalu telah melahirkan kesenjangan yang mencolok antar golongan, antar wilayah, antar kelompok masyarakat, serta tingkat kemiskinan masih tetap sangat tinggi. Dari sisi tujuan, jelas kita harus melakukan perumusan ulang yakni pembangunan harus ditujukan untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. ISLAM DAN KESEJAHTERAAN Islam sesungguhnya agama yang sangat memperhatikan kesejahteraan ummatnya. Adanya perintah zakat sebagai rukun Islam bukan sekedar ingin menumbuhkan empati pada mereka yang miskin, melainkan juga mendorong ummat Islam untuk hidup lebih sejahtera sehingga dapat menunaikan rukun Islam sebagai muzakki bukan sebagai mustahik secara permanen. 

Dalam Islam, baitulmal didirikan sebagai salah satu instrument untuk membangun kesejahteraan publik, dimana Negara memiliki otoritas untuk melakukan redistribusi kekayaan di kalangan ummat Islam, baik secara sukarela maupun secara paksa. Cita-cita mengenai kesejahteraan publik sebenarnya telah dicetuskan oleh Nabi Ibrahim as jauh sejak ribuan tahun lalu. Di tanah Mekkah yang tandus dan gersang, Nabi Ibrahim telah menancapkan cita-cita kesejahteraan bagi negerinya melalui do'a "Ya Tuhan kami, jadikanlah (negeri Mekkah) ini negeri yang aman dan berilah rezeki berupa buah-buahan kepada penduduknya", (QS 2:126). 

Rasa aman dan ketersediaan kebutuhan pokok bagi penduduk adalah dua indikator utama kesejahteraan suatu negeri. Dua indikator ini pula yang telah dihadirkan dalam kepemimpinan nabi Yusuf dan Sulaiman. Pembangunan kesejahteraan dalam Islam sangat memperhatikan aspek pemerataan, dimana tidak diperkenankan seseorang hidup dengan gelimang kekayaan seraya membiarkan masyarakat sekelilingnya hidup dalam kemiskinan. Hal ini dapat dilihat dalam surat Alhadiid ayat 18 "sesungguhnya orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah, pinjaman yang baik, niscaya akan dilipat gandakan kepada mereka dan bagi mereka pahala yang banyak". Pada surat Al Baqarah ayat 215 Allah SWT mengatakan "apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan". Pada surat Al Hasyr ayat 7 Allah menegaskan "..supaya harta itu jangan hanya beredar diantara orang-orang kaya saja diantara kamu." MODAL SOSIAL DAN SPIRITUAL Eksploitasi dan ketidakadilan yang terjadi yang telah menyebabkan kemiskinan sesungguhnya adalah produk dari budaya kapitalisme yang serakah dan tak kenal etika. Budaya kapitalisme yang serakah, hanya mementingkan kepuasan diri sendiri dan selalu menghalalkan segala cara, sebagaimana dikatakan oleh Danah Zohar dan Ian Marshall dalam bukunya Spiritual Capital ternyata telah merasuk dalam kepribadian sebagian bangsa kita, baik dikalangan politisi, pengusaha maupun elemen masyarakat lainnya. Keserakahan ini boleh jadi merupakan karakter manusia pada umumnya, sebagaimana disinyalir oleh Rasulullah dalam haditsnya "andaikata seseorang itu telah memiliki dua lembah dari emas, pastilah ia akan mencari yang ketiganya sebagai tambahan dari dua lembah yang sudah ada itu" (Bukhari dan Muslim). 

Patut dicatat bahwa keserakahan inilah sesungguhnya yang telah menghadirkan penjajahan antar bangsa atau penjajahan sesama anak bangsa. Keserakah pada akhirnya mengantarkan manusia pada banyak kerusakan. Inilah hukum gerak dari kapitalisme yang terjebak pada perburuan harta semata-mata untuk harta itu sendiri. Sebagaimana dikatakan oleh Danah Zohar dan Ian Marshall bahwa kapitalisme sesungguhnya memikat motif-motif egoisitas manusia yang pada akhirnya menyeret eksploitasi terhadap pihak lemah oleh pihak yang kuat Kesejahteraan publik sesungguhnya dapat dibangun tidak hanya dengan pendekatan meterial semata seperti kekayaan alam, kecanggihan teknologi, berlimpahnya uang, dan lain sebagainya. Kesejahteraan publik dapat dibangun dengan pendekatan modal sosial dan spiritual. Modal sosial merupakan kemampuan yang timbul dari adanya kepercayaan dalam suatu komunitas (Fukuyama, 1995).

Modal sosial juga bermakna sebagai sumber yang timbul dari hasil interaksi di antara orang-orang yang berada dalam suatu komunitas. Karena itu modal sosial harus dibangun melalui tiga elemen, yaitu kepercayaan, norma, dan jaringan (Ridell, 1997). Sementara modal spitirual merupakan kemampuan memberi makna yang lebih mendasar dari upaya memperoleh kesejahteraan. Modal spiritual adalah modal yang ditingkatkan dengan memanfaatkan sumber-sumber daya dalam jiwa manusia, dimana manusia berusaha menemukan makna, tujuan, dan pandangan yang paling berarti dalam hidup, dan bagaimana ini semua diterapkan dalam kehidupan dan strategi-strategi perilaku kita (Danah Zohar & Ian Marshall, 2004). 

Penggunaan modal sosial dan spiritual dalam pembangunan tidak hanya melahirkan masyarakat yang dapat memenuhi kebutuhan pokoknya melainkan juga rasa aman dan ketentraman batin. Karena lahirnya kebermaknaan dan kebersamaan dalam membangun kesejahteraan dapat mengeliminir perilaku serakah yang merusak yang telah melahirkan banyak kejahatan serta perasaan tidak aman dan kegelisahan. Inilah hakikat kesejahteraan yang tersurat dalam do'a nabi Ibrahim di mekkah. Pembangunan kesejahteraan dalam Islam sesungguhnya syarat dengan pendekatan penggunaan modal sosial dan spiritual. Islam sangat memperhatikan kebermaknaan dalam setiap amal. "sesungguhnya segala sesuatu tergantung pada niatnya" demikian dikatakan oleh Rasulullah. Niat ini merupakan elemen penting yang memberikan hidup menjadi lebih bermakna. 

Dalam Islam proses pembangunan kesejahteraan tidak lain diniatkan sebagai bagian dari pengabdian kepada Allah SWT. Sebagai khalifalullah di muka bumi, salah satu ibadah seorang muslim adalah bagaimana memakmurkan bumi ini, sehingga Islam menjadi rahmatanlil'alamin. Islam sama sekali tidak mengajarkan ummatnya untuk hanya berfokus pada tujuan-tujuan sempit yang berdimensi jangka pendek. Kita dapat menyimak dalam banyak naskah do'a dalam Islam. Misalnya do'a makan "Ya Allah,berkahilah kami dari rizki yang kami miliki dan jauhkanlah kami dari api neraka". Dalam teks ini jelas, bahwa ketika makan kita tidak hanya berharap agar kenyang semata. 
Islam mengajak kita untuk memiliki kesadaran bahwa apa yang kita makan dapat berdampak jauh, yakni pada surga dan neraka. Oleh karenanya kita memohon agar rizki yang kita makan tidak membawa kita pada api neraka. Begitu juga do'a sapu jagat yang biasa kita ucapkan, kita diajak menyadari bahwa kebaikan hakiki tidak boleh hanya berhenti di dunia melainkan juga di akhirat. Dalam menghadirkan kebermaknaan pada setiap upaya mencapai kesejahteraan, Allah SWT juga mengingatkan dalam surat Ali Imran ayat 14 "dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik". Kesadaran akan konsekuensi jangka panjang ini menyebabkan kita harus memilih mana makanan yang dapat membawa kita pada surga mana yang dapat mendorong kita ke neraka. Jika kesadaran jangka panjang ini ada di dalam setiap peribadi maka setiap orang akan berfikir ulang untuk melakukan kerusakan atau korupsi dan kolusi dalam mendapatkan rizki. 

Inilah kebermaknaan yang dapat melahirkan kontrol diri dan ketentraman. Selain kebermaknaan, Islam juga mengajarkan kebersamaan dalam setiap tindakan. Dalam hadits, Rasullah mengungkapkan akan tingginya nilai sholat secara berjama'ah dan manfaat silaturahmi dalam memperbanyak rizki. Untuk melakukan kebaikan memperoleh takwa Al Qur'an malah menyuruh ummat islam untuk saling membantu. "dan bantu membantulah kamu dalam kebaikan dan takwa dan janganlah kamu saling mambantu dalam dosa" (QS. Al Maidah :2) . 

Aspek kebersamaan ini sangat dipentingkan dalam Islam, bahkan Allah SWT mengatakan bahwa tangan Allah bersama jamaah. PLATFORM PKS DALAM MENCAPAI KESEJAHTERAAN Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebagai sebuah partai Islam, sebagaimana namanya yang membawa kata sejahtera sangatlah peduli pada agenda-agenda kesejahteraan rakyat. Agenda-agenda kesejahteraan ini terlihat jelas dalam Platform PKS, khususnya dalam bidang ekonomi dan sosial budaya. Misi PKS dalam bidang ekonomi adalah "mengentaskan kemiskinan, mengurangi pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat". Bagi PKS pemberantasan kemiskinan adalah tanggung jawab utama kemanusiaan berkaitan dengan penciptaan keadilan dan kesejahteraan sosial secara merata, sehingga harus mendapat prioritas tertinggi dalam pembangunan ekonomi nasional. Sementara misi PKS dalam bidang sosial budaya adalah "membangun kecerdasan manusia Indonesia, kesalehan sosial, dan kemajuan budaya demi mengangkat martabat bangsa". Dalam bahasan yang lebih gamblang dapat diterjemahkan sebagai "menghapus kebodohan, kekerasan sosial dan keterbelakangan budaya", sebab PKS memandang kebodohan, kekerasan, serta keterbelakangan sebagai musuh sosial seluruh bangsa. 

Selama ini penyumbang terbesar angka kemiskinan di Indonesia adalah sektor pertanian di pedesaan dan dan sektor informal di perkotaan. Dalam pandangan PKS, kenyataan ini merupakan paradok mengingat potensi yang sangat besar bagi Indonesia di sektor pertanian, perkebunan, kehutanan dan perikanan. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian tidak mendapat perhatian yang memadai dalam pembangunan ekonomi nasional selama ini. Oleh karena itu PKS menetapkan strategi pengentasan kemiskinan melalui program melipatgandakan produktifitas penduduk tani dan nelayan dan penduduk di sektor informal di perkotaan. Dalam hal ini kader PKS yang mendapat amanah sebagai menteri pertanian, dalam konteks pemerintahan koalisi, tengah berusaha keras merealisasikan platform ini. Alhamdulillah, sebagaimana kita saksikan, saat ini Indonesia telah berhasil mencapai swasembada beras, suatu capaian yang belum pertah terjadi sejak 25 tahun terakhir. 

Dalam bidang sosial budaya langkah yang diambil PKS untuk mensejahterakan bangsa adalah berusaha memastikan pemenuhan kebutuhan dasar (basic need) meliputi pangan, sandang dan papan. Selain itu PKS juga berfokus pada upaya peningkatan partisipasi pendidikan yang bermutu. Dalam hal mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan ini, PKS berusaha memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi seluruh rakyat Indonesia untuk mendapatkan pendidikan dengan meningkatkan kemampuan dan kesejahteraan guru sebagai pilar utama pembangunan pendidikan nasional. Dalam hal ini kader-kader PKS, meski masih dalam skala terbatas, telah berusaha membangun pusat-pusat pendidikan percontohan yang berkualitas dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat melalui model sekolah-sekolah Islam terpadu. Bagian dari upaya kesejahteraan yang sedang diperjuangkan oleh PKS juga adalah terwujudnya kesehatan paripurna bagi seluruh rakyat Indonesia, sehingga dapat membangun bangsa dan Negara dalam kerangka beribadah kepada Allah SWT. Kesehatan paripurna dalam pandangan PKS haruslah meliputi sehat badan, mental spiritual dan sosial yang dimulai dengan sehat individu, sehat keluarga, sehat masyarakat, dan sehat bangsa dan Negara. 

Karena itu, Indonesia negeri yang kaya rakyatnya sengsara harus menjadi sejarah masa lalu bangsa ini. Untuk itu diperlukan komitmen dan ketulusan dari seluruh anak bangsa untuk membangun bumi pertiwi tercinta ini dari segela keterpurukan yang dialami. Islam sesungguhnya adalah jalan keluar yang dapat dipilih untuk menujuh kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Karena Islam mengajarkan komitmen dan ketulusan tersebut sebagai modal sosial yang penting dalam pembangunan. PKS memandang tidak layak negeri muslim yang subur ini rakyatnya tidak makmur. Oleh karenanya PKS mencoba menawarkan diri untuk menjadi solusi bagi negeri ini. Sebagaimana pernah dikatakan oleh Hasan Albanna , kami juga ingin mengatakannya. Dengan seluruh komitmen dan ketulusan yang kami miliki, kami ingin mengatakan "Betapa inginnya kami agar rakyat ini mengetahui bahwa mereka lebih kami cintai daripada diri kami sendiri. Kami berbangga ketika jiwa-jiwa kami gugur sebagai penebus bagi kehormatan mereka, jika memang tebusan itu yang diperlukan. Atau menjadi harga bagi tegaknya kejayaan, kemuliaan dan terwujudnya cita-cita mereka, jika memang itu harga yang harus dibayar. Tiada sesuatu yang membuat kami bersikap seperti ini selain rasa cinta yang telah mengharu-biru hati kami, menguasai perasaan kami, memeras habis air mata kami dan mencabut rasa ingin tidur dari pelupuk mata kami. Betapa berat rasa di hati ketika kami menyaksikan bencana yang mencabik-cabik rakyat ini, sementara kita hanya sanggup menyerah pada kehinaan dan pasrah oleh keputusasaan." Semoga Allah swt selalu memberkahi negeri ini dan rakyatnya. Amin.

No comments: